Tersangka peretas laman Kemendagri sudah retas 600 situs
Jakarta (ANTARA) - Tersangka peretas laman Kementerian Dalam Negeri berinisial ABS (21) telah meretas 600 situs dalam dan luar negeri sebelum tertangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri.
"Atas pengakuan yang bersangkutan pernah melakukan akses ilegal terhadap 600 situs yang ada di luar mau pun dalam negeri," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Asep Safrudin di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dalam kurun waktu dua tahun, ABS yang memiliki nama panggilan "security007" disebut terkemuka di kalangan peretas yang juga aktivis (hacktivist) lainnya dengan kemampuannya itu.
Asep menilai ABS yang tertangkap di Pasuruan, Jawa Timur, pada Selasa (24/9) itu cukup meresahkan karena menyalurkan ketidakpuasan terhadap situasi politik dengan meretas situs.
Akibat tindakan tersangka, Asep mengatakan situs pemerintah yang seharusnya dimanfaatkan untuk pelayanan publik menjadi terganggu.
"Masyarakat yang memiliki kemampuan illegal access jangan lakukan itu. Apa pun ceritanya, kami didukung pelapor, bisa melakukan pengungkapan pelaku hacker," ujar Asep.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat Pasal 46 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 30 ayat (1) ayat (2) ayat (3), Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1), dan pasal 49 Jo pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(UU ITE) dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
"Atas pengakuan yang bersangkutan pernah melakukan akses ilegal terhadap 600 situs yang ada di luar mau pun dalam negeri," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Asep Safrudin di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dalam kurun waktu dua tahun, ABS yang memiliki nama panggilan "security007" disebut terkemuka di kalangan peretas yang juga aktivis (hacktivist) lainnya dengan kemampuannya itu.
Asep menilai ABS yang tertangkap di Pasuruan, Jawa Timur, pada Selasa (24/9) itu cukup meresahkan karena menyalurkan ketidakpuasan terhadap situasi politik dengan meretas situs.
Akibat tindakan tersangka, Asep mengatakan situs pemerintah yang seharusnya dimanfaatkan untuk pelayanan publik menjadi terganggu.
"Masyarakat yang memiliki kemampuan illegal access jangan lakukan itu. Apa pun ceritanya, kami didukung pelapor, bisa melakukan pengungkapan pelaku hacker," ujar Asep.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat Pasal 46 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 30 ayat (1) ayat (2) ayat (3), Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1), dan pasal 49 Jo pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(UU ITE) dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.