Jakarta (ANTARA) - Politisi Partai Golkar Roosdinal Salim menyebut Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law yang baru disahkan DPR RI pada Senin (5/10), menebas "para rente" dalam proses membuatan analisis dampak lingkungan (amdal) yang selama ini menjadi dokumen pelengkap perizinan berusaha.
"Tahu enggak berapa persen biaya perizinan yang harus dikeluarkan pengusaha terkait dengan perizinan lingkungan?," kata Roosdinal Salim dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Fakta di lapangan, untuk ngurus perizinan terkait dengan dokumen lingkungan hidup bisa mencapai 20 persen dari nilai investasi proyeknya.
"Hal inilah yang menjadi salah satu hambatan dari para pengusaha dalam mengembangkan industri di Indonesia. Dalam omnibus law ini tidak ada kelonggaran untuk perizinan yang terkait dengan lingkungan hidup, hanya teknis dan tata kelolanya saja yang dibenahi," ujarnya.
Dalam omnibus law, ia mengatakan, Amdal tetap ada bahkan akan semakin “bergigi”. Selama ini analisis dampak lingkungan hanya jadi "dokumen pelengkap perizinan" untuk sebuah proyek, dan dalam praktiknya pengurusannya malah menjadi alasan untuk "memeras" pengusaha.
Menurut dia, dengan omnibus law, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menebas "para rente", sebutan untuk pemburu renten yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid V renten berarti riba.
Dinal menilai sejauh ini terdapat mispersepsi yang cukup substantif di kalangan sebagian masyarakat berkenaan dengan pasal-pasal yang mengatur permasalahan lingkungan hidup. Salah satunya adalah misinformasi yang mengatakan Amdal di hapus.
"Tentu saja ini adalah informasi yang salah," ujar anak sulung dari mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim itu.
Menurut alumni University of Houston itu, yang harus dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sat ini memastikan adanya sinkronisasi, kordinasi dan komunikasi yang lancar di antara semua sektor supaya tidak ada ego sektoral. Selain itu, dikarenakan tugas, wewenang dan tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan sangat besar sekali, maka secara tidak langsung kementerian itu akan menjadi superbody.
Ia mengatakan dibutuhkan adanya check and balance. Salah satu opsi yang bisa dipilih oleh Presiden Jokowi adalah dengan mengaktifkan kembali Badan Pengendali Dampak Lingkungan (BAPEDAL) yang berada langsung di bawah Presiden.
“Dengan adanya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan yang berada langsung di bawah koordinasi Presiden ini menunjukkan komitmen Presiden Jokowi berkaitan dengan lingkungan. BAPEDAL mempunyai tugas menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan teknis dan program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Dinal yang dikenal sebagai tokoh muda partai berlambang pohon beringin itu.
Sebelumnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar saat memberikan keterangan pers bersama di Kementerian Koordinator Perekonomian terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) pada Rabu (7/10) mengatakan dasar pemikiran penggunaan Sistem Uji Kelayakan dalam Undang-Undang Cipta Kerja untuk mengalihkan beban kerja Komisi Penilai Amdal yang overload.
"Kemudian ada lagi di luar, pertanyaan soal Komisi Penilai Amdal. Kawan-kawan, sebagai informasi, bahwa dalam satu tahun itu kira-kira dokumen Amdal yang harus dianalisis itu bisa sampai 1.500. Oleh karena itu, kita melakukan adjustment terhadap Komisi Penilai Amdal," kata Siti.
Ia menegaskan dasar pemikiran penggantian sistem Komisi Penilaian Amdal tersebut berdasarkan evaluasi dan praktik empirik yang ada selama ini diketahui menyulitkan sehingga mungkin yang dapat dipahami pihak usaha prosesnya lama. Oleh karena itu, disesuaikan lah dengan penerapan Sistem Uji Kelayakan oleh lembaga uji kelayakan sehingga memunculkan standar sistem.