Jakarta (ANTARA) -
Dokter spesialis kulit dan kelamin Dr dr I Gusti Nyoman Darmaputra mengatakan bahwa orang dengan kulit sawo matang dan gelap lebih tahan cuaca panas ekstrem dibanding orang berkulit putih.
"Kulit sawo matang atau gelap cenderung lebih tahan terhadap panas, karena secara alami sudah ada sel melanin (pigmen yang memberi warna pada kulit, rambut, dan mata) dari melanosit (sel penghasil melanin) sebagai tabir surya yang melindungi," kata Darmaputra saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Darmaputra yang juga pemilik klinik spesialis kulit dan kecantikan DNI Skin Center ini mengatakan, orang berkulit putih lebih rentan dengan efek yang ditimbulkan cuaca panas ekstrem.
"Efek jangka pendeknya itu terbakar matahari atau sunburn, di kulit tanda-tandanya yaitu muncul kemerahan, perih, bahkan bisa sampai melepuh persis seperti luka bakar, dan kalau intensitas paparan panasnya tinggi misalnya di siang hari, efek tersebut bisa muncul, terutama pada orang-orang yang berkulit putih," katanya.
Dia menuturkan, yang membedakan tingkat ketahanan terhadap panas antara kulit putih atau kaukasian dengan kulit sawo matang atau gelap adalah dari melanosom (tempat penghasil melanin) yang berbeda jumlah dan ukurannya.
"Pada orang-orang yang berkulit gelap, melanosom akan memproduksi pigmen melanin lebih banyak sehingga apabila terkena panas, kulit sawo matang akan menggelap lebih dulu," ujarnya.
Sedangkan produksi pigmen melanin orang-orang berkulit putih cenderung lebih sedikit, sehingga saat kena panas, melanin yang melindungi tidak bisa maksimal. Ketika terkena panas, (kulit) mereka cenderung merah dan terbakar.
Darmaputra juga menyarankan masyarakat agar menjaga kesehatan kulit saat cuaca panas ekstrem, yakni dengan menggunakan pelindung standar seperti payung atau topi dan menghindari keluar rumah saat matahari sedang terik apabila memang tidak diperlukan.
"Selain itu, masyarakat juga disarankan agar rutin menggunakan tabir surya (
sunscreen)," kata dia.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan dinamika atmosfer yang tidak biasa menjadi salah satu penyebab Indonesia mengalami suhu panas dalam beberapa hari terakhir.
BMKG Yogyakarta bahkan memprakirakan suhu udara panas yang terasa di Daerah Istimewa Yogyakarta akan bertahan hingga pertengahan Mei 2022.