Balai Arkeolog teliti potensi peninggalan megalitikum di Maluku Utara

id Balai Arkeologi Maluku,arkeologi,megalitikum

Balai Arkeolog teliti potensi peninggalan megalitikum di Maluku Utara

Tim arkeolog dari Balai Arkeologi Maluku melakukan ekskavasi di situs Kadato Biji Nagara, Kedaton Lama Kesultanan Tidore, Provinsi Maluku Utara, pada 2019. (ANTARA/HO-Balai Arkeologi Maluku)

Ambon (ANTARA) - Balai Arkeologi Maluku menurunkan tim untuk meneliti dan mengumpulkan data potensi kepurbakalaan peninggalan masa prasejarah megalitikum (zaman batu besar) yang ada di wilayah Provinsi Maluku Utara.

Bertema "Megalitik Khatulistiwa", penelitian tersebut dipimpin oleh Arkeolog Muhammad Nur dari Departemen Arkeologi Universitas Hassanudin, Makassar.

"Semua kampung lama ada peninggalan megalitik dan itu yang berusaha yang kami teliti selama 21 hari di sini, meneliti dan mengumpulkan berbagai data juga informasi terkait itu," kata Muhammad Nur saat dihubungi dari Ambon, Kamis.

Ia mengatakan potensi kepurbakalaan di Maluku Utara sangat besar, sebarannya cukup merata dan ada hampir di setiap perkampungan lama masyarakat setempat, dan berkaitan dengan tradisi maupun kepercayaan mereka di masa lalu.

Banyak peninggalan berciri megalitikum ditemukan kampung-kampung lama dalam penelitian sebelumnya, salah satunya adalah dolmen (meja batu untuk sesajen).

Karena itu, selain penelitian dalam bentuk pengumpulan data dan informasi, tim yang dipimpinnya juga akan melakukan ekskavasi di dua lokasi di Halmahera dan Tidore.

"Kalau kuantitas terbanyak adalah megalitik, tapi di Halmahera Utara berbeda dengan selatan, di selatan sama sekali tidak ada dolmen, padahal mereka berada di wilayah yang sama, itu juga yang ingin kami cari tahu," ucap Muhammad Nur.

Megalitik Khatulistiwa merupakan penelitian lanjutan Balai Arkeologi Maluku yang sebelumnya dilaksanakan pada 2019, dan dijadwalkan untuk dilanjutkan pada 2020 tapi tertunda karena pandemi COVID-19.

Pada penelitian sebelumnya ditemukan beberapa peninggalan berciri megalitik dengan keberagaman bentuk dan fungsi untuk pemujaan leluhur seperti altar batu, lumpang batu, lesung batu, batu asah, batu dakon, batu berhias, batu berlubang dan batu bergores tersebar di Pulau Halmahera, Tidore dan Moti.

Selain itu, ditemukan juga "Jere", istilah lokal masyarakat di Maluku Utara untuk menyebut tempat keramat yang biasanya direpresentasikan melalui menhir, bongkahan batu utuh, makam dan pohon-pohon besar dengan pola yang berbeda-beda di Pulau Tidore, Moti, Halmahera dan Mabon.

Jere yang ditemukan di situs Mafujara Pulau Tidore menggunakan medium pemujaan berupa pohon dan batu monolit, Jere di Pulau Moti ditandai dengan susanan batu dengan bentuk persegi yang di dalamnya terdapat batu tegak dianggap sebagai nisan makam, sedangkan Jere di Pulau Mobon ditandai dengan susanan batu dengan bentuk tidak beraturan yang di atasnya terdapat piring.

Sementara di Pulau Halmahera, Jere Wae Mia ditandai dengan pengaturan batu membentuk lingkaran yang di dalamnya diatur sejumlah piring, dan situs Keramat Tanjung Dubu menggunakan medium pemujaan berupa pohon bambu.