Penyidik Kejati periksa mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Sumsel terkait kasus Masjid Sriwijaya
Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya
Sumatera Selatan (ANTARA) - Ardani mantan Kepala Biro Hukum setda Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan kembali memenuhi agenda pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan terkait dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang, Senin.
Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang untuk enam orang terdakwa (Akhmad Najib, Muddai Madang, Laoma L Tobing, Loka S, Agustinus Toni, dan Alex Noerdin).
Proses pemeriksaan berlangsung selama empat jam dari pukul 09.30 WIB sampai 12.45 WIB di ruang pidana khusus lantai enam kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
“Silahkan tanya dengan jaksa,” singkat Ardani sesaat sebelum meninggalkan Kejaksaan Tinggi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Khaidirman di Palembang, Senin, mengatakan, pada kesempatan tersebut penyidik melakukan pemanggilan empat orang saksi.
Baca juga: Kejati periksa intensif dua anggota DPRD saksi kasus Masjid Sriwijaya
Namun hanya Ardani dan mantan ketua Bappeda Sumsel Ekowati yang mengikuti proses pemeriksaan sampai selesai.
Sementara wakil ketua DPRD Sumatera Selatan Muchendi Mahzareki meminta untuk diagendakan ulang, lalu dan Wakil Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Marzan juga belum memenuhi pemanggilan.
"Masing-masing saksi Ardani mendapat 25 butir pertanyaan dan Ekowati 21 pertanyaan dari penyidik," tandasnya.
Diketahui dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Palembang, pada Selasa (31/8), Ardani juga menjabat sebagai Ketua divisi hukum dan administrasi pembangunan masjid Sriwijaya.
Dengan jabatan yang ia pegang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Naimullah saat itu menganggap Ardani mengetahui terkait proses pemberian hibah lahan dan juga hibah uang dari pemerintah provinsi untuk membangun Masjid tersebut.
Baca juga: Majelis hakim gelar pemeriksaan fisik lokasi Masjid Raya Sriwijaya
Keterangan dari Ardani sangat dibutuhkan untuk memenuhi alat bukti terhadap masing-masing terdakwa. Sebab JPU menemukan kalau hibah lahan dan hibah uang tersebut bermasalah.
Alas tanah yang dijadikan tempat pembangunan masjid seluas sembilan Hektare (Ha) hanya ada dua hektare yang sertifikat hak miliknya atas nama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Sementara selebihnya dimiliki oleh masyarakat.
Lalu dari hibah uang senilai Rp130 Miliar diduga dicairkan tanpa melalui proses verifikasi administrasi yang baik dan benar.
Hampir sebagian besar pertanyaan dari JPU tersebut ditanggapi Ardani dengan ketidak tahuan karena menurutnya meskipun memiliki dua jabata namun saat itu sama dia sekali tidak dilibatkan.
Ketidak tahuan Adani tersebut disayangkan jaksa dan majelis hakim yang saat itu diketuai oleh Sahlan Effendi. Bahkan sampai mengingatkan konsekuensi menyampaikan sumpah palsu dalam persidangan.
Baca juga: Banggar DPRD Sumsel benarkan pembangunan Masjid Sriwijaya tanpa proposal
Hingga akhirnya dalam persidangan tersebut Ardani menerangkan kalau Akhmad Najib selaku asisten 1 bidang kesra yang telah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
Adapun NPHD tersebut merupakan proses administrasi untuk dilakukan pencairan dana hibah, itu menjadi dasar cairnya dana hibah pada tahun 2015 senilai Rp50 miliar dan tahun 2017 Rp80 miliar.
Sehingga karena proses tersebut dan dikuatkan dengan bukti lainnya Akhmad Najib ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Jumat (1/10) malam berbarengan dengan Loka S, dan Agustinus Toni.
Baca juga: Gubernur Sumsel siapkan pengganti Akhmad Najib
Baca juga: Kejati Sumsel agendakan ulang pemeriksaan saksi Marwah M Diah terkait dana hibah
Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang untuk enam orang terdakwa (Akhmad Najib, Muddai Madang, Laoma L Tobing, Loka S, Agustinus Toni, dan Alex Noerdin).
Proses pemeriksaan berlangsung selama empat jam dari pukul 09.30 WIB sampai 12.45 WIB di ruang pidana khusus lantai enam kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
“Silahkan tanya dengan jaksa,” singkat Ardani sesaat sebelum meninggalkan Kejaksaan Tinggi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Khaidirman di Palembang, Senin, mengatakan, pada kesempatan tersebut penyidik melakukan pemanggilan empat orang saksi.
Baca juga: Kejati periksa intensif dua anggota DPRD saksi kasus Masjid Sriwijaya
Namun hanya Ardani dan mantan ketua Bappeda Sumsel Ekowati yang mengikuti proses pemeriksaan sampai selesai.
Sementara wakil ketua DPRD Sumatera Selatan Muchendi Mahzareki meminta untuk diagendakan ulang, lalu dan Wakil Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Marzan juga belum memenuhi pemanggilan.
"Masing-masing saksi Ardani mendapat 25 butir pertanyaan dan Ekowati 21 pertanyaan dari penyidik," tandasnya.
Diketahui dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Palembang, pada Selasa (31/8), Ardani juga menjabat sebagai Ketua divisi hukum dan administrasi pembangunan masjid Sriwijaya.
Dengan jabatan yang ia pegang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Naimullah saat itu menganggap Ardani mengetahui terkait proses pemberian hibah lahan dan juga hibah uang dari pemerintah provinsi untuk membangun Masjid tersebut.
Baca juga: Majelis hakim gelar pemeriksaan fisik lokasi Masjid Raya Sriwijaya
Keterangan dari Ardani sangat dibutuhkan untuk memenuhi alat bukti terhadap masing-masing terdakwa. Sebab JPU menemukan kalau hibah lahan dan hibah uang tersebut bermasalah.
Alas tanah yang dijadikan tempat pembangunan masjid seluas sembilan Hektare (Ha) hanya ada dua hektare yang sertifikat hak miliknya atas nama Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Sementara selebihnya dimiliki oleh masyarakat.
Lalu dari hibah uang senilai Rp130 Miliar diduga dicairkan tanpa melalui proses verifikasi administrasi yang baik dan benar.
Hampir sebagian besar pertanyaan dari JPU tersebut ditanggapi Ardani dengan ketidak tahuan karena menurutnya meskipun memiliki dua jabata namun saat itu sama dia sekali tidak dilibatkan.
Ketidak tahuan Adani tersebut disayangkan jaksa dan majelis hakim yang saat itu diketuai oleh Sahlan Effendi. Bahkan sampai mengingatkan konsekuensi menyampaikan sumpah palsu dalam persidangan.
Baca juga: Banggar DPRD Sumsel benarkan pembangunan Masjid Sriwijaya tanpa proposal
Hingga akhirnya dalam persidangan tersebut Ardani menerangkan kalau Akhmad Najib selaku asisten 1 bidang kesra yang telah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
Adapun NPHD tersebut merupakan proses administrasi untuk dilakukan pencairan dana hibah, itu menjadi dasar cairnya dana hibah pada tahun 2015 senilai Rp50 miliar dan tahun 2017 Rp80 miliar.
Sehingga karena proses tersebut dan dikuatkan dengan bukti lainnya Akhmad Najib ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Jumat (1/10) malam berbarengan dengan Loka S, dan Agustinus Toni.
Baca juga: Gubernur Sumsel siapkan pengganti Akhmad Najib
Baca juga: Kejati Sumsel agendakan ulang pemeriksaan saksi Marwah M Diah terkait dana hibah