Banggar DPRD Sumsel benarkan pembangunan Masjid Sriwijaya tanpa proposal
Secara fisik tidak terlihat, tidak ada proposalnya. Tapi, dari pimpinan dan anggota banggar sudah mempertanyakan hal itu sekaligus sudah menyampaikan peraturannya kepada TAPD
Sumatera Selatan (ANTARA) - Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumatera Selatan periode 2013-2018 membenarkan bahwa pembahasan hibah untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang berlangsung tanpa dilengkapi proposal.
Hal tersebut terungkap dari lima saksi (Giri Ramanda, Ramdhan Basyeban Agus Sutikno, M F Ridho, dan Yansuri) dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
Saksi Giri Ramanda mengatakan sebagai ketua Banggar DPRD Sumsel ada dua hal yang dibahas dalam rapat anggaran yang digelar pihaknya saat itu pertama, proses penyusunan hibah berupa uang dan hibah lahan.
Dalam pembahasan tersebut pihaknya melakukan memeriksa kelengkapan berkas-berkas lalu dalam proses itu tidak ditemukan proposal rencana pembangunan masjid tersebut dan belum ada kejelasan status lahan yang akan digunakan.
Lantas pihaknya meminta pihak eksekutif untuk melengkapi berkas-berkas yang dimaksud tersebut.
"Pertama minta dilengkapi proposalnya terus saat itu, dalam proses rapat itu, saya juga minta eksekutif untuk melengkapi status kejelasan lahan di Jakabaring," kata dia di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Abdul Aziz.
Baca juga: Jaksa minta Jimly Asshiddiqie hadiri sidang kasus Masjid Sriwijaya
Ketua Komisi III DPRD Sumsel M F Ridho menambahkan pimpinan Banggar saat itu telah mengingatkan kepada eksekutif yang diwakili terdakwa Mukti Sulaiman selaku Sekretaris Provinsi dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk melengkapi proposal sebagai mana aturan yang ada.
Sebab merujuk pada aturannya itu, semestinya semua syarat harus sudah lengkap oleh TAPD sebelum dilakukan pembahasan di DPRD.
"Secara fisik tidak terlihat, tidak ada proposalnya. Tapi, dari pimpinan dan anggota banggar sudah mempertanyakan hal itu sekaligus sudah menyampaikan peraturannya kepada TAPD," ujarnya.
Lalu terkait pembahasan anggaran, lanjutnya, diketahui dana yang dibutuhkan untuk rencana membangun masjid prototipe terbesar se-Asia itu senilai Rp1,2 trilun.
Nominal itu diketahui dalam rapat pembahasan dana hibah Masjid Sriwijaya yang dihadiri langsung ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya saat itu Marwah M Diah.
"Diceritakan dari awal bahasan rencana anggaran membutuhkan biaya Rp1,2 triliun. Itu cerita dari Marwah M Diah dan rekamannya ada. Mereka sudah kontrak dengan kontraktor pembangunan lebih kurang senilai Rp6 miliar," ujarnya.
Menyikapi hal itu Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumsel Agus Sutikno mengatakan, ia ingatkan Marwah M Diah kalau Rp1,2 Triliun itu sangat berat sebab APBD Provinsi tidak bisa mencukupinya sehingga perlu adanya pembahasan dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah.
Baca juga: Akhmad Najib ungkap alasan tanda tangani naskah hibah Masjid Raya Sriwijaya
"Hal itu dibahas di banggar. Seingat saya rapat disampaikan ketua TAPD sekda Mukti Sulaiman secara normatif hanya kebijakan saja. Maka menurut kami sangat berat kalau mengandalkan APBD dengan nominal itu," ujarnya.
Lalu menurut saksi Yansuri, dalam rapat anggaran itu pihak pemerintah menyampaikan kalau proposalnya sudah ada dan akan segera menyusul sebab pertimbangannya masjid harus segera dibangun untuk menyakinkan pemberi hibah dari luar negeri.
Karena telah diyakinkan proposal itu ada oleh pemerintah maka semua anggota DPRD setuju hingga dimasukkan pembahasannya dalam sidang paripurna.
"Pihak pemerintah meyakinkan kalau syarat sudah lengkap terus akan disusulkan termasuk juga sudah ada evaluasi dari Mendagri terkait anggaran itu maka DPRD percaya semua anggota pun setuju hingga dimasukannya ke paripurna," ujarnya.
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Roy Riyadi mengatakan, dalam fakta persidangan DPRD sudah peringatkan pihak eksekutif untuk melengkapi proposal tapi sampai sekarang dewan tidak melihat proposal tersebut.
Baca juga: Alex Noerdin bantah perintahkan BPKAD anggarkan dana pembangunan masjid Sriwijaya Rp100 miliar
"Proposal itu verifikasinya ada di eksekutif ketika dibahas di DPRD mereka hanya mengingatkan. Memang proposalnya gak kelihatan tapi DPRD sudah mengingatkan agar proposalnya dilengkapi," ujarnya.
Maka dalam pembahasan itu adalah tugas kewenangan TAPD yang diketuai Mukti Sulaiman lalu verifikasi itu adalah tugas satuan kerjanya di Biro Hukum Setda Pemprov Sumsel yang diketuai Ahmad Nasuhi saat itu.
Lalu menurutnya, mereka akan mendalami terkait dengan disepakatinya pembahasan di badan anggaran yang tanpa dilengkapi proposal itu sudah menyalahi aturan.
"Ada catatan yang saya lihat, dari DPRD meminta eksekutif untuk melengkapi persyaratan pengajuan hibah. Namun sampai saat ini masih belum ada. Hal tersebut akan kami akan pelajari," tandasnya.
Kelima saksi itu dihadirkan dalam sidang lanjutan terhadap dua terdakwa yakni Mukti Sulaiman (mantan Sekretaris Daerah Sumatera Selatan) dan Ahmad Nasuhi (mantan Plt Kepala Biro Hukum Setda Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan)
Dalam kasus tersebut mereka diduga telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp113 miliar, dari total Rp130 miliar uang hibah pembangunan Masjid Sriwijaya yang dicairkan termin pertama 2015 senilai Rp50 miliar dan termin kedua 2017 senilai Rp80 miliar.
Atas perbuatan itu tersangka dikenakan Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Kejagung sebut Alex Noerdin perintah cairkan dana hibah tanpa proposal
Hal tersebut terungkap dari lima saksi (Giri Ramanda, Ramdhan Basyeban Agus Sutikno, M F Ridho, dan Yansuri) dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
Saksi Giri Ramanda mengatakan sebagai ketua Banggar DPRD Sumsel ada dua hal yang dibahas dalam rapat anggaran yang digelar pihaknya saat itu pertama, proses penyusunan hibah berupa uang dan hibah lahan.
Dalam pembahasan tersebut pihaknya melakukan memeriksa kelengkapan berkas-berkas lalu dalam proses itu tidak ditemukan proposal rencana pembangunan masjid tersebut dan belum ada kejelasan status lahan yang akan digunakan.
Lantas pihaknya meminta pihak eksekutif untuk melengkapi berkas-berkas yang dimaksud tersebut.
"Pertama minta dilengkapi proposalnya terus saat itu, dalam proses rapat itu, saya juga minta eksekutif untuk melengkapi status kejelasan lahan di Jakabaring," kata dia di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Abdul Aziz.
Baca juga: Jaksa minta Jimly Asshiddiqie hadiri sidang kasus Masjid Sriwijaya
Ketua Komisi III DPRD Sumsel M F Ridho menambahkan pimpinan Banggar saat itu telah mengingatkan kepada eksekutif yang diwakili terdakwa Mukti Sulaiman selaku Sekretaris Provinsi dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk melengkapi proposal sebagai mana aturan yang ada.
Sebab merujuk pada aturannya itu, semestinya semua syarat harus sudah lengkap oleh TAPD sebelum dilakukan pembahasan di DPRD.
"Secara fisik tidak terlihat, tidak ada proposalnya. Tapi, dari pimpinan dan anggota banggar sudah mempertanyakan hal itu sekaligus sudah menyampaikan peraturannya kepada TAPD," ujarnya.
Lalu terkait pembahasan anggaran, lanjutnya, diketahui dana yang dibutuhkan untuk rencana membangun masjid prototipe terbesar se-Asia itu senilai Rp1,2 trilun.
Nominal itu diketahui dalam rapat pembahasan dana hibah Masjid Sriwijaya yang dihadiri langsung ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya saat itu Marwah M Diah.
"Diceritakan dari awal bahasan rencana anggaran membutuhkan biaya Rp1,2 triliun. Itu cerita dari Marwah M Diah dan rekamannya ada. Mereka sudah kontrak dengan kontraktor pembangunan lebih kurang senilai Rp6 miliar," ujarnya.
Menyikapi hal itu Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumsel Agus Sutikno mengatakan, ia ingatkan Marwah M Diah kalau Rp1,2 Triliun itu sangat berat sebab APBD Provinsi tidak bisa mencukupinya sehingga perlu adanya pembahasan dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah.
Baca juga: Akhmad Najib ungkap alasan tanda tangani naskah hibah Masjid Raya Sriwijaya
"Hal itu dibahas di banggar. Seingat saya rapat disampaikan ketua TAPD sekda Mukti Sulaiman secara normatif hanya kebijakan saja. Maka menurut kami sangat berat kalau mengandalkan APBD dengan nominal itu," ujarnya.
Lalu menurut saksi Yansuri, dalam rapat anggaran itu pihak pemerintah menyampaikan kalau proposalnya sudah ada dan akan segera menyusul sebab pertimbangannya masjid harus segera dibangun untuk menyakinkan pemberi hibah dari luar negeri.
Karena telah diyakinkan proposal itu ada oleh pemerintah maka semua anggota DPRD setuju hingga dimasukkan pembahasannya dalam sidang paripurna.
"Pihak pemerintah meyakinkan kalau syarat sudah lengkap terus akan disusulkan termasuk juga sudah ada evaluasi dari Mendagri terkait anggaran itu maka DPRD percaya semua anggota pun setuju hingga dimasukannya ke paripurna," ujarnya.
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Roy Riyadi mengatakan, dalam fakta persidangan DPRD sudah peringatkan pihak eksekutif untuk melengkapi proposal tapi sampai sekarang dewan tidak melihat proposal tersebut.
Baca juga: Alex Noerdin bantah perintahkan BPKAD anggarkan dana pembangunan masjid Sriwijaya Rp100 miliar
"Proposal itu verifikasinya ada di eksekutif ketika dibahas di DPRD mereka hanya mengingatkan. Memang proposalnya gak kelihatan tapi DPRD sudah mengingatkan agar proposalnya dilengkapi," ujarnya.
Maka dalam pembahasan itu adalah tugas kewenangan TAPD yang diketuai Mukti Sulaiman lalu verifikasi itu adalah tugas satuan kerjanya di Biro Hukum Setda Pemprov Sumsel yang diketuai Ahmad Nasuhi saat itu.
Lalu menurutnya, mereka akan mendalami terkait dengan disepakatinya pembahasan di badan anggaran yang tanpa dilengkapi proposal itu sudah menyalahi aturan.
"Ada catatan yang saya lihat, dari DPRD meminta eksekutif untuk melengkapi persyaratan pengajuan hibah. Namun sampai saat ini masih belum ada. Hal tersebut akan kami akan pelajari," tandasnya.
Kelima saksi itu dihadirkan dalam sidang lanjutan terhadap dua terdakwa yakni Mukti Sulaiman (mantan Sekretaris Daerah Sumatera Selatan) dan Ahmad Nasuhi (mantan Plt Kepala Biro Hukum Setda Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan)
Dalam kasus tersebut mereka diduga telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp113 miliar, dari total Rp130 miliar uang hibah pembangunan Masjid Sriwijaya yang dicairkan termin pertama 2015 senilai Rp50 miliar dan termin kedua 2017 senilai Rp80 miliar.
Atas perbuatan itu tersangka dikenakan Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Kejagung sebut Alex Noerdin perintah cairkan dana hibah tanpa proposal