Baturaja (ANTARA) - Sejumlah orang tua siswa di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan berharap Dinas Pendidikan setempat menerapkan sistem belajar ganjil genap di tengah pandemi COVID-19.
Menurut Fitri, salah seorang wali siswa warga Baturaja, Selasa, mengaku sejumlah siswa sulit memahami mata pelajaran yang diberikan guru melalui sistem belajar secara daring.
Oleh sebab itu, ia berharap diterapkan sistem belajar genap ganjil agar para siswa memahami mata pelajaran yang diberikan guru di sekolah. "Siswa bisa belajar di sekolah dengan sistem genap ganjil berdasarkan absen," katanya.
Hal senada dikatakan wali murid lainnya, Junai bahwa sistem genap ganjil dapat diterapkan di sekokah di tengah pandemi COVID-19.
Menurut dia, sistem genap ganjil lebih efisien diterapkan di tengah pandemi dibandingkan secara daring. "Karena, kalau daring siswa lebih banyak main game dibandingkan belajar di sekolah yang dapat dikontrol langsung oleh guru," katanya.
Pihak sekolah dapat menerapkan sistem belajar genap ganjil dengan memberlakukan maksimal 20 orang di dalam kelas berdasarkan absen siswa. "Tentunya ini dapat menjaga jarak siswa di dalam kelas," ujarnya.
Bupati Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan Kuryana Azis sebelumnya memutuskan menunda proses belajar tatap muka yang semula dimulai 4 Januari 2021, ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan.
"Keputusan ini untuk kebaikan bersama mengingat saat ini virus corona masih menyebar," kata Bupati saat memimpin rapat persiapan pembelajaran tatap muka dengan Forkimda di Baturaja belum lama ini.
Menurut Kuryana, pihaknya secara pribadi telah menghubungi bupati dan wali kota di Sumsel dan tidak ada satu pun kepala daerah yang berani menerapkan belajar tatap muka mengingat perkembangan COVID-19 saat ini cenderung meningkat.
Kuryana mengatakan di OKU, penyebaran virus corona cenderung lebih lambat dibandingkan daerah lain seperti di Palembang. Sampai saat ini jumlah warga OKU yang terpapar COVID-19 sebanyak 198 orang dan 19 diantaranya meninggal dunia.
Meskipun demikian, kata dia, pemerintah daerah setempat memikirkan kesehatan anak didik, khususnya Sekolah Dasar (SD) yang dinilai sangat rentan tertular COVID-19.
"Namun, kalau pihak sekolah dan wali murid masih ngotot ingin belajar tatap muka, saya sarankan agar membuat pernyataan dan tanggung sendiri risikonya. Saya tidak mau dilibatkan kalau ada klaster baru," tegasnya.
Menurut dia, meskipun pihak sekolah telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat sesuai petunjuk pusat, bisa dipastikan anak didik berusia 10 tahun ke bawah sulit untuk diatur.
"Apalagi, jika mereka sudah bertemu dengan teman-temannya. Kalau sampai mereka tertular COVID-19 kita juga pasti repot untuk mengurus dan mengobatinya," ujarnya.