Palembang (ANTARA News Sumsel) - Tim panjat dinding Indonesia berhasil mencapai puncak tertinggi pada perhelatan Asian Games XVIII dengan memboyong tiga emas,dua perak dan satu perunggu dari tiga nomor yang dipertandingkan di kelompok putra dan putri, atau menjadi pengumpul keping medali terbanyak dari 18 negara peserta.
Keberhasilan Indonesia ini tak lain karena diperkuat sejumlah atlet berperingkat dunia, dan fokus pada nomor Speed baik perorangan maupun beregu (Speed Relay).
Sebut saja Aries Rahayu Susanti yang berhasil mempersembahkan dua medali emas nomor Speed perorangan maupun beregu putri di Asian Games XVIII.
Ia yang tercatat sebagai sebagai peraih medali emas pada seri Kejuaraan Dunia di Chongqing, China pada Mei 2018 membuktikan dirinya sebagai yang tercepat di lintasan papan vertikal sejauh 15 meter.
Kemudian, atlet lainnya Puji Lestari, yang juga tak kalah hebat. Meski catatan waktunya berada di bawah Aries,tetap masuk peringkat dunia yakni di urutan delapan sementara Aries nomor enam perangkingan federasi internasional International Federation of Sport Climbing.
Sejak babak kualifikasi, Aries dan Puji selalu memimpin dalam perolehan catatan waktu tercepat. Lebih mengherankan lagi, meski terus beradu cepat, keduanya seakan tidak kehilangan tenaga. Berbeda dengan lawan-lawannya yang mulai menurun kecepatannya.
Aries bahkan tampil memukau karena saat berada di ujung jalur, ia mampu meloncat ekplosif bak `spiderman` sehingga bisa menjangkau tombol finis lebih dulu dibandingkan lawannya. Begitu pula dengan Puji Lestari.?
Dengan kemampuan yang tidak dimiliki atlet lain ini, pemanjat putri Indonesia dapat mengejar meski pun kalah `start`, seperti yang dialami Aries saat di semifinal menghadapi Song Yiling asal China. Di akhir pertandingan Aries tetap unggul dengan membukukan catatan waktu 7,68 detik, sementara lawan hanya mampu 7,80 detik.
Walhasil, dengan memiliki dua srikandi tangguh yakni Aries dan Puji membuat Indonesia tak tertahan saat berlomba di nomor Speed Relay.
Dengan tambahan kekuatan pemanjat ketiga Rajiah Salsabilah, Indonesia mampu mengalahkan Tim China dengan catatan waktu 24,45 detik. Sementara lawan harus mengakui keunggulan Indonesia setelah pemanjat pertamanya melakukan "False Start" karena pemanjat tidak benar-benar menekan tombol finis di puncak jalur.
Atas torehan dua emas itu, Tim putri panjat tebing menyapu bersih nomor Speed baik kategori perorangan maupun beregu (estapet).
Putra
Tak berbeda jauh dengan kelompok putri. Atlet-atlet putra panjat tebing juga tampil baik di Asian Games dengan menyumbang satu emas, dan satu perak, satu perunggu dari nomor andalan Indonesia yakni Speed baik di perorangan maupun beregu.
Dominasi Indonesia terlihat jelas saat bertanding di nomor Speed Relay karena mampu membuat `all Indonesian final` yang mempertemukan Tim Indonesia 1 yang diperkuat Pangeran Septo Wibowo Siburian, Sabri dan Aspar Jaelolo dan Tim Indonesia 2 Muhammad Hinayah, Rindi Sufriyanto, dan Abu Dzar Yulianto.
Saat bertemu di final, di luar dugaan justru yang berhasil finis duluan yakni Tim Indonesia 2 lantaran tim seniornya melakukan "False Start". Bagi Indonesia hal ini tidak menjadi masalah karena sudah memastikan raihan satu emas dan satu perak.?
Namun untuk nomor Speed perorangan putra, Indonesia sebatas meraih satu medali perunggu karena Aspar Jaelolo harus mengakui keunggulan Reza Alipour Shenazanadi Fard asal Iran yang hingga kini masih menjadi pencetak rekor dunia 5,48 detik. Kemudian Sobri harus mengakui keunggulan Zhong Qixin asal China. Ketiga keduanya harus diadu untuk perebutan tempat ketiga, Sobri harus mengakui Aspar jauh lebih baik saat adu cepat.
Menuju Olimpiade
Keberhasilan panjat tebing menyumbangkan tiga medali, dua perak dan sat perunggu ini tak lepas dari matangnya persiapan yang dilakukan untuk menghadapi Asian Games XVIII tahun 2018.
Sejak Februari 2017 telah dilakukan pemusatan latihan nasional (pelatnas) di Yogyakarta dengan menggunakan arena panjat tebing di Stadion Mandala Krida.
Federasi Panjat Tebing Indonesia hanya mengikutsertakan atlet-atlet terbaik dari peringkat satu hingga lima dalam daftar peringkat nasional, untuk masing-masing nomor pertandingan.
Dalam masa training center (tc) tersebut tetap diterapkan sistem promosi dan degradasi sehingga atlet terus terpacu untuk meningkatkan performanya karena jika mengalami penurunan maka akan membuka kesempatan bagi atlet berperingkat 6 nasional.
Hal inilah yang terjadi pada Aries Rahayu Susanti. Andai saja Pengurus Besar FPTI tidak menerapkan sistem promosi dan degradasi maka Aries sejatinya tidak terjaring masuk pelatnas karena dirinya berada di peringkat enam nasional saat pembentukan awal skuat Tim Nasional menuju Asian Games.
Aries bahkan tidak mengikuti fase pelatnas tahap pertama pada Februari 2017 yang memberikan kesempatan atlet-atlet menjalani tc di Rusia selama tiga bulan.
Aries diketahui baru bergabung di pelatnas pada Agustus 2017, yang kemudian membuat kejutan dengan menjadi juara seri Kejuaraan Dunia IFSC nomor Speed Climbing Performa di Chongqing, China pada Mei 2018. Ia bahkan mengalahkan atlet top dunia asal Rusia, Elena Timofeeva karena mencetak catatan waktu 7,51 yang nyaris memecahkan rekor dunia yang dicetak atlet Rusia, Iulina Kaplina, dengan catatan waktu 7,46 detik di nomor speed climbing performa.
Jejak langkah Aries untuk menyumbangkan medali emas bagi Indonesia ini sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 2017. Ia yang pertama kali mengikuti kejuaraan nasional pada 2008 akhirnya berkesempatan mewakili Indonesia pada seri Kejuaraan Dunia tahun 2017.
Hasilnya sungguh mengejutkan. Meski menjadi debut pertama, ia sudah menorehkan prestasi dengan meraih medali emas nomor speed relay dan perunggu speed perorangan pada Asian Championship 2017 di Iran. Kemudian, Aries meraih medali perak pada Kejuaraan Dunia di Xiamen, China pada nomor speed perorangan.
Lalu pada 2018, ia meraih medali emas nomor speed pada nomor seri Kejuaraan Dunia di Chongqing, China dan sebelum berangkat ke Asian Games meraih medali perunggu di nomor speed perorangan pada seri Kejuaraan Dunia di Tai`an, China.
Selain itu, hal yang paling mencolok penyebab keberhasilan cabang olahraga panjat tebing yakni maraknya kompetisi di dalam negeri. Setiap tahun, FPTI menggelar kejuaraan untuk dua kelompok sekaligus yakni kelompok umum sekitar 7-8 seri setiap tahun, dan kelompok umur yang terbagi dalam berbagai kelas.
Untuk kelompok umur terbagi dalam usia dibawah 19 tahun yakni usia 18-19 tahun, 16-17 tahun, 14-15 tahun dan dibawah 14 tahun atau kelas spiderkid.
Selain itu, khusus untuk tim elite nasional sedapat mungkin mengikuti seri kejuaraan dunia yang diselenggarakan IFSC 8-10 kali setiap tahun.
"Khusus untuk Kejuaraan Dunia, itu kami pilih, tidak semuanya ikut. Jika ikut semua, bisa jadi Aries sudah menjadi peringkat pertama rangking dunia, saat ini dia hanya peringkat 5," kata Ketua II Pengurus Pusat Federasi Panjat Tebing Indonesia Pristiawan Buntoro Wahyu.
Inilah yang menurut Pristiawan sebagai perbedaan antara Indonesia dengan negara-negara di Eropa yang selalu tidak pernah absen di seri Kejuaraan Dunia. Bagi Timnas tidak mesti harus mengikuti seri kejuaraan dunia karena seorang atlet memiliki programnya masing-masing sesuai peak performa yang akan dicapai. "Seperti Aries, kita harapkan dia di puncak performa saat Asian Games, bukan di Kejuaraan Dunia," kata dia.?
Benar saja, dengan pengelolaan Timnas Nasional yang baik tersebut membuat Indonesia saat ini menjadi negara yang disegani di nomor speed.?
Keberhasilan ini juga telah diakui tim-tim terbaik dunia, salah satunya China yang memutuskan menggelar pemusatan latihan di Indonesia untuk mendapatkan lawan tanding sepadan selama 15 hari.
"Dulu saat SEA Games 2011, kami yangke China untuk TC, kini mereka yang datang. Di Asian Games, kam iTC ke Rusia sebagai kiblat olahraga ini, tapi Aries sudah mengalahkan atletnya di final kejuaraan dunia," kata dia.
Meski capaian prestasi Indonesia membanggakan di nomor Speed, tapi Indonesia tidak banyak berbicara di nomor Combine (Kombinasi) yakni nomor yang mempertandingkan tiga nomor sekaligus yakni Speed, Boulder dan Speed.
Khusus di nomor Combine ini hanya dua negara yang mendominasi perolehan medali yakni Jepang dan Korea Selatan. Selebihnya, termasuk Indonesia sulit menembus persaingan babak delapan besar.
Tentunya ini "PR" ke depan karena pada Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang justru tidak mempertandingkan nomor Speed tapi hanya mempertandingkan nomor Combine.
Indonesia masih kesulitan di nomor ini karena minimnya sumber daya manusia (SDM) untuk membuat jalur pemanjat. Sejauh Indonesia hanya memiliki seorang teknisi berlisensi Asia. Jalur pemanjat ini berubah setiap tahun, begitu pula dengan tren pegangan sehingga membutuhkan SDM khusus dan biaya yang cukup besar.
Hal ini berbeda dengan nomor Speed yang jalur pemanjatnya tidak membutuhkan SDM khusus karena jalurnya seragam di seluruh dunia mengingat targetnya untuk pencetakan rekor. Di Indonesia saja, banyak venue yang memiliki lintasan pemanjat Speed berlisensi, seperti di Yogyakarta, Samarinda, dan Palembang.
"Ini menjadi yang menjadi `PR` kami ke depan bagaimana mencetak atlet-atlet kelas dunia di nomor boulder dan lead. Untuk sementara, di Olimpiade nanti kami berencana mengirimkan atlet junior sebagai upaya menambah jam terbang, dan biar bisa belajar," kata dia.?
Atlet-atlet cabang olahraga panjat dinding telah membuat Indonesia bangga karena berhasil membawa nama bangsa ke puncak tertinggi. Namun pekerjaan belum selesai karena puncak tertinggi itu sejatinya ada di Olimpiade.