Permintaan bibit kelinci meningkat saat pandemi
Magelang (ANTARA) - Permintaan bibit kelinci di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah meningkat di saat pandemi COVID-19.
"Permintaan bibit kelinci saat pandemi ini juga heboh seperti tanaman hias dan ikan hias," kata Damar Triyanto peternak kelinci di Dusun Citran, Desa Parimono, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Selasa.
Ia menyebutkan permintaan bibit kelinci per minggu bisa mencapai 100 ekor.
"Di masa pandemi tidak mengurangi minat untuk ternak kelinci, bahkan semakin banyak. Mungkin mereka yang terkena PHK ingin mencoba ternak kelinci dari pada menganggur dan ternak kelinci memang menjanjikan," katanya.
Menurut dia menjual kelinci sekarang sangat mudah kalau ada bibit yang bagus, melalui model online (daring).
Mereka yang pesan tidak hanya dari sekitar Magelang saja, tetapi bisa luar daerah atau luar provinsi.
Ia menyebutkan jenis yang diternak 95 persen jenis New Zealand white, untuk harga kelinci asli keturunan New Zealand induk sekitar Rp3 juta per pasang, kalau anakan umur 78 hari sekitar Rp1 juga hingga Rp1,5 juta per pasang.
Kemudian untuk tipe kedua B cross atau hasil persilangan harga indukan Rp800 ribu hingga Rp900 ribu per pasang dan anakan sekitar Rp350 ribu per pasang. Selanjutnya tipe lokal New Zealand atau sudah lama bermukim di sini tetapi tetap generasi dari New Zealand lebih murah indukan rata-rata Rp300 rubu hingga Rp400 ribu per pasang dan anakan sekitar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per pasang.
Ia menyampaikan beternak kelinci sekarang lebih mudah, karena sudah tersedia pakan berupa pelet, sehingga tidak perlu mencari rumput.
"Di pasar banyak tersedia pelet untuk kelinci yang kebutuahan proteinnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan protein kelinci, sekitar 17-18 persen protein nabati bukan hewani," katanya.
Damar yang juga membuka warung sate kelinci di Jalan Palbapang-Borobudur, Kabupaten Magelang ini menuturkan untuk stok daging kelinci di masa pandemi ini cenderung melimpah, karena daya serap cenderung berkurang akibat kondisi warung agak sepi bahkan beberapa warung dengan menu daging kelinci tutup.
Usaha warung sate kelinci kebanyakan di daerah wisata, katanya, padahal kunjungan wisata di masa pandemi sepi sehingga juga berdampak pada kondisi warung.
"Sebelum pandemi kami sempat kesulitan mencari daging kelinci di Magelang, maka kami harus mendatangkan dari Ngawi atau Bogor, tetapi saat ini kebutuhan daging kelinci datang sendiri, karena banyak yang menawarkan ke warung kami," katanya.
Ia menyebutkan untuk memenuhi daging di warung satenya bukan hanya dari ternaknya, tetapi justru lebih banyak dibeli dari peternak lain.
"Alhamdulilah di masa pandemi ini untuk mencukupi kebutuhan warung, rata-rata lima ekor per hari, kalau sebelum pandemi kebutuhan bisa 7 sampai 10 ekor per hari," katanya.
"Permintaan bibit kelinci saat pandemi ini juga heboh seperti tanaman hias dan ikan hias," kata Damar Triyanto peternak kelinci di Dusun Citran, Desa Parimono, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Selasa.
Ia menyebutkan permintaan bibit kelinci per minggu bisa mencapai 100 ekor.
"Di masa pandemi tidak mengurangi minat untuk ternak kelinci, bahkan semakin banyak. Mungkin mereka yang terkena PHK ingin mencoba ternak kelinci dari pada menganggur dan ternak kelinci memang menjanjikan," katanya.
Menurut dia menjual kelinci sekarang sangat mudah kalau ada bibit yang bagus, melalui model online (daring).
Mereka yang pesan tidak hanya dari sekitar Magelang saja, tetapi bisa luar daerah atau luar provinsi.
Ia menyebutkan jenis yang diternak 95 persen jenis New Zealand white, untuk harga kelinci asli keturunan New Zealand induk sekitar Rp3 juta per pasang, kalau anakan umur 78 hari sekitar Rp1 juga hingga Rp1,5 juta per pasang.
Kemudian untuk tipe kedua B cross atau hasil persilangan harga indukan Rp800 ribu hingga Rp900 ribu per pasang dan anakan sekitar Rp350 ribu per pasang. Selanjutnya tipe lokal New Zealand atau sudah lama bermukim di sini tetapi tetap generasi dari New Zealand lebih murah indukan rata-rata Rp300 rubu hingga Rp400 ribu per pasang dan anakan sekitar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per pasang.
Ia menyampaikan beternak kelinci sekarang lebih mudah, karena sudah tersedia pakan berupa pelet, sehingga tidak perlu mencari rumput.
"Di pasar banyak tersedia pelet untuk kelinci yang kebutuahan proteinnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan protein kelinci, sekitar 17-18 persen protein nabati bukan hewani," katanya.
Damar yang juga membuka warung sate kelinci di Jalan Palbapang-Borobudur, Kabupaten Magelang ini menuturkan untuk stok daging kelinci di masa pandemi ini cenderung melimpah, karena daya serap cenderung berkurang akibat kondisi warung agak sepi bahkan beberapa warung dengan menu daging kelinci tutup.
Usaha warung sate kelinci kebanyakan di daerah wisata, katanya, padahal kunjungan wisata di masa pandemi sepi sehingga juga berdampak pada kondisi warung.
"Sebelum pandemi kami sempat kesulitan mencari daging kelinci di Magelang, maka kami harus mendatangkan dari Ngawi atau Bogor, tetapi saat ini kebutuhan daging kelinci datang sendiri, karena banyak yang menawarkan ke warung kami," katanya.
Ia menyebutkan untuk memenuhi daging di warung satenya bukan hanya dari ternaknya, tetapi justru lebih banyak dibeli dari peternak lain.
"Alhamdulilah di masa pandemi ini untuk mencukupi kebutuhan warung, rata-rata lima ekor per hari, kalau sebelum pandemi kebutuhan bisa 7 sampai 10 ekor per hari," katanya.