Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat konsumsi minyak sawit dan turunannya di dalam negeri selama Januari-Maret 2020 mencapai 4,53 juta ton atau meningkat sekitar 7,2 persen dari periode yang sama tahun 2019.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono merinci pada Januari 2020 konsumsi tercatat sebesar 1,48 juta ton, Februari 2020 sebesar 1,55 juta ton, dan Maret 2020 sebesar 1,5 juta ton.
"Dibanding Februari 2020, konsumsi dalam negeri Maret turun 3,2 persen," kata Mukti di Jakarta, Jumat.
Ada pun konsumsi minyak untuk pangan dalam negeri pada Maret turun sekitar 8,7 persen dari bulan sebelumnya menjadi 721.000 ton. Menurut Mukti, ketidakpastian terhadap waktu teratasinya pandemi COVID-19 menjelang puasa, menyebabkan konsumsi minyak sawit untuk produk pangan menurun.
Sebaliknya, konsumsi produk oleokimia naik sebesar 14,5 persen menjadi 104.000 ton. Hal itu ditopang karena kebutuhan bahan pembersih tangan (hand sanitizer) yang meningkat akibat pandemi COVID-19.
"Dari 68.000 ton kenaikan konsumsi oleokimia, 55 persen terjadi pada gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand sanitizer," kata Mukti.
Sementara itu konsumsi biodiesel relatif tetap meskipun harga minyak bumi rendah dan konsumsi solar turun sekitar 18 persen.
Untuk produksi selama kuartal I-2020 Gapki mencatat adanya penurunan sekitar 14 persen dari periode sama tahun sebelumnya menjadi 10,99 juta ton. Sementara dibandingkan Februari 2020 produksi hanya menurun dengan selisih tipis 0,9 persen.
Ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Maret 2020 juga tercatat turun 16,5 persen menjadi 7,64 juta ton. Namun demikian ekspor pada Maret 2020 mencapai 2,7 juta ton atau terjadi peningkatan 7,3 persen dibanding Februari 2020.
Peningkatan volume ekspor tersebut ditopang oleh kenaikan ekspor CPO sebesar 113.000 ton dan oleokimia sebesar 63.000 ton.
Kenaikan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan Bangladesh, Afrika dan China. Ekspor ke Uni Eropa, India, dan Timur Tengah sedikit naik, sedangkan ekspor ke Pakistan dan Amerika Serikat turun. Kenaikan ekspor ke China karena disebabkan informasi di negara tersebut yang telah mulai pulih dari pandemi COVID-19.
"COVID-19 telah mengganggu perekonomian dunia, tetapi semua negara tidak akan sanggup berlama-lama dalam situasi seperti saat ini dan harus segera bangkit. Oleh sebab itu, peningkatan produktivitas dan efisiensi harus menjadi prioritas untuk menjaga viabilitas dari industri," kata Mukti.
Berita Terkait
Kemenkumham Sumsel kawal pengajuan paten cangkang sawit sebagai EBT
Jumat, 29 Maret 2024 11:41 Wib
Jago merah hanguskan pengolahan minyak sawit
Jumat, 16 Februari 2024 1:06 Wib
Jaksa tahan tersangka penggelapan pajak sawit senilai Rp2,9 miliar
Jumat, 2 Februari 2024 14:29 Wib
Kementan antisipasi ganoderma pada tanaman sawit
Rabu, 31 Januari 2024 13:41 Wib
OJK dorong pencarian skema baru pembiayaa kelapa sawit di Sumsel
Selasa, 30 Januari 2024 12:36 Wib
Ogan Komering Ulu terima DBH kelapa sawit 2023 Rp10 miliar
Kamis, 25 Januari 2024 20:47 Wib
Hingga 2023, Disbun Sumsel catat PSR sawit capai 69.965 hektare
Rabu, 24 Januari 2024 22:26 Wib
Polisi selidiki kematian petani Aceh Barat Daya di kebun kelapa sawit
Jumat, 12 Januari 2024 9:56 Wib