Jalan Sudirman sudah mendesak di berlakukan hukuman CCTV

id cctv,hukuman,jalan sudirman,erika bukhori,pengamat transportasi

Jalan Sudirman sudah mendesak di berlakukan hukuman CCTV

Pakar transportasi dari Politeknik Sriwijaya Prof. Erika Bukhori, Rabu (23/1) (ANTARA News Sumsel/Aziz Munajar/EM/19)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Pakar transportasi dari Universita Sriwijaya Prof. Erika Bukhori mengatakan pemasangan CCTV sudah mendesak untuk menertibkan pengguna jalan yang masih parkir di Jalan Jendral Sudirman dan menyebabkan macet.

"Aturan trasnportasi erat kaitanya dengan habbit (kebiasaan) masyarakat, maka untuk mengubah habbit ini melalui tiga tahap, pertama regulasi, kedua Teknologi Informasi (IT), dan ketiga fleksibilitas tantangan. Nah sekarang regulasinya sudah ada, larangannya telah berlaku, tinggal pasang CCTV lagi agar bisa menghukum para pelanggar," ujar Prof. Erika Bukhori kepada Antara News Sumsel, Rabu.

Menurutnya pemasangan CCTV mendesak karena tidak maksimalnya pengawasan petugas pengawas jalan, kondisi ini disadari sejak lama oleh kota-kota maju dunia, sehingga diterapkanlah kebijakan di mana para pelanggar aturan transportasi diadili dengan bukti rekaman CCTV.

Penghukuman lewat CCTV merupakan langkah persuasif untuk masyarakat agar lebih tertib aturan, ia meyakini kebiasaan masyarakat perlahan akan berubah dengan sendirinya dan kebijakan larangan parkir tidak terkesan memaksa masyarakat berubah mendadak yang malah berujung polemik.

Kawasan Jalan Jendral Sudirman dinilainya sudah sangat menggambarkan kemajuan Kota Palembang dengan beroperasinya LRT dan akses jalan kaki (pedestarian) yang memadai dan perlu dirapikan dari parkir liar.

Erika Bukhori yang juga Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Sumsel berpendapat Larangan parkir oleh Pemkot Palembang sendiri dirasa sudah tepat agar mengurangi kemacetan, namun dampak-dampak larangan tersebut terlihat tidak disiapkan solusinya secara matang, seperti efek penurunan omset pedagang dan nasib juru parkir.

"Melihat kebijakan ini tentu harus komperhensif, sebelum aturan larangan parkir di keluarkan seharusnya pemkot mengkondisikan dulu masyarakat dengan stakeholder, konsultan, pemilik ruko dan warga sebagai pengguna jalan. Di sanalah semua pihak jadi tahu apa yang ingin di kehendaki pemerintah sebenarnya dari kawasan itu (Sudirman), perlu adanya partisipatory planing," jelas Erika Bukhori.

Kebijakan tersebut dikeluarkan seperti tidak memperhitungkan nasib pemilik ruko dan juru parkir yang menggantungkan penghasilan di sepanjang Pedestrian Jalan Sudirman, lanjutnya. Dari sisi pengendara larangan parkir terkesan mendadak dan akhirnya masyarakat mengalami gagap perubahan, yakni kondisi sulit berubah akibat kebiasaan parkir di pinggir jalan.

Dengan kondisi saat ini, menurutnya harus ada perubahan konten ruko di sekitaran Jalan Jendral Sudirman, beberapa jenis barang yang diperjualbelikan sudah tidak prospek lagi dengan upaya pemkot merapikan kawasan tersebut.

"Land Use toko di situ juga harus ada pergeseran menyesuaikan dengan pedestarian, akan lebih prospek jika yang dijual adalah kebutuhan pariwisata. Dengan begitu kantung parkir dapat lebih berfungsi, suttle bus juga tidak sepi, ya perlu sosialisasilah dari pemkot," terang Erika Bukhori.

Menurutnya ada banyak pilihan menggeser land use ruko tersebut, salah satunya memindahkan ruko ke kawasan lain dengan insentif dan disinsentif, namun untuk mengaplikasikannya Pemkot Palembang harus melakukan 'button up'.

Sementara Pemkot Palembang diamatinya nampak masih takut melakukan 'button up' atau rembuk dengan berbagai pihak dalam menjelaskan maksud dan tujuan penataan kawasan Sudirman, padahal 'button up' itulah kunci sukses terlaksananya aturan larangan parkir tanpa perlawanan.

"Jika pemkot tidak mempertemukan stakeholder, konsultan, pemilik ruko dan masyarakat sebagai pengguna jalan, akhirnya aturan itu jadi semacam 'culture shock' bagi masyarakat, dan seterusnya akan dilawan larangan parkir itu," imbuhnya.