Jaksa dakwa terdakwa korupsi Masjid Sriwijaya tiga pasal berlapis
Sumatera Selatan (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan mendakwa dua terdakwa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang dengan pasal berlapis.
Kedua terdakwa, Mukti Sulaiman (mantan Sekertaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan) dan Ahmad Nasuhi (mantan Plt Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan) mendengarkan pembacaan surat dakwaan pada sidang secara virtual di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
JPU Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Roy Riyadi dalam pembacaan surat dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz menjerat kedua terdakwa dengan pasal 2 Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2001, tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP subsider pasal 3 nomor 20 tahun 2001 UU Tipikor.
Kemudian, pasal 171 ayat (4) junto pasal 178 ayat 4, junto pasal 184 ayat (2) dan junto pasal 4 ayat (1) sebagaimana yang dirubah dalam Permendagri nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Lalu, pasal 56 ayat 1, junto pasal 86 ayat (2) junto pasal 4 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Lalu pasal 2 Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2001, tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP subsider pasal 3 nomor 20 tahun 2001 UU Tipikor.
Jaksa mengatakan pengenaan pasal berlapis kepada kedua terdakwa dikarenakan dari segenap rangkaian persidangan terbukti lalai dengan tidak melakukan verifikasi proposal dana hibah.
Keduanya langsung mencairkan dana APBD senilai Rp50 miliar pada tahun 2015 dan Rp80 miliar pada tahun 2017 sebagai dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
Atas perbuatan tersebut telah menyebabkan kerugian negara Rp116 miliar dari total Rp130 miliar dana hibah pembangunan masjid tersebut.
"Telihat jelas kalau atas perbuatan kedua terdakwa ini dianggap telah menguntungkan diri, atau orang lain atau koorporasi," kata JPU.
Sementara itu, kedua terdakwa melalui penasihat hukum menerima dakwaan dari JPU atau tidak memberikan sanggahan atau pembelaan.
"Dari dakwaan itu kami menilai sudah jelas jika terdakwa hanya melakukan kesalahan administratif. Biar saja JPU buktikan dakwaannya nanti," kata Iswandi Idris, penasihat hukum terdakwa Mukti Sulaiman.
Terkait kasus pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ini, terdapat enam orang yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa.
Empat terdakwa lainnya Eddy Hermanto mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya, Dwi Kridayani KSO PT Brantas Abipraya - Yodya Karya, Syarifudin Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya dan Yudi Arminto Project Manager PT Brantas Abipraya.
Kejaksaan juga sudah menetapkan mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin, mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Negara (BPKAD) Laoma L Tobing sebagai tersangka, Rabu (22/9).
Masjid Raya Sriwijaya dibangun di atas lahan seluas 9 Hektare yang berada dalam satu komplek dengan Islamic Center di kawasan Jakabaring Palembang pada 2015. Saat ini bangunan fisik yang terealisasi berupa tiang-tiang pondasi.
Kedua terdakwa, Mukti Sulaiman (mantan Sekertaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan) dan Ahmad Nasuhi (mantan Plt Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan) mendengarkan pembacaan surat dakwaan pada sidang secara virtual di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis.
JPU Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Roy Riyadi dalam pembacaan surat dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz menjerat kedua terdakwa dengan pasal 2 Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2001, tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP subsider pasal 3 nomor 20 tahun 2001 UU Tipikor.
Kemudian, pasal 171 ayat (4) junto pasal 178 ayat 4, junto pasal 184 ayat (2) dan junto pasal 4 ayat (1) sebagaimana yang dirubah dalam Permendagri nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Lalu, pasal 56 ayat 1, junto pasal 86 ayat (2) junto pasal 4 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Lalu pasal 2 Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2001, tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP subsider pasal 3 nomor 20 tahun 2001 UU Tipikor.
Jaksa mengatakan pengenaan pasal berlapis kepada kedua terdakwa dikarenakan dari segenap rangkaian persidangan terbukti lalai dengan tidak melakukan verifikasi proposal dana hibah.
Keduanya langsung mencairkan dana APBD senilai Rp50 miliar pada tahun 2015 dan Rp80 miliar pada tahun 2017 sebagai dana hibah dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
Atas perbuatan tersebut telah menyebabkan kerugian negara Rp116 miliar dari total Rp130 miliar dana hibah pembangunan masjid tersebut.
"Telihat jelas kalau atas perbuatan kedua terdakwa ini dianggap telah menguntungkan diri, atau orang lain atau koorporasi," kata JPU.
Sementara itu, kedua terdakwa melalui penasihat hukum menerima dakwaan dari JPU atau tidak memberikan sanggahan atau pembelaan.
"Dari dakwaan itu kami menilai sudah jelas jika terdakwa hanya melakukan kesalahan administratif. Biar saja JPU buktikan dakwaannya nanti," kata Iswandi Idris, penasihat hukum terdakwa Mukti Sulaiman.
Terkait kasus pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ini, terdapat enam orang yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa.
Empat terdakwa lainnya Eddy Hermanto mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya, Dwi Kridayani KSO PT Brantas Abipraya - Yodya Karya, Syarifudin Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya dan Yudi Arminto Project Manager PT Brantas Abipraya.
Kejaksaan juga sudah menetapkan mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin, mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Negara (BPKAD) Laoma L Tobing sebagai tersangka, Rabu (22/9).
Masjid Raya Sriwijaya dibangun di atas lahan seluas 9 Hektare yang berada dalam satu komplek dengan Islamic Center di kawasan Jakabaring Palembang pada 2015. Saat ini bangunan fisik yang terealisasi berupa tiang-tiang pondasi.