Pengamat ajak ikuti kearifan Sriwijaya demi cegah karhutla

id Kerajaan sriwijaya, prasasti talang tuo, kebakaran hutan sumsel, kebakaran lahan sumsel, karhutla sumsel,berita sumsel, berita palembang, antara sumse

Pengamat ajak ikuti kearifan Sriwijaya demi  cegah karhutla

Pengamat komunikasi lingkungan Dr. Yenrizal Tarmidzi. (ANTARA/Aziz Munajar/19)

Palembang (ANTARA) - Pengamat komunikasi lingkungan Dr. Yenrizal Tarmidzi mengajak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan beserta 17 kabupaten/kota untuk mengikuti kearifan Kerajaan Sriwijaya demi mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

"Kerajaan Sriwijaya meninggalkan Prasasti Talang Tuo yang berisi ajaran atau sejenis aturan mengenai nilai-nilai penting mengelola lingkungan agar tetap seimbang dan terjaga," kata Dr. Yenrizal dari UIN Raden Fatah Palembang di Palembang, Jumat.

Menurut dia peristiwa kebakaran hutan, kebun dan lahan yang terjadi setiap tahun di Sumsel disebabkan pengelolaan tata ruang yang bertentangan dengan prinsip lingkungan di masa Kerajaan Sriwijaya ribuan tahun lalu.

Dr. Yenrizal yang pernah meneliti Prasasti Talang Tuo, menerangkan bahwa hanya Sriwijaya satu-satunya kerajaan di nusantara yang meninggalkan prasasti berisi ajaran tata lingkungan, sehingga dapat disimpulkan kerajaan maritim tersebut sudah menyadari keseimbangan alam sejak awal berdiri pada abad ke tujuh.

Prasasti Talang Tuo salah satunya menyebut bahwa Kerajaan Sriwijaya memiliki taman margasatwa berisi macam-macam jenis tanaman seperti aren, sagu, dan nanas.

Konsep taman itulah yang diwariskan Sriwijaya guna menunjukkan eksistensinya, meskipun jejaknya saat ini hanya dapat ditemui di wilayah tertentu.

"Di dalam Prasasti Talang Tuo sudah diatur tata kelola air dan keragaman tanaman, ada juga keterangan mengenai komitmen pimpinannya mengenai keterjagaan lingkungan serta imbauan kepada masyarakat saat itu agar peduli terhadap sesama makhluk hidup, itulah alasan Sriwijaya disebut sudah maju pada masanya," jelasnya.


Sementara kondisi saat ini kata dia, ekosistem hutan berganti dengan hamparan sawit dan karet sehingga mengurangi keragaman hayati, serta kurangnya perhatian dalam tata kelola pertanian membuat karhutla terus melanda setiap tahun.

"Faktor alam memang ada, tetapi tidak mesti setiap kemarau harus terbakar dan terus-menerus pasrah, apalagi namanya karhutla kecil sekali kemungkinan terbakar sendiri, pasti ada yang membakar duluan," ujarnya.

Ia menyebut karhutla yang terjadi saat ini seperti mengingkari Prasasti Talang Tuo yang diwariskan Kerajaan Sriwijaya, akibatnya pada musim kemarau selalu terjadi karhutla dan pada musim hujan kerap terjadi bencana banjir.

"Pengingkaran itu sama saja seperti 'Kualat' dengan Kerajaan Siriwjaya," kata Dr. Yenrizal.

Meski demikian, menurutnya masih ada wilayah di Sumsel yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi seperti di Dusun Sungsang Kabupaten Banyuasin. Lokasi itu harus dijaga agar tidak ikut hancur dengan alasan pembangunan.

"Pemerintah daerah harus membuat program-program pembangunannya berbasis ramah lingkungan, terutama daerah-daerah yang memang rawan, seperti di Desa Muara Medak Kabupaten Musi Banyuasin yang rawan karhutla," demikian Dr. Yenrizal.