Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa penyakit diabetes mellitus (DM) atau dikenal dengan kencing manis, tidak hanya menyebabkan kematian prematur di seluru dunia.
Penyakit ini juga menjadi penyebab utama kebutaan, penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
Organisasi Internasional Diabetes (International Diabetes Federation/IDF) pada 2017 melaporkan bahwa epidemi DM di Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat.
Bahkan, Indonesia adalah negara peringkat keenam di dunia setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko dengan jumlah penyandang DMs usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta orang.
Namun, dalam perkembangan terbarunya seperti dilansir https://pusdatin.kemkes.go.id/, IDF memperkirakan sedikitnya sudah 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes pada 2019 atau setara dengan angka prevalensi 9,3 persen dari total jumlah penduduk dunia pada usia sama.
Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi DM pada 2019 adalah sembilan persen pada perempuan dan 9,65 pada lelaki.
Prevalensi DM diperkirakan meningkat seiring dengan penambahan umur penduduk menjadi 19,9 persen atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun.
Angka tersebut diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 578 juta penduduk pada 2030 dan 700 juta orang pada 2045.
Sejauh ini, pada umumnya penderita DB lebih dominan melakukan pengobatan dengan cara medis, dalam arti menggunakan obat-obatan dalam dunia kedokteran modern.
Namun, belakangan tidak sedikit para "diabetasi" -- sebutan bagi penderita penyakit tidak menular (PTM) itu -- dengan pengobatan alternatif, yakni melalui tumbuh-tumbuhan yang diyakini, dan bahkan ada yang sudah melakukan kajian ilmiah melalui penelitian, yakni yang dikenal dengan obat-obatan herbal.
Daun kelor
Salah satu alternatif pengobatan herbal itu adalah mengonsumsi daun kelor (Moringa oleifera Lam).
Wujudnya, berupa membuatnya seperti sayuran bening --seperti pada bayam-- ada yang mengeringkannya dan kemudian dijadikan teh daun kelor, atau menumbuknya dan menyaringnya menjadi cairan lebih kental, dan beberapa inovasi lainnya, termasuk dalam bentuk kapsul.
"Saya lebih menyukai dalam bentuk teh daun kelor," kata Encep, penderita DM dari Bogor, Jawa Barat.
Malahan, saat ini Kemenkes juga menyuarakan manfaat daun kelor itu, tidak hanya untuk alternatif penanganan penyakit diabetes, namun juga ketahanan tubuh saat pandemi COVID-19 ini.
Dua cuitan di Twitter resmi Kemenkes pada 9 Agustus 2020 menunjukkan hal tersebut.
Dalam akun @KemenkesRI itu dicuitkan bahwa: "Meningkatkan daya tahan tubuh terutama di masa pandemi COVID-19, adalah hal penting agar kita tetap sehat & terhindar dari infeksi. Salah satunya dengan memanfaatkan daun kelor
"Cara bikinnya mudah kok, cukup rebus dgn air sampai mendidih, dinginkan dan saring. Yuk coba di rumah," demikian cuitan itu.
Kemudian, cuitan lainnya: "Apa saja kandungan daun kelor? Daun kelor mengandung potasium, kalsium, vitamin C, vitamin A, protein dan zat besi. Dengan manfaat yang besar ini, daun kelor sangat dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak dalam masa pertumbuhannya".
Penelitian
Sudah cukup banyak penelitian ilmiah yang mengungkap manfaat daun kelor bagi pengobatan DM, di antara ada dalam jurnal penelitian berjudul "Efek Antidiabetik pada Daun Kelor" yang ditulis Talytha Alethea, mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Lampung (Unila) dan M. Ricky Ramadhian dari Bagian Mikrobiologi FK Unila pada Desember 2015.
Penelitian itu menyatakan DM merupakan kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikan berdasarkan penyakit hiperglikemia dari adanyadefek pada sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Hiperglikemia kronis pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai macam organ, terutama mata, ginjal, persarafan, jantung, dan pembuluh darah.
Stres oksidatif sudah diterima secara luas sebagai faktor utama yang berkontribusi dalam patogenesisdiabetes.
Berbagai alternatif pengobatan telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit diabetes, di antaranya dengan tanaman herbal, seperti ekstrak daun kelor.
Kebutuhan nutrisi, profilaksis, dan kegunaan terapeutik pada tanaman ini mendapat banyak pujian di internet. Kandungan flavonoid pada tanaman daun kelor berpotensi untuk menjadi alternatif terapi untuk hiperglikemia kronis.
Ekstrak daun kelor terbukti memiliki efek antidiabetik dan antihiperglikemik dan mampu menurunkan kadar gula darah dan menurunkan kadar HbA1C yang merupakan indikator keberhasilan pengobatan pada pasien DM melalui berbagai mekanisme.
Peneliti menyatakan tidak dalam pengobatan tradisional saja, dengan berbagai penelitian lanjut diharapkan ekstrak daun kelor juga digunakan dalam ilmu kedokteran modern.
Penelitian lain dalam Jurnal Media Laboran, Volume 8, Nomor 2, Mei 2018 berjudul "Pemberian Rebusan Daun Kelor Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Penderita Diabetes Mellitus (DM) yang dilakukan Arleni Syamra, Andi Indrawati, dan Andi Auliyah Warsyidah dari Program Studi (Prodi) D3 Analis Kesehatan Universitas Indonesia Timur (UIT) Sulsel juga menemukan simpulan sama.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada September2017 disimpulkan tim peneliti bahwa pemberian air rebusan daun kelor dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pasien penderita DM.
Dari pemberian air rebusan daun kelor selama empat hari, maka penurunan kadar glukosa darah terlihat pada pemberian air rebusan daun kelor di hari ke-4 penelitian.
Berdasarkan manfaat tersebut, Prof Ervizal Amzu, Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam https://journal.ipb.ac.id/ menyarankan adanya kampung konservasi kelor.
Ia mengatakan pengembangan kampung konservasi kelor itu, yaitu melalui gerakan penanaman dan pemanfaatan tanaman kelor dalam rangka mendukung gerakan nasional sadar gizi dan mengatasi malnutrisi di Indonesia.
Tanaman kelor sendiri memiliki kandungan super nutrisi yang telah diverifikasi oleh berbagai lembaga ilmiah dan universitas sehingga kelor dapat menjadi alternatif solusi mengatasi malnutrisi di Indonesia, jika masyarakat dapat memahami dan menyadari akan potensi besar yang dimiliki tanaman ini.