Korupsi dana desa, kades kedapatan pakai Rp500 juta untuk judi sabung ayam

id Kepala desa,Korupsi dana desa,Judi sabung ayam,Berita sidang

Korupsi dana desa, kades kedapatan pakai Rp500 juta untuk judi sabung ayam

Sidang kasus korupsi dana Desa Pulau Panggung, Pajar Bulan, Lahat, dengan terdakwa Irawan berlangsung pada PN klas 1A khusus tipikor Palembang, Rabu (23/04/2025). ANTARA/M Mahendra Putra

Palembang (ANTARA) - Mantan Kepala Desa Pulau Panggung, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Sumsel, Irawan, mengaku jika uang korupsi anggaran Dana Desa sebanyak Rp500 juta diselewengkan dan dihabiskan untuk judi sabung ayam.

Pengakuan itu ia sampaikan saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri klas 1 A khusus tipikor Palembang, Rabu (22/4/2025) dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.

Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Sangkot Lumban Tobing didampingi dua anggotanya Wahyu dan Khoiri, terdakwa mengakui semua perbuatannya, bahkan ia mengaku menyesal dan jera mengulangi di kemudian hari.

"Saya salah majelis, saya mohon maaf untuk perbuatan ini, semua ini karena kebiasaan saya berjudi sabung ayam. Saya tidak pernah bisa menahan diri karena sudah hobi sekali berjudi sabung ayam ini, sekali lagi saya menyesal, saya mau berubah," kata terdakwa sembari tertunduk lesu.

Terdakwa mengakui bahwa dana desa yang totalnya mencapai Rp850.151.200 pada tahun anggaran 2019 tersebut dialokasikan untuk empat kegiatan, yaitu pembangunan gedung serba guna, pembangunan bak air bersih, rehabilitasi jembatan gantung, dan penyelenggaraan Posyandu.

"Semuanya ada empat pekerjaan, namun dua yang hanya saya kerjakan, sisanya belum saya kerjakan sedangkan pencairan dananya sudah selesai semua," terang terdakwa.

Untuk judi sabung ayam, terdakwa mengatakan dirinya menghabiskan sedikitnya Rp30 juta lebih dalam sehari, namun sayang ia tak pernah menang sehingga uangnya lambat laun tidak bertambah, malah habis tak bersisa. "Akhir-akhir ini saya kerap kalah, ayam jagoan saya tidak pernah menang, uang saya habis," jelasnya.

Sementara itu, terdakwa juga ditanya hakim, apakah ada yang menegur perbuatannya apa tidak, baik dari keluarga atau perangkat desa. "Kamu begini (berjudi) ada yang negur tidak?," ujar majelis, yang dijawab terdakwa sudah sering diingatkan namun dirinya memang bandel dan pekak.

Diketahui Dua kegiatan yang dimaksud, yakni pembangunan gedung serba guna dan bak air bersih ternyata tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar yang telah ditentukan.

Bahkan, kedua proyek tersebut juga belum selesai dikerjakan 100 persen, meskipun sebagian anggaran sudah dicairkan. Sementara dua kegiatan lainnya, yaitu rehabilitasi jembatan gantung dan penyelenggaraan Posyandu, sama sekali tidak dilaksanakan dan dinyatakan fiktif.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim di depan jaksa penuntut dari kejaksaan menyatakan sidang ditutup dan akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda tuntutan jaksa. "Sidang kita tunda dan akan kita lanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan," tegas majelis.

Sebelumnya terungkap bahwa dari penyidik menemukan adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi anggaran, serta penggunaan dana yang tidak transparan. Sehingga menyebabkan kerugian negara yang cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh auditor Inspektorat Kabupaten Lahat, kerugian negara akibat penyalahgunaan dana desa ini diperkirakan mencapai lebih dari setengah miliar rupiah.

Saat diperiksa, terdakwa mengungkapkan bahwa dana yang disalahgunakan tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan pribadi.

Adapun modus operandi yang digunakan oleh tersangka dalam melakukan tindak pidana korupsi ini cukup beragam, di antaranya, tidak bermusyawarah dalam pengelolaan dana desa yang seharusnya melibatkan masyarakat, pengelolaan keuangan tidak transparan atau seluruh pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh terdakwa tanpa melibatkan perangkat desa atau tim pelaksana kegiatan.

Kemudian, korupsi pekerjaan konstruksi yakni pekerjaan konstruksi yang seharusnya dikerjakan dengan sistem swakelola oleh masyarakat desa, justru dialihkan kepada pihak lain dengan cara diborongkan. Lalu, dokumen pertanggungjawaban yang tidak lengkap yakni laporan pertanggungjawaban untuk penggunaan dana desa tidak lengkap, bahkan banyak dokumen yang tidak bertandatangan dan tidak sah.