Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi tujuh saksi perihal dugaan adanya arahan khusus tersangka Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex Noerdin (DRA) dalam setiap proyek pekerjaan.
KPK, Rabu (27/10) memeriksa mereka untuk tersangka Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2021.
"Dikonfirmasi terkait dengan berbagai proyek yang dilaksanakan di Pemkab Musi Banyuasin dan dugaan adanya arahan khusus dari tersangka DRA melalui tersangka HM dan pihak terkait lainnya dalam setiap proyek pekerjaan tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Tujuh saksi, yaitu Kepala Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Lupi, Kepala Sub Bagian Keuangan dan Aset Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Suhari, Bendahara Pengeluaran pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Ade Irawan, Sekretaris Badan Diklat Kepegawaian Daerah Pemkab Musi Banyuasin Rudianto.
Baca juga: KPK panggil delapan saksi kasus pengadaan di Musi Banyuasin
Selanjutnya, Staf Bagian Kepegawaian Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Deni Sapatra, Kasi Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah II Bidang Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Apriansyah, dan Kasi Pengawasan dan Evaluasi Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Adijayanegara Sediyatama.
Pemeriksaan dilakukan di Satbrimobda Sumatera Selatan, Kota Palembang.
Selain Dodi dan Herman, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU) dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkab Musi Banyuasin untuk Tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (bantuan gubernur) diantaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman, Eddi, dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya direkayasa sedemikian rupa.
Diantaranya dengan membuat daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Baca juga: Sembilan saksi kasus korupsi pembangunan infrastruktur Muba diperiksa KPK di markas Brimob
Selain itu, Dodi juga telah menentukan adanya persentase pemberian "fee" dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin, yaitu 10 persen untuk Dodi, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Untuk Tahun Anggaran 2021 pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan milik Suhandy menjadi pemenang dari empat paket proyek.
Total komitmen "fee" yang akan diterima oleh Dodi dari Suhandy dari empat proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.
Sebagai realiasi pemberian komitmen "fee" oleh Suhandy atas dimenangkannya empat proyek paket pekerjaan di Dinas PUPR tersebut, diduga Suhandy telah menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Atas perbuatannya tersebut, Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima, Dodi, Herman, dan Eddi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.