Palembang (ANTARA) - Mukti Sulaiman mencabut permohonan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dalam kasus korupsi dana pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, Senin.
Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang Harun Yulianto yang memimpin sidang dengan nomor perkara 15/Pid.Pra/2021/PN memutuskan menutup jalannya sidang meskipun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan selaku termohon telah memenuhi panggilan.
"Dengan dicabutnya gugatan ini, sidang di tutup," kata hakim.
Baca juga: Sidang praperadilan tersangka korupsi Masjid Raya Sriwijaya ditunda
Kuasa hukum tersangka Syarkowi Tohir mengatakan dicabutnya gugatan tersebut karena pemohon sudah menarik hak kuasa dirinya dalam menangani perkara tersebut.
"Tugas saya sudah selesai. Mungkin pemohon sudah memilih kuasa hukum lain," katanya.
Menurut dia, tidak diketahui pasti apa pertimbangan pemohon menarik hak suasana dan mencabut gugatan tersebut. Namun ia menegaskan semua merupakan permintaan langsung dari pemohon.
Baca juga: Kejati Sumsel bidik tersangka baru korupsi dana Masjid Raya Sriwijaya
"Saya tidak tahu apakah ada intervensi dari pihak luar, yang pasti begitu permintaannya," imbuhnya.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumatera Selatan Naimullah mengatakan apabila tersangka kembali melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Palembang maka pihak siap memberikan bukti yang menguatkan keputusan penetapan tersangka tersebut.
"Bila tersangka kembali menggugat keputusan ini, kami sudah siap dengan bukti hasil pemeriksaan," kata dia.
Baca juga: Mantan Gubernur Sumsel AN tak penuhi panggilan kejaksaan
Mukti Sulaiman telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan oleh Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Sumatera Selatan bersama lima tersangka lainnya dalam dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015-2017 senilai Rp130 miliar.
Mukti Sulaiman kala itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sekaligus ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Mantan Sekda Pemprov Sumsel ini dinilai melanggar Pasal 2 JO Pasal 18 UU No 20 tahun 2001 Jo 55 KUHPidana, dan subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 No 20 Tahun 2001 Jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.