Mataram (ANTARA) - Berbagai cara dilakukan pemerintah daerah guna menggerakkan perekonomian daerahnya, seperti Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang kini memasyarakatkan kembali penanaman mangga lokal varietas unggul yakni mangga Mentaram.
Mangga Mentaram merupakan salah satu varietas mangga unggulan dari Kota Mataram, karena memiliki cita rasa renyah dan manis, daging tebal, serta lebih nikmat jika dimakan ketika matang sempurna.
Dari hasil penelitian Dinas Pertanian Kota Mataram bekerja sama dengan Universitas Mataram (Unram), mangga Mentaram memiliki banyak kandungan karbohidrat jenis tepung sehingga tidak berdampak diare meskipun dikonsumsi dalam jumlah banyak.
Dengan berbagai keunggulan itu menjadikan mangga Mentaram bernilai ekonomi tinggi dan sangat menjanjikan jika dibudidayakan oleh masyarakat luas.
Hj Baiq Nurjanah, orang pertama atau yang memiliki hak paten atas mangga Mentaram, menanam pohon ini di pekarangan rumahnya di Jalan Panji Masyarakat, Kota Mataram. Dia sudah merasakan hasil dari menanam enam pohon mangga Mentaram bagi pendapatan keluarganya.
Pada awal pengembangan sekitar tahun 2000, hasil panen mangga Mentaram hanya untuk dibagi-bagi ke keluarga, warga sekitar, juga kepada Wali Kota Mataram yang saat itu dijabat oleh H Moh Ruslan.
Oleh Wali Kota Mataram buah dan bibit dibawa dan dikenalkan ke sejumlah daerah sebagai oleh-oleh khas Kota Mataram, termasuk dalam setiap kegiatan pameran pertanian. Berawal dari itu, mangga Mentaram kemudian menjadi varietas unggulan Ibu Kota Provinsi NTB ini.
Harga jual
Buah mangga Mentaram beberapa waktu lalu dijual dengan harga Rp25.000 per kilogram. Harga itu di atas harga jenis mangga-mangga lokal lain yang ada di daerah ini seperti mangga madu, mangga bideng, mangga darekande, mangga harum manis dan jenis lainnya.
Penetapan harga itu sudah dikonsultasikan dengan sejumlah pihak, sebab selama ini Nurjanah belum pernah menjual hasil panen. Namun begitu, sejumlah pihak menyarankan agar Nurjanah tidak menjual mangga tersebut dengan harga tinggi agar dapat dinikmati semua kalangan.
Memiliki enam pohon mangga Mentaram, dalam sekali panen Nurjanah bisa menghasilkan hingga 100 kilogram per pohon. Sedangkan harga jual Rp25.000 per kilogram. "Manfaatnya besar bisa membantu ekonomi keluarga. Sekarang harganya bahkan mencapai Rp50.000 per kilogram," katanya, menambahkan.
Sebagai orang satu-satunya yang memiliki pohon mangga Mentaram di Kota Mataram saat itu, selain mendapatkan keuntungan dari buah juga mendapatkan berbagai kerja sama atau proyek pengembangan budi daya mangga Mentaram.
Pengembangan budi daya mangga Mentaram selama ini dilakukan di pekarangan rumah Nurjanah. Pengembangan bibit tanaman mangga Mentaram menggunakan sistem sambung pucuk atau entres diambil dari cabang atau ranting pohon induk.
Pengembangan bibit mangga Mentaram ini memang tidak bisa dilakukan dengan cangkok, karena dari hasil penelitian yang dilakukan sejumlah akademisi dari Universitas Mataram (Unram) saat itu, kambium pohon terlalu tipis.
Proses pengembangan bibit melalui cangkok dan tempel yang pernah dilakukan tidak ada yang berhasil, dan terakhir dilakukan dengan sambung pucuk.
Untuk pengembangan melalui biji pernah dilakukan, tetapi hasilnya sangat kecil, kalaupun bisa tumbuh biji tersebut tidak tumbuh sempurna seperti jenis mangga Mentaram induk. Karena itu, proses pengembangan mangga Mentaram dilakukan dengan sambung pucuk hingga saat ini.
Mangga Mentaram merupakan jenis mangga yang gampang tumbuh di mana saja baik dataran rendah maupun dataran tinggi dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Bahkan sejak dari hasil sambung pucuk dengan tinggi sekitar 50 sentimeter, bisa berbuah dalam waktu 2-3 tahun.
Mangga Mataram memiliki ukuran pohon sedang atau tidak terlalu tinggi, bahkan bisa tumbuh pada media tanam menggunakan pot besar atau planter bag sekaligus menjadi tanaman hias. Daun pohon mangga Mentaram ini berwarna hijau pekat dan cenderung lebih tebal dan panjang dibandingkan mangga jenis lainnya serta berdaun rimbun.
Sementara bunga mangga Mentaram berbeda dengan bunga mangga-mangga lain. Satu tangkai bunga mangga Mentaram bisa mencapai panjang hingga 50-60 sentimeter, sehingga terkesan seperti bunga tanaman hias.
Akan tetapi, meskipun kualitas mangga Mentaram dari berbagai segi memiliki keunggulan, tapi dari sisi rupa mangga Mentaram dinilai kurang menarik, sehingga sampai saat ini belum bisa diekspor ke luar negeri.
Beberapa kali akademisi dari Unram yang membawa atau mengenalkan mangga Mentaram ke beberapa negara, seperti Australia dan China, tapi belum mendapat respons yang menggembirakan.
Kondisi itu bukan karena rasa mangga Mentaram yang tidak manis, akan tetapi budaya orang luar negeri lebih melihat fisik dari buah mangga, harus lebih menarik, misalnya kuning dan cerah (glowing). Sementara tampilan dari mangga Mentaram ini semakin tua kulitnya semakin hijau tua pekat, meskipun begitu dikupas isinya kuning, tebal, dan manis.
Asal usul
Mangga Mentaram yang dikembangkan di pekarangan rumah Nurjanah dulu berasal dari kampung halamannya di Desa Puyung, Kabupaten Lombok Tengah.
Kakek Nurjanah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Anak Agung Pamotan Mayure, Cakranegara, Kota Mataram, sering datang ke sana dan membawa buah mangga itu.
Dari situ, kakek Nurjanah mencoba menanam bijinya dan berhasil serta berbuah lebat. Hasil panen kemudian dibagi-bagi ke keluarga terdekat. Tapi sekarang pohon induk sudah punah.
Keponakan Nurjannah yang bertugas di Dinas Kehutanan setempat mencoba melakukan pengembangan mangga tersebut dengan berbagai cara, dan terakhir berhasil dengan sambung pucuk.
Keberhasilan di Desa Puyung itu dibawa dan dikembangbiakkan di rumahnya, sehingga setiap berbuah selalu diberikan juga kepada Wali Kota Mataram H Moh Ruslan yang akhirnya tertarik dan menjjadikannya varietas unggulan.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata buah mangga dengan bentuk dan cita rasa seperti itu belum ada di Indonesia. Moh Ruslan saat itu meminta Nurjanah dan suami memberikan nama untuk mangga tersebut.
Namun untuk menghormati Wali Kota Mataram, Nurjanah dan suami kembali menyerahkan pemberian nama kepada Wali Kota Mataram yang akhirnya mangga tersebut dinamai mangga Mentaram.
Mangga Mentaram saat ini sudah memiliki sertifikat Hak kekayaan Intelektual (HKI) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Nurjanah sangat bangga.
Pemerintah Kota Mataram telah melakukan pengembangan budi daya mangga Mentaram. Masyarakat Mataram diharapkan bisa mengembangkan mangga Mentaram sehingga dapat menikmati hasilnya, termasuk menggerakkan ekonomi masyarakat.
Deretan pohon mangga Mentaram yang dikembangkan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pagutan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (ANTARA/Nirkomala)
Upaya budi daya
Guna mempromosikan dan mempertahankan populasi varietas unggulan Kota Mataram tersebut, Pemerintah Kota Mataram tahun 2024 telah menyiapkan sekitar 500 bibit pohon mangga Mentaram.
Penyiapan bibit tersebut sebagai tindak lanjut atas telah diperolehnya sertifikat HKI dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Sertifikat HKI yang didapat itu berupa pencatatan intelektual komunal potensi indikasi geografis untuk dua varietas yakni mangga Mentaram dan duku Ruslan.
Sekretaris Dinas Pertanian (Distan) Kota Mataram, Hj Tri Utami, mengemukakan guna mendukung budi daya, bibit mangga Mentaram yang disiapkan akan didistribusikan ke semua kantor organisasi perangkat daerah (OPD) di Kota Mataram.
Bibit mangga Mentaram rencananya akan didistribusikan pula ke berbagai kantor pemerintah tingkat provinsi, instansi vertikal, dan pihak swasta yang ada di Kota Mataram, serta disebar ke lingkungan-lingkungan perkampungan.
Saat kunjungan Ibu Iriana Joko Widodo ke Kota Mataram pada 30 Mei 2024 menyatakan sangat tertarik dengan keunggulan mangga Mentaram sehingga meminta bibit pohon mangga ini untuk ditanam di Istana Negara.
Perbanyakan populasi pohon mangga Mentaram tidak boleh dilakukan sembarangan, termasuk untuk pemeliharaan hingga panen. Misalnya, untuk uji coba pengembangan di satu wilayah atau lingkungan harus diawasi oleh kelompok masyarakat peduli indikasi geografis (MPIG).
Kelompok MPIG ini berasal dari unsur masyarakat sekitar. Mereka akan melakukan pengawasan dari sejak taman, pemeliharaan, hingga panen. Sedangkan untuk penilaian tingkat keberhasilan akan dilakukan oleh Kemenkumham sekitar 2-3 tahun lagi, atau setelah ada bakal buah.
Hampir terlupakan
Mangga Mentaram ini mulai muncul pada tahun 1985. Tanaman ini merupakan hadiah kepada Anak Agung Pamotan Mayure dari Kerajaan Mentaram beberapa waktu silam.
Kemudian, cerita tentang mangga Mentaram itu sunyi dan hampir terlupakan hingga pada tahun 2009 dicanangkan mangga ini sebagai varietas unggulan di Kota Mataram bersama varietas duku Ruslan.
Namun, setelah itu cerita varietas tersebut kembali sepi, tanpa program. Pada tahun 2024 Dinas Pertanian memperjuangkan sampai akhirnya mendapatkan sertifikat HAKI.
Dinas Pertanian Kota Mataram kini melakukan pendataan titik-titik pengembangan mangga Mentaram yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah. Salah satu lokasi pengembangan mangga Mentaram yang dilakukan di antaranya di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pagutan, Kota Mataram, dengan jumlah mencapai puluhan pohon.
Dengan budi daya mangga Mentaram yang digalakkan pemerintahan ini diharapkan akan dapat menumbuhkan pula komitmen warga Kota Mataram untuk memanfaatkan pekarangannya bertanam mangga Mentaram.
Dengan gerakan bersama-sama secara masif, maka keberadaan varietas mangga Mentaram akan tetap lestari dan perekonomian masyarakat pun juga bergerak.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga lestarinya varietas mangga Mentaram untuk eko nomi masyarakat
Berita Terkait
Menyorot performa keselamatan di jalan tol
Rabu, 20 November 2024 13:29 Wib
Mengurangi risiko bencana dari desa
Senin, 18 November 2024 16:13 Wib
Sumsel gotong royong cetak sawah baru
Minggu, 17 November 2024 11:48 Wib
Garuda "mengoyak" statistik
Jumat, 15 November 2024 8:30 Wib
Prabowo-Biden tegaskan komitmen kerja sama pertahanan
Rabu, 13 November 2024 21:04 Wib
Balai Bahasa Sumsel menggelar lomba menulis cerpen bahasa daerah
Selasa, 12 November 2024 23:00 Wib