Bukit Asam pertahankan rencana investasi, triwulan ini sudah setor modal Rp250 miliar bangun PLTU Sumsel 8
Sejauh ini, tidak ada perubahan rencana investasi meski ada wabah corona, salah satunya untuk pembangunan PLTU Sumsel 8. Proyek ini terus berlanjut sesuai rencana
Palembang (ANTARA) - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah menyetor modal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 8 sebesar Rp250 miliar pada triwulan I 2020.
Direktur Keuangan Bukit Asam Mega Satria dalam paparan kinerja perseroan secara virtual, Senin, mengatakan dana tersebut diambil dari alokasi dana belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp4 triliun pada 2020.
“Sejauh ini, tidak ada perubahan rencana investasi meski ada wabah corona, salah satunya untuk pembangunan PLTU Sumsel 8. Proyek ini terus berlanjut sesuai rencana,” kata dia.
Pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 berkapasitas 2x660 MW senilai 1,68 miliar dolar AS yang dikelola PT Huadian Bukit Asam Power diharapkan selesai sesuai target pada Maret 2022.
Sejauh ini, PTBA telah mengeluarkan belanja modal sebesar Rp407 miliar pada kuartal I 2020 atau 10,18 persen dari yang dialokasikan perseroan pada tahun ini.
Rincian pengeluaran capex sebesar Rp407 miliar itu, sebesar Rp39 miliar untuk investasi rutin dan perbaikan alat maupun pengadaan suku cadang dan sebesar Rp368 miliar untuk pengembangan.
Pada tahun ini, emiten berkode saham PTBA itu mengalokasikan capex sebesar Rp4 triliun, yang terdiri atas Rp200 miliar untuk investasi rutin dan sisanya Rp3,8 triliun untuk pengembangan.
Namun, ia tak menutup kemungkinan bakal ada revisi dari perencanaan awal terkait belanja modal ini mengingat seluruh sektor bisnis tak terkecuali penjualan batubara dihadapkan pelemahan akibat pandemi corona.
Perubahan target dan panduan tersebut, menurut Mega, akan disampaikan perseroan pada paparan kuartal kedua tahun ini yang akan dilakukan pada Juli mendatang.
Sementara itu, pada kuartal I 2020 PTBA mencatatkan penurunan pendapatan 4,02 persen menjadi sebesar Rp5,12 triliun dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,34 triliun. Baca juga: Bukit Asam raup laba Rp1 triliun di tengah pandemi COVID-19
Perseroan membukukan penurunan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 20,57 persen menjadi hanya Rp903,25 miliar daripada posisi kuartal I 2019 sebesar Rp1,14 triliun.
Hal ini seiring kenaikan volume penjualan, volume angkutan batu bara, dan kenaikan biaya jasa penambangan terkait dengan peningkatan kurs dan jarak angkut pada kuartal I 2020 dibandingkan dengan kuartal I 2019 sehingga beban pokok pendapatan membengkak menjadi Rp3,6 triliun.
Meskipun laba terkoreksi, Mega memastikan bahwa perseroan masih memiliki kas setara Rp8,1 triliun yang dapat menunjang rencana ekspansi hingga menghadapi fluktuasi harga batubara di tengah pandemi.
Sementara itu, Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan perseroan sedang mengkaji kemungkinan dilakukan revisi target mengingat pandemi COVID-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir.
Jika merujuk analisis ahli, bahwa virus ini akan berakhir pada Juni atau Juli, maka Arviyan optimistis bahwa perseroannya tidak akan merevisi target.
Namun, jika skenario terburuk terjadi yakni baru berakhir pada Oktober atau November 2020, maka mau tidak mau PTBA akan merevisi semua target pencapaian tahun ini.
“Tentunya, semua juga harus realistis jika skenario terburuk ini yang terjadi,” kata dia.
Direktur Keuangan Bukit Asam Mega Satria dalam paparan kinerja perseroan secara virtual, Senin, mengatakan dana tersebut diambil dari alokasi dana belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp4 triliun pada 2020.
“Sejauh ini, tidak ada perubahan rencana investasi meski ada wabah corona, salah satunya untuk pembangunan PLTU Sumsel 8. Proyek ini terus berlanjut sesuai rencana,” kata dia.
Pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 berkapasitas 2x660 MW senilai 1,68 miliar dolar AS yang dikelola PT Huadian Bukit Asam Power diharapkan selesai sesuai target pada Maret 2022.
Sejauh ini, PTBA telah mengeluarkan belanja modal sebesar Rp407 miliar pada kuartal I 2020 atau 10,18 persen dari yang dialokasikan perseroan pada tahun ini.
Rincian pengeluaran capex sebesar Rp407 miliar itu, sebesar Rp39 miliar untuk investasi rutin dan perbaikan alat maupun pengadaan suku cadang dan sebesar Rp368 miliar untuk pengembangan.
Pada tahun ini, emiten berkode saham PTBA itu mengalokasikan capex sebesar Rp4 triliun, yang terdiri atas Rp200 miliar untuk investasi rutin dan sisanya Rp3,8 triliun untuk pengembangan.
Namun, ia tak menutup kemungkinan bakal ada revisi dari perencanaan awal terkait belanja modal ini mengingat seluruh sektor bisnis tak terkecuali penjualan batubara dihadapkan pelemahan akibat pandemi corona.
Perubahan target dan panduan tersebut, menurut Mega, akan disampaikan perseroan pada paparan kuartal kedua tahun ini yang akan dilakukan pada Juli mendatang.
Sementara itu, pada kuartal I 2020 PTBA mencatatkan penurunan pendapatan 4,02 persen menjadi sebesar Rp5,12 triliun dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,34 triliun. Baca juga: Bukit Asam raup laba Rp1 triliun di tengah pandemi COVID-19
Perseroan membukukan penurunan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 20,57 persen menjadi hanya Rp903,25 miliar daripada posisi kuartal I 2019 sebesar Rp1,14 triliun.
Hal ini seiring kenaikan volume penjualan, volume angkutan batu bara, dan kenaikan biaya jasa penambangan terkait dengan peningkatan kurs dan jarak angkut pada kuartal I 2020 dibandingkan dengan kuartal I 2019 sehingga beban pokok pendapatan membengkak menjadi Rp3,6 triliun.
Meskipun laba terkoreksi, Mega memastikan bahwa perseroan masih memiliki kas setara Rp8,1 triliun yang dapat menunjang rencana ekspansi hingga menghadapi fluktuasi harga batubara di tengah pandemi.
Sementara itu, Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan perseroan sedang mengkaji kemungkinan dilakukan revisi target mengingat pandemi COVID-19 yang belum diketahui kapan akan berakhir.
Jika merujuk analisis ahli, bahwa virus ini akan berakhir pada Juni atau Juli, maka Arviyan optimistis bahwa perseroannya tidak akan merevisi target.
Namun, jika skenario terburuk terjadi yakni baru berakhir pada Oktober atau November 2020, maka mau tidak mau PTBA akan merevisi semua target pencapaian tahun ini.
“Tentunya, semua juga harus realistis jika skenario terburuk ini yang terjadi,” kata dia.