BI Sumsel perkuat kordinasi TPID respons kenaikan harga cabai

id kepala BI,bank Indonesia,BI Sumsel,inflasi sumsel,inflasi,idul adha,harga pangan,pangan,harga cabai,pasar

BI Sumsel perkuat kordinasi TPID respons kenaikan harga cabai

Kepala Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan R. Erwin Soeriadimadja. (ANTARA/Dolly Rosana)

Bukan hanya cabai, kita juga mengantisipasi bahan pangan lain seperti bawang yang selama ini disuplai dari Brebes menghadapi Idul Adha ini

Palembang (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan memperkuat koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk merespons kenaikan harga cabai di daerah setempat dalam beberapa pekan terakhir.

Kepala Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan R. Erwin Soeriadimadja di Palembang, Selasa, mengatakan, kenaikan harga cabai yang dipengaruhi oleh cuaca ini perlu disikapi secara cepat karena sekitar dua pekan lagi hari besar keagamaan Idul Adha.

“Saya yakin pemda pasti lakukan action untuk menjaga kestabilan harga seperti melakukan kerja sama antardaerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” kata Erwin.

Harga cabai di pasar tradisional Palembang sejak dua pekan terakhir bergerak naik hingga berada di kisaran Rp100.000-Rp130.000 per kilogram.

Kondisi ini menurut Erwin lantaran tingginya kebutuhan Sumsel terhadap bahan pokok tersebut yang tak didukung dengan produksi dari petani setempat.

Adanya cuaca tak menentu di masa pancaroba membuat sentra perkebunan cabai di Sumsel mengalami gagal panen sehingga mengerek harga.

“Bukan hanya cabai, kita juga mengantisipasi bahan pangan lain seperti bawang yang selama ini disuplai dari Brebes menghadapi Idul Adha ini,” kata dia.

Baca juga: Sukses pilot project tanam cabai, BI dorong digitalisasi pertanian di Sumsel
Sejauh ini BI sebagai ketua TPID sudah berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumsel untuk mengantisipasi kondisi tersebut demi menjaga kestabilan harga.

Secara keseluruhan terdata bahwa inflasi Sumsel masih terkendali di kisaran 4,0 persen, sementara target nasional 3,5 persen plus minus satu persen.

Tapi kondisi ini tak boleh membuat lengah karena secara global diketahui semua negara mengalami kenaikan inflasi pada tahun ini karena dipengaruhi perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada harga pangan dan energi.

BI terus mengupayakan agar inflasi Sumsel tetap di kisaran 3,5 persen plus minus satu persen hingga akhir tahun untuk menjaga daya beli masyarakat.

Namun patut digarisbawahi karena saat ini inflasi dari volatile food (komoditas pangan) secara year to date di Sumsel telah berkontribusi sebesar 7,0 persen atau menjadi yang tertinggi dibanding inflasi inti 3,0 persen dan inflasi administrasi 3,0 persen.

Apakah ini menjadi warning, kita lihat lagi ke depannya, terpenting adalah bagaimana kita menambah produksi dan memperlancar jalur distribusi bahan-bahan pangan, kata dia.

“Untuk beras memang Sumsel surplus, tapi untuk cabai dan bawang kebutuhan jauh lebih tinggi. Itulah BI mengembangkan digital farming dengan tingkat keberhasilan 100 persen di kluster cabai Ogan Ilir, yang diharapkan dapat dilakukan daerah lain juga,” kata dia.

Ini dilakukan BI karena hingga kini sulit ditemukan daerah di Tanah Air yang benar-benar mandiri.

Oleh karena itu adanya program Sumsel Mandiri Pangan yang dicanangkan Pemprov Sumsel mendapat dukungan Bank Indonesia bahkan program itu layak diadopsi menjadi Sumatera Mandiri Pangan, kata dia.
Baca juga: Presiden Jokowi beli cabai kecil 5 gelas di Pasar Mbongawani Ende