Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis rendah terhadap kader PDI Perjuangan (PDIP) Saeful Bahri tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menganggap enteng perkara suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024.
"Vonis rendah terhadap Saeful Bahri sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari kerja penuntutan KPK yang terlihat menanggap enteng perkara ini. Buktinya, terdakwa hanya dituntut 2 tahun 6 bulan penjara," ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.
ICW, lanjut dia, sejak awal memang sudah memprediksi bahwa vonis-vonis dalam perkara korupsi yang juga melibatkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku tersebut akan sangat rendah.
"Jadi, dari perkara ini publik bisa melihat secara jelas bahwa KPK telah melunak dengan para pelaku korupsi atau jika menggunakan kosa kata yang sedang populer saat ini bisa dikatakan bahwa KPK telah memasuki era normal baru di bawah kepemimpinan Komjen Firli Bahuri. Publik dipaksa berdamai dengan situasi kepemimpinan KPK yang sebenarnya sangat jauh dari kata ideal," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, sejak dulu ICW mewanti-wanti agar Presiden Joko Widodo dan DPR tidak salah memilih ketika proses seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023.
"Jika salah pilih, maka akan memberikan efek buruk bagi pemberantasan korupsi di masa mendatang," ujar Kurnia.
Ia mengatakan putusan terhadap Saeful tersebut semakin menambah daftar panjang vonis ringan perkara korupsi. Catatan ICW sepanjang tahun 2019 rata-rata vonis perkara korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara;
"Selain itu, vonis-vonis ringan dalam perkara korupsi ini pun semestinya menjadi fokus bagi Ketua Mahkamah Agung yang baru. Sebab, bagaimana mungkin tercipta efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi jika hukumannya saja masih rendah," kata dia.
Sebelumnya, Saeful divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti ikut menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta.
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Saeful Bahri terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan dan pidana denda sebesar Rp150 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata ketua majelis hakim Panji Surono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta agar Saeful divonis 2,5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Keadaan yang memberatkan tidak membantu program pemerintah untuk memberantas korupsi, terdakwa sebagai kader partai tidak memberikan teladan yang baik. Keadaan yang meringankan terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, punya tanggungan keluarga, belum pernah dihukum," ujar hakim Panji menambahkan.
Putusan tersebut berdasarkan dakwaan primair dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.