Budaya Indonesia di Festival Silang Budaya di Penang
Di Malaysia dikenal busana kebaya karena merupakan simbol perpaduan. Kebaya terdiri dari baju panjang dipadankan dengan kain songket atau kain batik.
Dari segi tarian, Malaysia ada tari Zapin, Joget, Tari Kipas dan sebagainya.
Apa yang ingin dikukuhkan antara Indonesia dan Malaysia adalah pertukaran budaya yang sebenarnya. Program ini dapat termasuk seni budaya dan pertunjukan tradisional sekaligus.
“Kita dapat berkolaborasi melestarikan warisan budaya bersama,” ujar dia, seraya berharap tahun depan kegiatan dapat diteruskan dengan lebih meriah dengan menambahkan budaya Malaysia sehingga hubungan dua negara semakin akrab.
Pelaksanaan festival
Dalam penyelenggaraan Festival Silang Budaya Indonesia -Malaysia, PPI UT Penang berkolaborasi dengan PPI dari University Utara Malaysia, University Sains Malaysia, AlbukhoryInternational University, Kolej University Islam Perlis, Universitas Terbuka Kelompok Belajar Kuala Lumpur, Universitas Terbuka Kelompok Belajar Johor.
Selain dihadiri dan dibuka oleh ADUN Komtar Teh Lai Heng dan Konjen RI Penang Wanton Saragih, hadir pula Direktur Universitas Terbuka Medan Yasir Riady, ratusan mahasiswa UT Pokjar Penang yang juga merupakan para pekerja migran Indonesia di Penang, serta komunitas hingga perwakilan organisasi masyarakat Indonesia yang ada di sana.
Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 11.30 waktu Malaysia (pukul 10.30 WIB) itu mempersembahkan sejumlah tarian seperti Tari Kesatria, Tanjung Gumirang, penampilan Teater Roro Jonggrang, Tari Tor-tor, dan Tari Dayak dari Komunitas Sesa.
Lalu, ada juga penampilan angklung dan Tari Gendewo Pinentang oleh mahasiswa Indonesia di Albukhory International University (AIU)
Dari Sanggar Tari Panglima mempersembahkan Tari Jaipong dan Tari Remong, PPI Universiti Utara Malaysia (UUM) mempersembahkan Tari Kipas, Tarian Spirit of Bali ditampilkan PPI UT Pokjar Johor. Sedangkan penampilan kolaborasi dilakukan PPI wilayah Utara yakni dari UT Penang, UT Johor, AIU dan UUM sebagai penutup.
Festival Silang Budaya Indonesia-Malaysia Chapter 3 yang mengangkat tema "Satukan Langkah untuk Lestarikan Warisan Bangsa" itu juga disisipi dengan sosialisasi Konsuler dan Imigrasi dari KJRI Penang, serta penampilan band dari The Tepeneo. Selain itu, ada pula lomba peragaan busana yang mendapat sokongan dari mereka yang hadir.
Ketua PPI Pokjar Penang Desy Nur Fadhila mengungkapkan kebanyakan dari mahasiswa UT di Penang merupakan pekerja migran Indonesia yang bekerja 12 jam per hari. Di luar dari waktu itu, mereka berada di tempat tinggal masing-masing, sehingga dapat membagi waktu untuk ikut kuliah secara daring karena fleksibel.
Untuk membuat festival tersebut, teman-teman panitia acara di PPI UT Pokjar Penang tentu juga menemukan tantangan, karena harus mengumpulkan empat forum, mulai dari pekerja migran hingga mahasiswa dari universitas dengan wilayah yang jauh.
Namun, Perwakilan RI di Penang sangat mendukung dan membantu dalam kegiatan tersebut, bahkan memfasilitasi mereka.
Verawati Sihotang, pekerja migran Indonesia yang juga mahasiswa UT Pokjar Penang yang kuliah di Fakultas Bahasa inggris dan bekerja di salah satu industri elektronik di Penang yang memproduksi cip untuk telepon pintar, mengaku tidak mendapat cuti hari Minggu ini. Namun dirinya mendapat izin untuk datang sedikit lambat dari biasanya karena harus menari di festival tersebut.
Vera yang berasal dari Komunitas Sesa itu mengaku boleh menggeser waktu masuk kerjanya dari biasanya jam 19.00 menjadi pukul 20.00 atau 21.00 dan baru akan selesai bekerja sekitar pukul 07.00 keesokan harinya.
Vera mengaku senang bisa menari di festival itu karena bisa untuk mengasah talentanya.
Walaupun lebih sering tidak bisa bersamaan bertemu, namun seminggu sekali mereka berusaha berkumpul untuk latihan menari, mempersiapkan diri untuk menari Tor-tor.
Festival Silang Budaya menjadi ajang silaturahmi. Mereka datang dari berbagai pabrik atau kilang di Penang, dan jarang sekali mendapat kesempatan berkumpul, bertemu, saling kenal di satu kegiatan bersama dalam jumlah yang besar.
Demikian itu cara para pekerja migran Indonesia yang sekaligus mahasiswa. Bekerja, bersekolah dan berkarya di perantauan. Mereka bangga bisa ikut mengangkat nama bangsa lewat seni dan budaya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengangkat budaya Indonesia lewat Festival Silang Budaya di Penang
Dari segi tarian, Malaysia ada tari Zapin, Joget, Tari Kipas dan sebagainya.
Apa yang ingin dikukuhkan antara Indonesia dan Malaysia adalah pertukaran budaya yang sebenarnya. Program ini dapat termasuk seni budaya dan pertunjukan tradisional sekaligus.
“Kita dapat berkolaborasi melestarikan warisan budaya bersama,” ujar dia, seraya berharap tahun depan kegiatan dapat diteruskan dengan lebih meriah dengan menambahkan budaya Malaysia sehingga hubungan dua negara semakin akrab.
Pelaksanaan festival
Dalam penyelenggaraan Festival Silang Budaya Indonesia -Malaysia, PPI UT Penang berkolaborasi dengan PPI dari University Utara Malaysia, University Sains Malaysia, AlbukhoryInternational University, Kolej University Islam Perlis, Universitas Terbuka Kelompok Belajar Kuala Lumpur, Universitas Terbuka Kelompok Belajar Johor.
Selain dihadiri dan dibuka oleh ADUN Komtar Teh Lai Heng dan Konjen RI Penang Wanton Saragih, hadir pula Direktur Universitas Terbuka Medan Yasir Riady, ratusan mahasiswa UT Pokjar Penang yang juga merupakan para pekerja migran Indonesia di Penang, serta komunitas hingga perwakilan organisasi masyarakat Indonesia yang ada di sana.
Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 11.30 waktu Malaysia (pukul 10.30 WIB) itu mempersembahkan sejumlah tarian seperti Tari Kesatria, Tanjung Gumirang, penampilan Teater Roro Jonggrang, Tari Tor-tor, dan Tari Dayak dari Komunitas Sesa.
Lalu, ada juga penampilan angklung dan Tari Gendewo Pinentang oleh mahasiswa Indonesia di Albukhory International University (AIU)
Dari Sanggar Tari Panglima mempersembahkan Tari Jaipong dan Tari Remong, PPI Universiti Utara Malaysia (UUM) mempersembahkan Tari Kipas, Tarian Spirit of Bali ditampilkan PPI UT Pokjar Johor. Sedangkan penampilan kolaborasi dilakukan PPI wilayah Utara yakni dari UT Penang, UT Johor, AIU dan UUM sebagai penutup.
Festival Silang Budaya Indonesia-Malaysia Chapter 3 yang mengangkat tema "Satukan Langkah untuk Lestarikan Warisan Bangsa" itu juga disisipi dengan sosialisasi Konsuler dan Imigrasi dari KJRI Penang, serta penampilan band dari The Tepeneo. Selain itu, ada pula lomba peragaan busana yang mendapat sokongan dari mereka yang hadir.
Ketua PPI Pokjar Penang Desy Nur Fadhila mengungkapkan kebanyakan dari mahasiswa UT di Penang merupakan pekerja migran Indonesia yang bekerja 12 jam per hari. Di luar dari waktu itu, mereka berada di tempat tinggal masing-masing, sehingga dapat membagi waktu untuk ikut kuliah secara daring karena fleksibel.
Untuk membuat festival tersebut, teman-teman panitia acara di PPI UT Pokjar Penang tentu juga menemukan tantangan, karena harus mengumpulkan empat forum, mulai dari pekerja migran hingga mahasiswa dari universitas dengan wilayah yang jauh.
Namun, Perwakilan RI di Penang sangat mendukung dan membantu dalam kegiatan tersebut, bahkan memfasilitasi mereka.
Verawati Sihotang, pekerja migran Indonesia yang juga mahasiswa UT Pokjar Penang yang kuliah di Fakultas Bahasa inggris dan bekerja di salah satu industri elektronik di Penang yang memproduksi cip untuk telepon pintar, mengaku tidak mendapat cuti hari Minggu ini. Namun dirinya mendapat izin untuk datang sedikit lambat dari biasanya karena harus menari di festival tersebut.
Vera yang berasal dari Komunitas Sesa itu mengaku boleh menggeser waktu masuk kerjanya dari biasanya jam 19.00 menjadi pukul 20.00 atau 21.00 dan baru akan selesai bekerja sekitar pukul 07.00 keesokan harinya.
Vera mengaku senang bisa menari di festival itu karena bisa untuk mengasah talentanya.
Walaupun lebih sering tidak bisa bersamaan bertemu, namun seminggu sekali mereka berusaha berkumpul untuk latihan menari, mempersiapkan diri untuk menari Tor-tor.
Festival Silang Budaya menjadi ajang silaturahmi. Mereka datang dari berbagai pabrik atau kilang di Penang, dan jarang sekali mendapat kesempatan berkumpul, bertemu, saling kenal di satu kegiatan bersama dalam jumlah yang besar.
Demikian itu cara para pekerja migran Indonesia yang sekaligus mahasiswa. Bekerja, bersekolah dan berkarya di perantauan. Mereka bangga bisa ikut mengangkat nama bangsa lewat seni dan budaya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengangkat budaya Indonesia lewat Festival Silang Budaya di Penang