Jakarta (ANTARA) - Menjaga kinerja perusahaan di tengah kondisi yang masyarakatnya berubah drastis akibat pandemi COVID-19 memang tidak mudah, perlu kiat tersendiri meramu strategi secara cepat dan tepat.
Seperti diketahui, kinerja badan usaha milik negara (BUMN) secara umum mengalami tekanan. Menteri BUMN Erick Thohir pun tak menampik pandemi COVID-19 memberikan imbas pada kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah.
Menteri Erick mengakui bahwa 90 persen perusahaan BUMN terkena dampak pandemi COVID-19.
Artinya, BUMN dianggap dalam kondisi pareto, yakni mayoritas pendapatan BUMN hanya bersumber dari sebagian kecil perusahaan.
Baca juga: BUMN: Pertamina nantinya jadi produsen baterai kendaraan listrik
Di sisi lain, pandemi COVID-19 juga berdampak pada pembagian dividen atas laba bersih ke pemerintah pada tahun 2021.
Awalnya Erick menargetkan dividen tercapai, bahkan optimistis lebih. Akan tetapi, sekarang pencapaiannya bisa 50 persen saja dinilai sudah cukup baik.
Kementerian BUMN menargetkan setoran dividen BUMN untuk negara pada tahun 2021 sebesar Rp26,1 triliun, tergerus hampir 50 persen dibandingkan 2020 yang telah ditetapkan dalam APBN sebesar Rp49 triliun.
Setoran dividen BUMN pada tahun depan diproyeksikan berasal dari BUMN perbankan sebesar Rp11,9 triliun dan dari BUMN nonperbankan sebesar Rp14,2 triliun
"Situasi BUMN sendiri, suka tidak suka, kondisi BUMN sama seperti kebanyakan perusahaan swasta. Sebanyak 90 persen terdampak, hanya 10 persen yang berjalan normal," kata Menteri Erick.
Baca juga: Mantan Menteri BUMN: Pembentukan "superholding" BUMN belum mendesak
Kendati demikian, BUMN sebagai pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional tetap dituntut untuk memberikan kontribusi terhadap negara dan perekonomian nasional agar pertumbuhannya tidak tertekan lebih dalam.
Saat ini terdapat lebih dari 100 BUMN dengan total aset mencapai lebih dari Rp8.000 triliun, tidak banyak yang tahu bahwa total aset BUMN itu lebih besar daripada total aset pemerintah yang sekitar Rp6.600 triliun
Sementara itu, pendapatan BUMN, sebelum COVID-19 mencapai sekitar Rp2.400 triliun setahun, itu kira-kira sama besarnya dengan APBN.
"Dengan size yang sebesar ini, BUMN memiliki peran yang sangat besar ke ekonomi Indonesia," ujar Wakil Menteri BUMN I, Budi Gunadi Sadikin.
Tentunya, BUMN dituntut untuk harus terus bekerja dan bergerak agar ekonomi tetap berjalan.
Baca juga: Menteri BUMN Erick Thohir berencana bangun kawasan jasa kesehatan
Meski demikian, Erick juga mengingatkan agar BUMN tidak hanya bisnis yang menjadi fokus ke depan, tetapi juga harus memberikan pelayanan kepada publik.
"Suka tidak suka, BUMN itu memang tidak hanya berbisnis, tetapi public service harus ada," ucapnya.
Terdapat lima poin dalam road map BUMN, yakni nilai ekonomi dan sosial untuk Indonesia, inovasi model bisnis, kepemimpinan teknologi, peningkatan investasi, dan pengembangan talenta.
Perampingan
Dalam rangka memperbaiki kinerja BUMN, sejumlah strategi pun telah dilakukan Kementerian BUMN, yakni dengan melakukan penggabungan usaha, efisiensi, dan memperkuat arus kas (cash flow).
Kementerian BUMN bergerak cepat dengan melakukan perampingan 51 anak cucu BUMN mulai dari Pertamina, Telkom, dan Garuda Indonesia sejak awal kuartal kedua tahun ini.
Menteri Erick menyatakan akan meneruskan perampingan. Namun, tetap memperhatikan karyawan yang bekerja di dalamnya.
"Kita memastikan bagaimana pekerja diutamakan, digabungkan usaha lain, diprioritaskan efisiensi, dan memperkuat cash flow," ujar Menteri Erick.
Sejumlah BUMN bakal direstrukturisasi, dilebur, dan sebagian dilikuidasi agar kinerja perusahaan sehat.
Baca juga: Bukan karena ekonomi, Erick Thohir ungkap alasan pemerintah tidak "lockdown"
Kementerian BUMN pun telah memetakan perusahaan pelat merah berdasarkan portofolio bisnis. Pemetaan dilakukan berdasarkan parameter nilai ekonomi layanan publik.
Belum lama ini, Kementerian BUMN kembali membuka wacana pembubaran sejumlah perusahaan pelat merah. Setidaknya ada 14 perusahaan yang sudah masuk dalam daftar likuidasi.
Selain berencana melikuidasi 14 perusahaan, 34 BUMN lainnya akan dikonsolidasikan atau dimerger, 41 perusahaan akan dipertahankan dan dikembangkan, dan 19 perusahaan akan dikelola atau dimasukkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.
Pengawasan
Dalam mengawasi dan mengelola kinerja BUMN, Menteri Erick lebih memilih menggunakan konsep cluster.
"Di BUMN merupakan proses bisnis, investasi harus ada return bukan yang tiba-tiba ada project yang akhirnya menimbulkan korupsi. Oleh karena itu, dalam mengantisipasi kita membuat kluster. Makanya teori super holding kita tiadakan," ujar Erick.
Dalam konsep itu, Kementerian BUMN mengelompokkan berdasarkan pada end to end supply chain dan fokus bisnis inti BUMN.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan setiap Wakil Menteri BUMN mengawasi terhadap enam klaster.
Baca juga: Indonesia dorong kerja sama pangan dengan UAE
Wamen BUMN I membawahi industri migas dan energi, minerba, kehutanan dan perkebunan, pangan, kesehatan, dan manufaktur.
Sementara itu, Wamen BUMN II membawahi industri jasa keuangan, jasa asuransi dan dana pensiun, telekomunikasi dan media, infrastruktur, logistik, pariwisata dan pendukungnya.
Dengan konsep itu, menurut dia, bisnis BUMN dapat lebih terkontrol dan kompetitif sehingga dapat memberikan manfaat kepada negara.
"Kami mau ada fokus bisnisnya, jadi lebih terkontrol dan kompetitif, value chain-nya nyambung," kata Arya.
Pemetaan pengawasan itu tentunya diharapkan mampu menjaga perekonomian nasional dari dampak negatif akibat pandemi COVID-19. Tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan.
Dengan jumlah BUMN yang lebih efisien berdasarkan supply chain, diharapkan perusahaan BUMN dapat lebih fokus pada meningkatkan kinerja sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya, dan penerimaan negara pada khususnya.
BUMN dalam sistem pemulihan ekonomi
Menteri Erick mengakui bahwa 90 persen perusahaan BUMN terkena dampak pandemi COVID-19