Polda Sumsel buru bos penyelundup BBM solar bersubsidi
Palembang (ANTARA) -
Aparat Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) memburu seorang diduga bos penyelundup bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di daerah tersebut.
Perburuan tersebut dilakukan setelah polisi berhasil menangkap pelaku suruhan bos penyelundup solar berinisial (HD) yang membawa sebuah mobil berisi babytadmon yang dimodifikasi untuk menampung solar dari Pom (Pompa) Bensin.
Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Kombes Pol Sunarto pada konferensi pers di Mapolda Sumsel, di Palembang, Selasa, menerangkan bahwa orang suruhan HD yang membawa mobil dimodifikasi tersebut ditangkap saat melakukan aksi di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan Tanjung Api-api, Kota Palembang.
"Orang suruhannya HD itu berinisial (AC) berhasil kami tangkap saat tengah melakukan aksinya," katanya.
Ia menambahkan polisi juga menangkap seorang operator pompa bensin tersebut berinisial IZ yang bertugas membantu AC saat melakukan aksinya.
Berdasarkan keterangannya, kata Sunarto, IZ memperoleh imbalan atau upah Rp200 ribu per satu trip saat pengisian atau per 1.000 liter.
Dia mengatakan melalui aksi yang dilakukan kedua pelaku tersebut polisi mengamankan barang bukti berupa satu unit mobil jenis L300 box di dalamnya terdapat sebuah tanki minyak atau babytedmon berkapasitas satu ton yang telah terisi sebanyak 290 liter solar.
Polisi juga mengamankan sebanyak 24 barcode My Pertamina yang didapatkan pelaku dengan cara dibeli dari sopir truk lainnya.
Kendati HD masih menjadi perburuan oleh personel Polda Sumsel, kata Sunarto, pelaku AC dikenakan Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana telah diubah pada Pasal 40 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja.
Menurut dia, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak yang bersubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi senilai Rp60 miliar.