Jakarta (ANTARA) - Sebuah studi retrospektif berjudul "Asosiasi Depresi dan Kecemasan Dengan Akumulasi Kondisi Kronis", yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open, menemukan bahwa wanita dari segala usia dan pria yang lebih muda dengan kecemasan dan depresi lebih mungkin memiliki penyakit kronis tertentu.
Dikutipdari Indian Express pada Minggu, penelitian ini menganalisis data kesehatan terhadap 40.360 orang dewasa dari Olmsted County di Minnesota, yang diambil dari catatan medis Proyek Epidemiologi Rochester.
Untuk penelitian ini, para peserta dibagi menjadi tiga kelompok usia yakni 20, 40, dan 60 tahun. Selanjutnya dibagi menjadi empat kelompok dengan kecemasan, depresi, kecemasan dan depresi, serta tidak ada kecemasan atau depresi.
Dibandingkan dengan peserta yang tidak mengalami kecemasan atau depresi, wanita di ketiga kelompok usia dan pria berusia 20-an yang mengalami depresi atau kecemasan dan depresi memiliki risiko yang jauh lebih tinggi terkena kondisi kronis, seperti hipertensi, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan sebagian besar kanker.
Dalam tiga kelompok usia, wanita berusia 20-an yang memiliki kecemasan dan depresi, berada pada risiko tertinggi terkena penyakit kronis, dengan peningkatan risiko lebih dari 61 persen dibandingkan dengan peserta tanpa gangguan mental.
Kemungkinan yang paling kecil adalah wanita berusia 60-an yang mengalami kecemasan tunggal. Sedangkan untuk pria, mereka yang mengalami kecemasan dan depresi pada kelompok usia 20 tahun paling mungkin mengembangkan kondisi kronis, dengan peningkatan risiko hampir 72 persen.
Pria dengan kecemasan pada kelompok usia 60 paling kecil kemungkinannya, dengan penurunan risiko lebih dari 8 persen.
dr. Preeti Singh, konsultan senior, psikologi klinis dan psikoterapi dan kepala petugas medis, Lissun, India setuju dengan temuan penelitian tersebut. Ia juga mengatakan bahwa penyakit kronis juga mempengaruhi kesehatan mental.
"Ada cukup penelitian untuk memberi tahu kami bahwa ketika seorang pasien yang memiliki kondisi kesehatan mental
akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari penyakit fisik, kecuali masalah kesehatan mental yang mendasarinya diobati atau disembuhkan. Begitu juga sebaliknya," kata dr. Singh.
Lebih lanjut dr. Singh mengatakan, pria atau wanita mana pun, yang didiagnosis dengan kondisi kronis juga akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi kesehatan mental.
Hal ini saling mempengaruhi, sebab kondisi fisik yang kronis memerlukan banyak transformasi dan perubahan dalam hal kualitas hidup dan gaya hidup, mulai dari memengaruhi pekerjaan mereka, hingga hubungan dan tentu saja, perawatan itu sendiri.
Dalam kasus seperti kanker atau kondisi ginjal kronis perawatannya bersifat invasif, intens, dan sering.
"Semua ini menciptakan disonansi dan stres bagi pasien. Akibatnya, mereka menjadi terisolasi, menarik diri dan tidak mencari bantuan. Guncangan penyakit kronis itu sendiri bisa mengancam jiwa. Selain itu, perasaan penyangkalan dan keputusasaan adalah reaksi alami pada awalnya," ujar dr. Singh.
Berita Terkait
Polisi amankan WN Filipina perusak fasilitas di Bandara Ngurah Rai
Jumat, 8 Desember 2023 12:50 Wib
Gejala depresi remaja bukan hanya perasaan sedih
Selasa, 10 Oktober 2023 12:39 Wib
Diduga depresi, seorang ibu tega bunuh dua anak kandungnya
Minggu, 18 Juni 2023 8:20 Wib
RSUD Martapura OKU siap tangani pasien depresi akibat kalah pilkades
Jumat, 9 Juni 2023 11:13 Wib
Dokter imbau masyarakat harus kenali gejala depresi terselubung pada lansia
Senin, 29 Mei 2023 11:02 Wib
Psikolog: Anak bisa depresi jika mengalami stres berkepanjangan
Minggu, 5 Maret 2023 12:14 Wib
Masalah keluarga jadi faktor risiko orang bunuh diri
Jumat, 9 September 2022 13:08 Wib
Dokter sebut penggunaan pil kontrasepsi bantu regulasi suasana hati
Rabu, 29 Juni 2022 9:45 Wib