"Saya tidak takut, kalaupun saya meninggal, tidak apa-apa," kata Sajeriah, saat berbincang dengan tim media center, termasuk ANTARA.
Keikhlasan Sajeriah membuat orang-orang di sekitarnya tak bisa menyembunyikan rasa haru. Saat itu, tim Media Center Haji yang tengah berbincang pun tak kuasa menahan air matanya.
Pun demikian dengan Hasmia (53), keponakan yang mendampingi Sajeriah menunaikan ibadah haji. Ia juga tak bisa menahan tangis haru.
Sejak kecil, Hasmia mengaku dekat dengan sang bibi. Sajeriah begitu mandiri. Dia biasa mengurus keponakan-keponakannya, termasuk menanak nasi, mencuci, dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga.
Bahkan, Hasmia seolah tak merasa bahwa Sajeriah, bibinya itu, memiliki keterbatasan karena dia begitu terampil dalam berbagai hal.
Di mata Hafidah Jufri, perawat yang memeriksa kesehatan dan pendamping haji, Sajeriah memiliki semangat yang luar biasa. Kondisi kesehatannya sangat baik, karena hasil tes kesehatan, baik darah, urine, dan lain-lain, masih di bawah ambang batas.
Hasyim Usman, Ketua Kloter 3 UPG juga mengaku salut akan semangat Sajeriah yang berkeyakinan besar untuk berangkat ke Tanah Suci Mekkah, meski memiliki keterbatasan.
Awalnya, pendampingan dia tidak masuk, karena yang diusulkan untuk mendampingi adalah keponakannya yang serumah, tetapi tidak bisa.
Begitu Sajeriah dinyatakan berangkat, Hasyim pun memberikan semangat. Salah satunya, membagi anggota rombongan dengan komposisi beragam, mulai dari tua muda, dan lansia. Juga dibagi ada anggota yang sehat dan yang memiliki masalah kesehatan.
Meski tak bisa melihat secara langsung kemegahan dan sucinya Madinah dan Makkah, Sajeriah mengindera kedua kota penting umat Muslim itu dengan mata hatinya.
Sajeriah meresapi setiap derap kaki yang menginjak Madinah dan Mekkah, mengirup aroma yang menuntaskan rindu, dan mengamini segala rapalan doa-doa yang dilangitkan.