SKK Migas dan PHR optimistis produksi Blok Rokan kembali naik

id Blok Rokan,SKK Migas,Pertamina Hulu Rokan,IATMI

SKK Migas dan PHR optimistis produksi Blok Rokan kembali naik

Tangkapan layar Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman pada diskusi “Menjaga Keandalan Operasi Wilayah Rokan” yang diselenggarakan secara virtual oleh Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (22/7/2021). ANTARA/Faisal Yunianto.

Jakarta (ANTARA) - SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yakin produksi migas Blok Rokan di Provinsi Riau dapat meningkat kembali melalui usaha-usaha yang akan dilakukan setelah masa alih kelola serta dukungan semua pihak, meskipun diakui butuh waktu dan usaha untuk pencapaiannya.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan pandemi Covid-19 memang telah memukul seluruh industri. Namun terpukulnya industri hulu migas tidak separah beberapa industri lain.

“Kinerja hulu migas yang dapat dijaga, memberikan kontribusi yang besar pada penerimaan negara yang saat ini sangat membutuhkan pembiayaan dalam penanggulangan Covid-19,” kata Fatar Yani pada diskusi “Menjaga Keandalan Operasi Wilayah Rokan” yang diselenggarakan secara virtual oleh Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis. Tampil pula sebagai pembicara pada diskusi tersebut Direktur Utama PHR Jaffee Arizon Suardin, dan Sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo.

Menurut Fatar Yani, blok migas yang berkontribuasi paling lama di Indonesia dan masih memiliki potensi yang menarik adalah Blok Rokan. Blok Rokan telah menjadi tulang punggung produksi minyak nasional selama 70 tahun sejak berproduksi pertama kali pada 1951. Nasib blok tersebut telah ditentukan sejak 2018. Saat itu masih top producer sehingga proses transisi dimulai dalam waktu yang panjang.

“Maka transisi yang panjang ini dapat dilakukan secara seamless dan tidak ada kendala. Blok Rokan juga memiliki potensi cadangan dalam bentuk unconventional. Sumur yang paling banyak dioperasikan di Rokan ada 10.000 sumur, yang beroperasi saat ini sekitar 8 ribuan,” ujarnya.

Fatar menilai strategi dalam pengelolaan blok Rokan pascatransisi untuk jangka pendek pada 2021 adalah mempertahankan produksi dan transisi yang sukses ke PHR. Sedangkan periode 2022-2025 adalah upaya peningkatan produksi dengan investasi yang signifikan termasuk telah berproduksinya Chemical EOR di Minas. Jangka panjang pada 2026 adalah produksi yang tinggi sesuai long term plan (LTP) PHR Rokan.

“Mengingat kontribusi Blok Rokan yang sangat besar tersebut, pemerintah bersama SKK Migas telah memberikan perhatian ketika blok ini dalam proses peralihan dari kontraktor Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PHR. Untuk menjaga agar produksi Blok Rokan tetap tinggi dan bisa dijaga secara optimal, telah ditandatangani Head of Agreement (HOA) antara SKK Migas dan CPI pada 28 September 2020," ujar Fatar.

Di sisi lain, lanjut Fatar, PSC Rokan tidak mengatur pencadangan dana pemulihan pasca tambang atau Abandonment and Site Restoration (ASR). Dengan demikian, untuk menjaga tingkat produksi WK Rokan sangat bergantung kepada pengembalian biaya investasi. Namun, dengan adanya perjanjian Head Of Agreement (HOA) akan menjamin ketersediaan dana ASR serta pengembalian biaya investasi dapat dijamin.

Jumlah program pemboran pada masa alih kelola di HOA berjumlah 192 sumur. “Namun melihat perkembangan yang ada, target pemboran tidak tercapai. SKK Migas telah melakukan koordinasi dengan PHR agar menggenjot pemboran sumur agar target produksi dan lifting 2021 dapat dicapai,” ujar Fatar.

Jaffee Arizon Suardin, Direktur Utama PHR, menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan kontribuasi SKK Migas dalam proses alih kelola. Dengan dukungan dari SKK Migas tersebut, proses alih kelola ini menjadi lebih pasti dan ada jaminan. Hal ini bisa dilihat proses saat ini yang dirasakan sangat membantu ketika dikelola oleh PHR.

“Pengeboran adalah salah satu upaya menjaga produksi Blok Rokan, dari target 192 sumur yang tadi disampaikan Wakil Kepala SKK Migas, yang tidak bisa direalisasikan oleh existing operator akan dilanjutkan oleh PHR, termasuk sumur-sumur yang direncanakan oleh PHR. Kami perkirakan dengan asumsi 70 sumur belum bisa diselesaikan saat alih kelola, jumlah sumur yang bisa dibor sampai Desember 2021 akan mencapai sekitar 164 sumur,” kata Jaffee.

Jaffee mengatakan Blok Rokan berbeda dengan blok lainnya karena menyumbang 24 persen produksi minyak nasional. Serta ada 104 lapangan yang tersebar dari utara sampai ke selatan.

“Ini yang harus kita kelola agar produksi bisa dipertahankan. Ada sembilan bidang prioritas alih kelola. Kami akan teruskan apa yang belum diselesaikan, mulai 9 Agustus 2021 yang tujuannya agar pada 2021 jumlah sumur tidak kurang sesuai rencana,” ungkap Jaffee.

Mantan Deputi Perencanaan SKK Migas itu juga mengatakan PHR akan mengebor dan menyiapkan resources untuk 161 sumur dengan asumsi 77 sumur yang belum sempat diselesaikan oleh eksisting operator. Saat ini, persiapan terus dilakukan. Pertamina sudah menyiapkan sekitar 16-17 rig dan material. Bahkan, rig dan material tersebut bisa digunakan sebelum tanggal 9 Agustus untuk bisa membantu sumur yang sedang dikerjakan eksisting operator. “Tujuannya agar proses alih kelola ini bisa jalan lancar tanpa gangguan,” tukasnya.

Menurut Jaffee, Pertamina berkomitmen untuk menggali semua potensi yang ada secara masif, agresif, dan efisien. Serta menyiapkan tidak hanya sumur yang dibor pada 2021, namun juga pada 2022. “Bukan mengejar jumlah sumur, maunya jumlah sumur paling sedikit tapi produksi paling besar. Di blok ini memang dibutuhkan sumur yang banyak,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekjen IATMI yang juga Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana, Hadi Ismoyo menyoroti pemberian hak partisipasi (Participating Interest/PI) 10 persen ke daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk di Blok Rokan nantinya.

“Tantangannya, di antaranya diperlukan profesional migas untuk melaksanakan tata kelola PI 10 persen. BUMD pengelola harus slim dan agile, serta cepat dalam membuat dan mengolah keputusan strategis,” kata Hadi.

Menurut dia, tantangan yang ada saat ini adalah adanya fakta di lapangan banyak PI 10 persen dengan berbagai sebab belum diselesaikan atau belum diberikan ke BUMD sesuai amanat Permen 37, baik sebab teknis dan nonteknis. Selain itu, sosialisasi belum menyentuh akar semangat PI 10 persen yang menyangkut ada hak dan kewajiban masing masing pihak. Ada pula leak off komunikasi antara operator dan BUMD karena level pemahaman yang berbeda.

“Saya berharap untuk BUMD Riau yang akan mengelola PI dikelola secara profesional dan mampu menjadi mitra PHR. Dikelola secara profesional dengan tetap memberikan ruang bagi keikutsertaan stakeholders di daerah secara bertahap. Selain itu selain pemasukan sebagai PAD, juga untuk meng-generate potensi lainnya agar usaha BUMD Riau semakin berkembang,” katanya.