"Durian surga" itu jatuhnya di Mentok

id Kelekak durian,Durian mentok,durian surga,durian lezat,Durian Babel,agrowisata durian,wisata durian,wisata buah durian

"Durian surga" itu  jatuhnya di Mentok

Salah satu kelekak di lereng Bukit Menumbing. (babel.antaranews.com/ Donatus DP)

Mentok, Babel (ANTARA) - "Alamaaaaaak...durian Bangka sungguh lezat..tidak kalah dengan durian Penang," spontan diucapkan salah satu anggota rombongan komunitas Durian Traveler, Hari saat berkunjung ke Mentok dan mencoba mencicipi buah durian lokal.

Selain, durian jenis super tembaga, di Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga masih banyak varietas lokal lain yang memiliki cita rasa berkelas, seperti durian si kompeng, si jantung, delima dan lainnya.

Hari merupakan salah satu anggota Durian Travelers, komunitas penggila durian Indonesia, yang datang ke Mentok beberapa hari lalu untuk "hunting" durian terbaik di ujung barat Pulau Bangka itu.

Mereka datang langsung ke kebun durian lama atau yang oleh warga setempat biasa disebut "kelekak". Kelekak memiliki arti 'kelak untuk ikak' (bahasa lokal Bangka) yang berarti nanti untuk kalian.

Rombongan sempat menginap di daerah itu khusus untuk menunggu jatuhnya durian bercita rasa tinggi di Kelekak Limau Antu yang berada di kaki Bukit Menumbing sebelah barat.

Di lokasi itu banyak ditemukan jenis durian lezat dan khas perpaduan manis dan pahit yang cukup memanjakan lidah para penikmat durian, namun belum diberi nama oleh pemiliknya.

Durian di Mentok rasanya beda dan khas, kemungkinan dipengaruhi lokasi dan kontur tanah yang berbukit dan banyak batu granit. Kondisi alamnya hampir sama dengan Penang, Malaysia, sehingga cita rasa duriannya ada kemiripan.

"Sangat potensial untuk dikembangkan dan menjadi destinasi para penggila buah durian memanjakan lidah," katanya.

Menurut warga setempat, Narto, para wisatawan pemburu durian yang diantarkan dia ke Kelekak Limau Antu seluruhnya terpuaskan saat menikmati kelezatan durian lokal.

Walaupun untuk datang ke Kelekak tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh dengan berjalan kaki menyusuri lereng Bukit Menumbing, namun setimpal dengan hasil yang dicari.

"Kelekak itu cukup jauh, mereka harus jalan kaki medan menanjak sekitar satu kilometer, tetapi semua puas dengan durian yang ada," kata Narto.

Kelekak Limau Antu, merupakan salah satu dari beberapa kelekak yang ada di kawasan itu dan memiliki durian andalan yang diberi nama Si Kompeng.

"Untuk setiap butirnya, biasa dihargai antara Rp300.000 hingga Rp400.000 dan selalu habis dibeli pada saat berbuah," katanya.


Asal mula durian Mentok

Berdasarkan peta lama terbitan Belanda pada awal tahun 1800an, keberadaan "kelekak" sudah terdeteksi dan diperkirakan merupakan bekas tempat tinggal warga atau kampung kecil yang lokasinya cukup banyak.

"Pada awalnya kelekak ditanami jenis buah lokal, dahulu kemungkinan besar buah cempedak, bukan durian," kata Kepala Seksi Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Ferhad Irvan.

Menurut dia, kelekak adalah kampung yang ditinggalkan karena warganya masih menganut pola berpindah dan tanaman buah tersebut sengaja ditanam sebagai penanda bahwa mereka pernah tinggal dan bercocok tanam di lokasi itu.

Pada perkembangannya, setelah Mentok di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang yang menempatkan seorang Tumenggung sebagai kepala pemerintahan di Mentok, keberadaan durian mulai dikenal dan berkembang cukup pesat di daerah itu.

Keberadaan kepala daerah pada saat itu cukup kuat pengaruhnya dan pada awalnya kemungkinan dia membawa bibit durian dari luar untuk ditanam di Mentok.

"Bekas kelekak di dalam Kota Mentok masih terdeteksi dan penyebarannya sampai ke beberapa lokasi yang dahulu menjadi permukiman namun sekarang sudah tidak ditinggali, termasuk di lereng Bukit Menumbing," katanya.

Ia menduga, bibit durian pada waktu itu merupakan persembahan tanda persahabatan dari sahabat dari Lingga, Riau dan Jambi sehingga bibitnya berkualitas dan unggul.

Setelah berhasil ditanam di sekitar pekarangan rumah tinggal pejabat, kemudian bibit dari buah yang jatuh atau dibuang itu kemudian ditanam menyebar.

"Pola penanaman sesuai dengan budaya lokal, di pekarangan sekitar tempat tinggal, kemudian bibit dari tanaman induk disebar di beberapa tempat yang tidak jauh dari permukiman kaum bangsawan di Mentok," katanya.

Pola penanaman durian oleh warga terdeteksi hingga saat ini di beberapa lokasi di pinggir sungai dan lembah, seperti di pinggir Sungai Ulu, Kampung Ciulong, Kampung Jawa dan paling jauh ditemukan kelekak lama di Bukit Tiung dan Belolaut.

Persebaran penanaman durian jenis unggul terus menjalar hingga luar Mentok, namun tetap dengan pola penyebaran sesuai rute jalan yang dibangun masa pemerintahan Inggris, yaitu Pelangas, Airnyato, Jebus, Puput, Sungai Antan, Belinyu, Sungailiat, Baturusa, sebagian Pangkalpinang, Koba, Sungaiselan hingga Toboali.

"Namun karena daerah itu merupakan daerah persebaran baru, jadi jenisnya tidak sebanyak yang berada di Mentok," katanya.

Pola sebaran bibit unggul dari Mentok tersebut cukup terasa hingga saat ini, bahkan terbukti dengan adanya kontes durian yang dilaksanakan Pemprov Babel pada kegiatan kontes dan bazar durian 11 Januari 2020.

Dalam kontes yang memperebutkan hadiah puluhan juta rupiah dan diikuti lebih dari 200 jenis durian lokal tersebut, dari enam juara yang dipilih tim juri tiga diantaranya merupakan durian dari Kabupaten Bangka Barat.


Potensi agrowisata

Selama ini Pulau Bangka merupakan salah satu destinasi bagi para penggemar durian dalam dan luar negeri sehingga setiap musim durian selalu ramai dikunjungi wisatawan yang ingin mencicip kelezatan buah harum tersebut.

Salah satu bukti kelezatan durian Bangka adalah durian varietas nasional dengan kode Namlung Petaling-06 yang ditetapkan sebagai durian unggul nasional, sesuai SK Menteri Pertanian Nomor 123/Kpts/T.P.240/2.2001, tertanggal 8 Februari 2001.

Durian varietas unggul tersebut kemudian dijadikan induk batang untuk bibit yang disebarkan ke para petani untuk dikembangkan di hampir seluruh Pulau Bangka.

Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangka Barat, Bambang Haryo Suseno mengatakan keberadaan durian itu merupakan salah satu aset dan potensi yang cocok untuk terus dikembangkan.

Walaupun musim panen raya durian tidak rutin karena tergantung faktor cuaca dan masa panen juga hanya sekitar tiga bulan, namun justru itu menjadi salah sat keunggulan yang bisa ditawarkan kepada para penggemar durian.

"Setiap tahunnya tidak sama waktu panen raya, begitu juga produktivitas buah, kadang banyak jumlahnya, namun kadang di tahun berikutnya banyak bunga yang jatuh sehingga produksi turun drastis," katanya.

Namun pihaknya tetap optimistis, dengan perkembangan semakin banyaknya durian kualitas bagus yang ditanam petani akan mampu memenuhi permintaan pasar dan menjadi daya tarik bagi pemburu durian untuk datang ke daerah itu.

"Nantinya kami juga memiliki rencana untuk memfasilitasi kelekak yang sudah ada agar semakin menarik untuk dikunjungi, dalam paket itu wisatawan tidak hanya melulu untuk mencicip durian, namun juga diberikan informasi terkait sejarah dan budaya durian di daerah itu," katanya.

Meskipun secara kuantitas produksi durian di Bangka Barat, khususnya Mentok tidak sebanyak daerah lain yang selama ini mampu memenuhi kebutuhan pasar di Pangkalpinang, namun durian lokal Mentok memiliki jenis yang cukup bervariasi dan bercita rasa tinggi.

Keunggulan cita rasa tersebut perlu terus dijaga untuk mewujudkan Bangka Barat sebagai surga penikmat durian berkualitas, untuk itu disarankan para petani atau pemilik "kelekak" melakukan perawatan untuk mempertahankan kualitas rasa, warna buah, ketebalan daging dan produktivitas batang.