Amman (ANTARA) - Ratusan perempuan di Arab Saudi menggunakan media sosial untuk berbagi pengalaman mereka tentang pelecehan seksual dalam suatu bentuk eksplorasi langka tentang topik tabu di kerajaan ultra-konservatif itu.
Dengan menggunakan tagar "Why_I_didn't_report_it" (Mengapa Saya Tidak Melaporkan ini), para perempuan dan beberapa pria menceritakan pelecehan yang dialami di rumah atau di depan umum yang mereka tidak laporkan kepada pihak berwenang karena takut malu - atau disalahkan.
Arab Saudi telah melarang kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual dalam reformasi besar-besaran baru-baru ini yang mengakhiri dekade pemisahan gender di restoran dan larangan mengemudi bagi perempuan.
Tetapi perempuan yang melaporkan insiden menghadapi kampanye mempermalukan di media sosial dan justru dipersalahkan karena dilecehkan, kata kelompok hak asasi.
"Teman-teman saya dihukum ketika mereka melaporkan (pelecehan mereka) dan mengalami lebih banyak kerugian," tulis seorang pengguna Twitter Saudi yang menyebut dirinya Bella.
"Saya memilih diam," katanya.
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman tahun lalu mengizinkan wanita dewasa untuk bepergian dan mendapatkan paspor tanpa izin walinya, yang lebih lanjut mengikis sistem perwalian pria yang sangat dikritik.
Di bawah peraturan tersebut, perempuan masih bisa menghadapi penangkapan jika mereka tidak mematuhi wali mereka, seringkali suami atau ayah.
Seorang wanita di Twitter yang menggunakan nama daring Udor mengatakan dia ditangkap setelah ayahnya memukulinya, mengusirnya keluar rumah dan melaporkannya ke polisi karena tidak patuh.
Sebuah badan pemerintah Saudi yang ditugasi menangani kekerasan dalam rumah tangga menggunakan tagar untuk mendesak mereka yang mengalami pelecehan untuk melapor secara pribadi.
Beberapa perempuan mengatakan mereka takut untuk berbicara, terutama dalam kasus-kasus ketika pelaku kekerasan mereka adalah anggota keluarga.
"Saya melaporkannya dan polisi datang untuk meyakinkan saya agar membatalkan dakwaan sementara pelaku saya duduk bersama mereka," tulis seorang pengguna Twitter dengan nama Catolina.
Perempuan Saudi dapat berjuang untuk mengakses layanan sosial tanpa kehadiran wali laki-laki, menurut Human Rights Watch, dan beberapa yang telah mencari perlindungan di tempat penampungan masih memerlukan izin dari kerabat laki-laki untuk meninggalkan tempat penampungan.
Kasus-kasus terkenal seperti Rahaf Mohammed al-Qanun yang berusia 18 tahun yang melarikan diri ke Kanada pada tahun 2019 untuk melarikan diri dari apa yang dia katakan adalah keluarga yang kasar telah menggalang penentangan terhadap sistem perwalian pria kerajaan itu.
Sumber: Thomson Reuters Foundation