Fenomena "jastip", pisau bermata dua perdagangan Indonesia

id jastip,jasa titip,perdagangan,impor,barang ilegal

Fenomena "jastip", pisau bermata dua perdagangan Indonesia

Ilustrasi - Penjaga stan menawarkan busana muslim kepada pengunjung. ANTARA FOTO/Andri Saputra/tom.

Jakarta (ANTARA) - Ratusan orang mengular di depan Cendrawasih Hall, Jakarta Convention Center (JCC). Mereka mengincar produk hijab, aksesori, hingga pakaian muslim premium dengan harga miring. Sebagian dari mereka mengantre sejak pukul 04.00 pagi demi mendapat tiket masuk yang dijual di tempat seharga Rp40.000, karena tiket yang dijual online ludes terjual.

Setelah mendapatkan tiket masuk, pengunjung perlu mengantre untuk mendapat giliran berbelanja. Panitia membagi lima kelompok belanja dalam sehari. Setiap kelompok berkesempatan belanja hanya dalam waktu satu jam.

Dalam waktu yang sempit tersebut, para pengunjung yang mayoritas adalah pelaku jasa pembelian barang untuk orang lain atau "jastip", meraup apa yang ada di depan mata tanpa pilih-pilih. Sambil menumpuk gunungan hijab di depan mata, pengunjung sibuk melihat telepon genggam untuk mengirim gambar dan berkomunikasi dengan para calon pelanggan secara virtual.

Produk-produk hijab adalah mangsa utama mereka. Selain hijab, terdapat pakaian, aksesori, hingga alas kaki. Mereka yang bermodal ratusan juta, langsung memboyong belasan karung belanjaan ke kasir. Sedangkan yang bermodal pas-pasan, membawa tumpukan hijab ke sudut ruangan untuk memilah mana saja yang diminati oleh para pelanggan.

Secara langsung “jastipers” atau pelaku usaha jastip berhubungan dengan para pelanggan yang tergabung dalam grup WhatsApp. Mengirim foto yang menampilkan harga yang sudah dinaikkan untuk mengambil keuntungan, para anggota di grup tersebut pun dapat langsung memilih mana yang mereka minati untuk kemudian melakukan transfer ke jastipers.