Alex Noerdin bantah perintahkan BPKAD anggarkan dana pembangunan masjid Sriwijaya Rp100 miliar

id Alex nurdin,sumsel,korupsi masjid,kasus masjid sriwijaya,masjid sriwijaya

Alex Noerdin bantah perintahkan BPKAD anggarkan dana pembangunan masjid Sriwijaya Rp100 miliar

Lima orang saksi mengikuti sidang secara virtual di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (28/9/2021) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P/21)

Alex hanya menyarankan kepada Ketua BPKAD yang saat itu dijabat oleh Laoma L Tobing menyelesaikan pencairan dana hibah yang dianggarkan masing-masing Rp50 miliar pada termin pertama Rp80 miliar
Sumatera Selatan (ANTARA) - Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Masjid Raya Sriwijaya Palembang, Sumatera Selatan, Alex Noerdin membantah telah memerintahkan Ketua BPKAD untuk menganggarkan dana senilai Rp100 miliar setiap tahunnya untuk pembangunan masjid itu.

“Tidak ada perintah dari saya yang ada hanya saran,” kata dia saat ditanya Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan saat menjadi saksi untuk empat orang terdakwa (Eddy Hermanto, Dwi Krisdayani Syarifudin MF, Yudi Arminto) di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa.

Menurut Alex, ia hanya menyarankan kepada Ketua BPKAD yang saat itu dijabat oleh Laoma L Tobing menyelesaikan pencairan dana hibah yang dianggarkan masing-masing Rp50 miliar pada termin pertama dan Rp80 miliar ditermin kedua bukan malah menganggarkan Rp100 miliar setiap tahunnya.

“Jadi yang dilakukan pak Tobing itu berbeda dari saran saya,” ujarnya.

Lalu ia juga menyakini bahwa, sebelum dana tersebut dicairkan sudah memenuhi semua syarat-syarat administrasi seperti surat proposal permohonan dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sebab tanpa hal tersebut maka proses itu akan tidak berjalan.
Baca juga: Jaksa dakwa terdakwa korupsi Masjid Sriwijaya tiga pasal berlapis
Baca juga: Kejagung sebut Alex Noerdin perintah cairkan dana hibah tanpa proposal


“Saya yakin pasti ada proposalnya sebab kalau tidak ada tidak akan jalan proses itu dan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), jadi ya tinggal dicairkan,” imbuhnya.

Sebelumnya, berdasarkan keterangan dari mantan Kepala BPKAD Sumsel Laoma L Tobing, pada sidang Selasa (7/9) menyebutkan kalau ia menerima perintah dari Alex Noerdin selaku gubernur pada saat itu agar menganggarkan dana senilai Rp100 miliar setiap tahun untuk biaya pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Palembang.

“Saya diperintahkan dia (Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Red) untuk menganggarkan Rp100 miliar setiap tahun untuk pembangunan masjid ini,” kata Laoma Tobing kepada majelis hakim tipikor yang diketuai Sahlan Efendi, Selasa (7/9),

Permintaan tersebut, lanjut Laoma disampaikan langsung oleh Alex Noerdin secara lisan kepada dirinya saat agenda rapat yang berlangsung di Griya Agung, Palembang (rumah dinas gubernur) pada tahun 2014.

“Saat itu seingat saya juga ada Pak Marwah dan sejumlah pejabat Pemprov Sumsel,” ujarnya.
Baca juga: Akhmad Najib bantah terima honor panitia bangun Masjid Sriwijaya

Lalu, atas perintah tersebut, nilai uang itu dia masukkan sebagai dana hibah pembangunan masjid dalam rencana kerja anggaran (RKA).

Setelah itu, masuk dalam pembahasan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Sumsel yang saat itu diketuai oleh tersangka Mukti Sulaiman.

Pemprov Sumsel mencairkan dana hibah senilai Rp130 miliar untuk pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tersebut yang dilakukan sebanyak dua termin.

Pada termin pertama tahun 2015 senilai Rp50 miliar, dan termin kedua pada tahun 2017 senilai Rp80 miliar yang masing-masing berasal dari APBD Provinsi Sumsel, setelah ditandatangani NPHD oleh Asisten 3 Kesra Pemprov Sumsel Akhmad Najib.

Dalam kesempatan itu Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menghadirkan 11 orang saksi Alex Noerdin, Muddai Madang, Jimly Asiddique, Marwan M Diah, Aditia Muhammad Pratama secara daring.

Sedangkan saksi lainnya yakni M Rudyana, Ryzky Novandi, Resto Livian Subakti, Erwan Gustan, Rivelino Satia Nugraha dan Basyaruddin secara langsung.
Baca juga: Alex Noerdin batal ditahan di Rutan KPK
Baca juga: Pemberian dana hibah bangun Masjid Raya Palembang maladministrasi