Pekanbaru (ANTARA) - Prediksi bahwa Riau akan menghadapi musim panas ekstrim hingga rawan kebakaran hutan dan lahan pada 2020 ini tampaknya semakin kuat. Memasuki tiga hari pertama Januari 2020 ini saja, sejumlah titik-titik panas yang menjadi indikasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) mulai bermunculan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru dalam keterangan resminya yang diterima Antara di Pekanbaru, Jumat, mencatat tiga titik panas di Kota Dumai.
Dari tiga titik panas yang terpantau melalui citra satelit Terra dan Aqua, Jumat, pukul 16.00 WIB hari ini, dua di antaranya dipastikan sebagai titik api atau indikasi kuat terjadinya Karhutla dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen.
Kemunculan titik api sejatinya tidak hanya terjadi pada hari ini. Dua hari sebelumnya, titik-titik panas juga bermunculan di Riau, seperti pada 1 Januari 2020 kemarin, dua titik panas dengan satu titik di antaranya dipastikan sebagai titik api terdeteksi di Kabupaten Bengkalis.
Titik panas kemudian bertahan pada keesokan pagi harinya. Sementara pada Kamis sore, titik panas "pindah" ke Kota Dumai dan Kabupaten Indragiri Hilir.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead pada medio Desember 2019 lalu juga telah memprediksi Provinsi Riau akan mengalami kemarau panjang hingga tujuh bulan lamanya pada 2020 ini.
"Berdasarkan catatan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) bahwa pada 2020, khusus di Riau diperkirakan akan ada tujuh bulan musim kemarau. Dari 12 bulan hanya lima bulan basah, selebihnya kering," katanya kepada Antara kala itu.
Dia menjelaskan musim kering pada 2020 diprediksi akan terjadi empat bulan pertama di awal tahun sejak Februari. Setelah itu, Riau akan memasuki musim penghujan dan diprediksi kembali dilanda musim kering pada Agustus hingga Oktober 2020.
Dia mengatakan kondisi kemarau yang melanda Riau lebih lama dibandingkan dengan 2019 ini. Padahal pada 2019 ini provinsi Riau sudah cukup parah dilanda kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat dua kali periode musim kemarau melanda wilayah itu.
"Kebakaran 2019 yang lumayan mengagetkan kita. Terjadi di luar dugaan. Tentu kita tidak ingin terulang lagi," ujarnya.
Untuk itu, Nazir menuturkan pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Pekerjaan Umum dan BRG telah berulang kali melakukan rapat koordinasi.
Hasilnya, dia menambahkan seluruh unsur di atas sepakat untuk memetakan dan melakukan pencegahan dengan pemulihan gambut di sejumlah kesatuan hidrologis gambut (KHG) secara bersama-sama.
"Semua unsur tadi sepakat untuk turun dengan basis KHG atau lanskap. Sudah ada enam lanskap yang kita survei lewat udara dan akan memutuskan lanskap mana saja yang digarap," urainya.
"Kalau dahulu kita sering kerja di KHG tapi agak parsial, sekarang kita bersama-sama, kemudian semua Pokmas (kelompok masyarakat) juga merapatkan barisan," katanya.*