Sukses pilot project tanam cabai, BI dorong digitalisasi pertanian di Sumsel
Bisa lihat sendiri, tanaman cabai berbuah lebih lebat dan subur, sementara banyak petani cabai lain di Ogan Ilir ini justru gagal panen karena pengaruh cuaca hujan lebat sejak akhir tahun lalu
Palembang (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mendorong penerapan digitalisasi pertanian di Sumatera Selatan untuk memperkuat sektor ini yang menjadi andalan daerah.
Kepala Perwakilan BI Sumsel Erwin Soeriadimadja mengatakan terdapat tiga aspek dalam penerapan digitalisasi pertanian ini yakni penggunaan alat sensor tanah dan cuaca, monitoring pemupukan dan pengairan melalui telepon seluler dan monitoring lahan menggunakan kamera pengawas (cctv).
“Ini sudah kami lakukan untuk pertanian bawang merah di STP (Science Techno Park) Kabupaten Ogan Ilir. Pada Februari lalu, petani bisa panen 10 ton dari sebelumnya hanya 7 ton,” kata Erwin setelah kegiatan panen cabai merah di Science Techno Park, Desa Bakung, Inderalaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Kamis.
Sejauh ini, Bank Indonesia telah menjalankan proyek percontohan pertanian bawang merah, cabai merah dan telur ayam bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sumsel dan UPTD STP Kabupaten Ogan Ilir.
Ke depan, BI menargetkan kegiatan di STP Ogan Ilir ini dapat ditiru oleh kabupaten/kota lain di Sumsel untuk mendorong masuknya digitalisasi di sektor pertanian.
Menurutnya, digitalisasi pertanian ini sangat penting karena bukan hanya untuk aspek distribusi dan pemasaran tapi juga untuk kegiatan pra produksi, proses produksi, panen hingga pasca panen.
Dengan begitu, produksi pertanian Sumsel akan meningkat dan mencegah terjadinya kegagalan panen.
Bagi BI, kegiatan ini tak lain bermuara pada upaya mengendalikan inflasi daerah. Sejak lima tahun terakhir, tiga komoditas yakni bawang merah, cabai merah dan telur ayam ras selalu menjadi penyumbang inflasi di Sumsel sehingga BI membuat proyek percontohan pengembangannya di STP Ogan Ilir ini.
“Kami berharap dengan penerapan digital farming ini dapat mendongkrak produksi pertanian khususnya bawang dan cabai sehingga dapat membantu stabiltas harga dan produksi di Sumsel,” kata Erwin.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sumsel Alamsyah mengatakan panen cabai ini dilakukan di atas lahan seluas 2 hektare yang dikelola oleh kelompok tani beranggotakan 13 orang.
Dengan lubang tanam lebih kurang 24.000 pohon, petani dapat melakukan satu siklus tanam selama 9-12 bulan dengan panen sebanyak 5-6 kali per hektare.
“Yang jelas produksi petani meningkat bisa mencapai 12 ton per hektare,” kata dia.
Berkat adanya bimtek, supervisi dan monitoring dari Balitbangda dan STP, produksi cabai merah yang dihasilkan petani pada siklus kedua ini jauh lebih baik dibandingkan siklus pertama.
Bukan hanya cabai merah, untuk kluster bawang merah juga mengalami peningkatan produksi saat panen pada 2 Maret lalu. Lahan tanaman bawang merah yang menggunakan bibit Bima Brebes seluas 1,2 hektare mampu menghasilkan 10 ton dengan harga jual Rp20.000 per kg.
Begitu juga dengan kegiatan peternakan ayam petelur dengan memanfaatkan bantuan sarana prasarana kandang battery dari Bank Indonesia yang memiliki daya tampung 500 ekor ayam. Saat ini sudah menghasilkan 200 butir telur ayam per hari. Dengan asumsi Rp1.500 per butir maka peternak menghasilkan Rp600.000 per hari.
Anggota kelompok tani Kube Cabai Dedi Irawan mengatakan dirinya bersyukur dapat masuk dalam program kluster cabai binaan BI dan Balitbangda Sumsel.
“Jika mau usaha sendiri, cabai ini butuh modal yang besar sampai Rp60-70 juta per hektare. Tapi karena ada bantuan ini saya bisa ikut menanam cabai, sebelumnya hanya tanam sayur saja seperti timun, kacang panjang dengan dengan modal sekitar Rp10 juta,” kata dia.
Dalam program ini juga Dedi mendapatkan pengetahuan baru mengenai digitalisasi pertanian, termasuk mengenai teknik pertanian terkait penanaman, pemupukan, perawatan hingga panen.
"Bisa lihat sendiri, tanaman cabai berbuah lebih lebat dan subur, sementara banyak petani cabai lain di Ogan Ilir ini justru gagal panen karena pengaruh cuaca hujan lebat sejak akhir tahun lalu,” kata Dedi.
Ketua Tim Penggerak PKK Sumsel Febrita Lustia Herman Deru yang juga hadir dalam kegiatan panen tersebut, mengatakan kegiatan kluster tanaman pangan ini diharapkan dapat diterapkan di seluruh kabupaten/kota di Sumsel dengan pendampingan dari Balitbangda dan Bank Indonesia.
“Tim PKK di sejumlah kabupaten/kota juga sempat mengembangkan tanaman cabai, tapi hasil panen tidak maksimal karena tidak ada pendampingan. Ke depan kami sangat mengharapkan sinergi lebih diperkuat lagi antarpihak terkait,” kata Febrita.
PKK Sumsel sejauh ini sangat mendukung program kemandiran pangan yang dijalankan pemerintah provinsi dalam Gerakan Sumsel Mandiri Pangan yang mendorong warga tak hanya menjadi pembeli tapi juga produsen.
Program ini diharapkan dapat membuat Sumsel mandiri dalam memenuhi kebutuhan pokoknya terutama terhadap bahan pangan penyumbang inflasi daerah seperti cabai merah, bawang dan telur ayam ras.
Kepala Perwakilan BI Sumsel Erwin Soeriadimadja mengatakan terdapat tiga aspek dalam penerapan digitalisasi pertanian ini yakni penggunaan alat sensor tanah dan cuaca, monitoring pemupukan dan pengairan melalui telepon seluler dan monitoring lahan menggunakan kamera pengawas (cctv).
“Ini sudah kami lakukan untuk pertanian bawang merah di STP (Science Techno Park) Kabupaten Ogan Ilir. Pada Februari lalu, petani bisa panen 10 ton dari sebelumnya hanya 7 ton,” kata Erwin setelah kegiatan panen cabai merah di Science Techno Park, Desa Bakung, Inderalaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Kamis.
Sejauh ini, Bank Indonesia telah menjalankan proyek percontohan pertanian bawang merah, cabai merah dan telur ayam bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sumsel dan UPTD STP Kabupaten Ogan Ilir.
Ke depan, BI menargetkan kegiatan di STP Ogan Ilir ini dapat ditiru oleh kabupaten/kota lain di Sumsel untuk mendorong masuknya digitalisasi di sektor pertanian.
Menurutnya, digitalisasi pertanian ini sangat penting karena bukan hanya untuk aspek distribusi dan pemasaran tapi juga untuk kegiatan pra produksi, proses produksi, panen hingga pasca panen.
Dengan begitu, produksi pertanian Sumsel akan meningkat dan mencegah terjadinya kegagalan panen.
Bagi BI, kegiatan ini tak lain bermuara pada upaya mengendalikan inflasi daerah. Sejak lima tahun terakhir, tiga komoditas yakni bawang merah, cabai merah dan telur ayam ras selalu menjadi penyumbang inflasi di Sumsel sehingga BI membuat proyek percontohan pengembangannya di STP Ogan Ilir ini.
“Kami berharap dengan penerapan digital farming ini dapat mendongkrak produksi pertanian khususnya bawang dan cabai sehingga dapat membantu stabiltas harga dan produksi di Sumsel,” kata Erwin.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sumsel Alamsyah mengatakan panen cabai ini dilakukan di atas lahan seluas 2 hektare yang dikelola oleh kelompok tani beranggotakan 13 orang.
Dengan lubang tanam lebih kurang 24.000 pohon, petani dapat melakukan satu siklus tanam selama 9-12 bulan dengan panen sebanyak 5-6 kali per hektare.
“Yang jelas produksi petani meningkat bisa mencapai 12 ton per hektare,” kata dia.
Berkat adanya bimtek, supervisi dan monitoring dari Balitbangda dan STP, produksi cabai merah yang dihasilkan petani pada siklus kedua ini jauh lebih baik dibandingkan siklus pertama.
Bukan hanya cabai merah, untuk kluster bawang merah juga mengalami peningkatan produksi saat panen pada 2 Maret lalu. Lahan tanaman bawang merah yang menggunakan bibit Bima Brebes seluas 1,2 hektare mampu menghasilkan 10 ton dengan harga jual Rp20.000 per kg.
Begitu juga dengan kegiatan peternakan ayam petelur dengan memanfaatkan bantuan sarana prasarana kandang battery dari Bank Indonesia yang memiliki daya tampung 500 ekor ayam. Saat ini sudah menghasilkan 200 butir telur ayam per hari. Dengan asumsi Rp1.500 per butir maka peternak menghasilkan Rp600.000 per hari.
Anggota kelompok tani Kube Cabai Dedi Irawan mengatakan dirinya bersyukur dapat masuk dalam program kluster cabai binaan BI dan Balitbangda Sumsel.
“Jika mau usaha sendiri, cabai ini butuh modal yang besar sampai Rp60-70 juta per hektare. Tapi karena ada bantuan ini saya bisa ikut menanam cabai, sebelumnya hanya tanam sayur saja seperti timun, kacang panjang dengan dengan modal sekitar Rp10 juta,” kata dia.
Dalam program ini juga Dedi mendapatkan pengetahuan baru mengenai digitalisasi pertanian, termasuk mengenai teknik pertanian terkait penanaman, pemupukan, perawatan hingga panen.
"Bisa lihat sendiri, tanaman cabai berbuah lebih lebat dan subur, sementara banyak petani cabai lain di Ogan Ilir ini justru gagal panen karena pengaruh cuaca hujan lebat sejak akhir tahun lalu,” kata Dedi.
Ketua Tim Penggerak PKK Sumsel Febrita Lustia Herman Deru yang juga hadir dalam kegiatan panen tersebut, mengatakan kegiatan kluster tanaman pangan ini diharapkan dapat diterapkan di seluruh kabupaten/kota di Sumsel dengan pendampingan dari Balitbangda dan Bank Indonesia.
“Tim PKK di sejumlah kabupaten/kota juga sempat mengembangkan tanaman cabai, tapi hasil panen tidak maksimal karena tidak ada pendampingan. Ke depan kami sangat mengharapkan sinergi lebih diperkuat lagi antarpihak terkait,” kata Febrita.
PKK Sumsel sejauh ini sangat mendukung program kemandiran pangan yang dijalankan pemerintah provinsi dalam Gerakan Sumsel Mandiri Pangan yang mendorong warga tak hanya menjadi pembeli tapi juga produsen.
Program ini diharapkan dapat membuat Sumsel mandiri dalam memenuhi kebutuhan pokoknya terutama terhadap bahan pangan penyumbang inflasi daerah seperti cabai merah, bawang dan telur ayam ras.