Mata Zahra Musdalifah, gelandang muda Tim Nasional sepak bola putri Indonesia berusia 17 tahun, itu masih sembab ketika berjalan di jalur `mixzone` (pertemuan wartawan dan atlet) menuju bus pemain.
Seorang ofisial, melambaikan tangan ke awak media yang menunggu sesi wawancara `doorstop` yang memberikan isyarat bahwa Zahra enggan diwawancarai.
Bukan hanya Zahra yang menghindar, satu per satu pemain Timnas memilih berlalu dengan cepat sambil menunduk menuju bus untuk menghindari sesi wawancara itu.
Hanya satu pemain yang tersisa yang terlihat masih tampak tegar, dialah Mayang, pemain yang berposisi sebagai striker. "Mayang, Mayang, Mayang," panggil awak media yang menunggunya.
Seketika, Mayang pun berhenti menghampiri para wartawan yang menuggunya. Meski sedikit kebingungan, tapi ia berusaha menjawab pertanyaan wartawan.
"Ya saya, dan semua pemain sedih atas hasil ini. Kami tidak bisa lanjut lagi ke babak berikutnya, padahal sebenarnya kami bisa," kata Mayang dengan tatapan mata nanar.
Mayang merupakan satu dari 35 pemain yang disiapkan ke Asian Games XVIII tahun 2018 sejak enam bulan lalu. Ia ditemukan pelatih Timnas Satia Bagdja Ijatna dalam proses seleksi terhadap 85 pemain yang dilakukan PSSI.
Mayang merupakan atlet berlatar belakang pelari sprinter. Sebelum masuk Timnas, ia sempat mengikuti seleksi masuk Timnas Bola Tangan.
Di setiap pertandingan, baik laga uji coba maupun resmi, Mayang selalu menjadi ujung tombak Garuda Putri. Namun, hingga penampilan di Asian Games ia masih kesulitan untuk mendapatkan tandem yang sepadan kecepatannya seperti dirinya di lini depan.
Belum lagi lawan-lawan yang dihadapi kerap memiliki level lebih tinggi yang terkadang memaksanya berperan sebagai gelandang bertahan.
"Kami telah berjuang maksimal, tapi inilah hasil yang kami capai. Saya berharap Timnas bisa lebih baik lagi ada masa datang, dan hadirnya Liga khusus sepak bola putri," kata Mayang.
Bukan hanya Mayang, Zahra juga sedih akan hasil ini. Ade Mustika juga tidak kalah berduka atas kegagalan melenggang ke fase delapan besar ajang multicabang olaraga bangsa-bangsa Asia ini.
Ade menceritakan seketika dirinya ingin berurai air mata ketika pemain Korea Selatan mencetak gol ke-12 yang sama saja mengubur impian Timnas ke babak selanjutnya.
"Kami sudah mati-matian bertahan supaya tidak kebobolan dan kebobolan lagi, tapi bola datang terus tak ada hentinya," kata Ade yang berbicara dengan mata masih berkaca-kaca.
Pertandingan Indonesia melawan Korea Selatan di laga terakhir penyisihan grup A Asian Games 2018 di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, Selasa malam, layaknya laga hidup mati.
Garuda Putri setidaknya harus memetik hasil seri atau jika kalah maka tidak melebihi 0-11 karena harus bersaing dengan Hongkong untuk memperebutkan tempat tiga terbaik bagi dua tim.
Berdasarkan hasil undian, peserta Asian Games 2018 terbagi dalam tiga grup. Grup A terdiri atas Indonesia, Korea Selatan, Chinese Taipei, dan Maladewa. Grup B yakni Korea Utara, China, Hongkong, dan Tajikistan. Sementara Grup C terdiri atas Jepang, Vietnam, dan Thailand.
Lantaran hasil buruk di pertandingan penentuan berakhir 0-12, secara otomatis memberikan tempat ketiga pada Thailand dan Hongkong.
Meskipun Indonesia meraih kemenangan 6-0 di pertandingan perdana penyisihan grup atas Maladewa, hasil itu tidak membantu karena kemenangan dengan tim peringkat terbawah ternyata tidak dihitung sebagai poin. Sama halnya dengan pertandingan Hongkong dan Tajikistan yang berlangsung, Rabu (22/8) juga tidak dihitung hasilnya karena Tajikistan berada di peringkat terbawah di Grup B.
Lantaran itu, harapan Indonesia untuk melaju lebih jauh harus pupus di tangan Korea Selatan yang menyandang peringkat 15 dunia.
Sebenarnya pelatih Satia sudah mengantipasi soal ini dengan memasang lima pemain belakang sekaligus dan tiga gelandang bertahan. Tim hanya menyisakan dua pemain di sektor depan. Namun, gempuran bertubi-tubi pemain Korsel membuat Zahra dan kawan-kawan tidak terkutik meski hanya berjaga di kotak sempit.
Pada babak pertama pertandingan melawan Korsel itu, Timnas sudah kebobolan lima gol, kemudian tujuh gol di babak kedua. Sungguh jauh dari penampilan yang diharapkan seperti ketika mengganyang Maladewa 6-0, dan hanya kebobolan 0-4 dari Chinese Taipei.
Akhirnya, Timnas pun harus puas finis di peringkat ketiga Grup A dengan raihan 3 poin (kemenangan atas Maladewa tidak dihitung untuk kuota dua tim terbaik), kemudian peringkat pertama Korea Selatan dengan 9 poin dan peringkat kedua Chinese Taipei dengan 6 poin.
Sementara itu, wakil Asia Tenggara yang melenggang ke babak perempat final yakni Thailand dan Vietnam menemani enam tim terbaik lainnya yakni Korea Selatan, Chinese Taipei, Korea Utara, China, Jepang, dan Hongkong.
Sudah diprediksi
Kegagalan Timnas putri di ajang Asian Games ini sebenarnya sudah diprediksi sejak awal.
Indonesia dalam tiga tahun terakhir ini sama sekali tidak pernah mengirim tim sepak bola putri bertanding di event resmi FIFA. Malahan pada ajang Piala AFF 2018 pada Juli lalu di Palembang bertanding dalam posisi tidak ada rangking FIFA.
Timnas putri hanya berbekal sedikit pengalaman untuk bermain di ajang multicabang olahraga tertinggi di Asia, Asian Games.
Selain itu, dari sisi persiapan, tim ini baru menjalani pemusatan latihan pada enam bulan menjelang Asian Games dengan amunisi pemain yang bisa dibilang minus karena sebagian besar pemain berlatar belakang pemain futsal.
PSSI terpaksa menyeleksi 85 orang dari berbagai cabang olahraga yang sebagian besar dari futsal untuk membuat Timnas sepak bola putri.
Dalam masa persiapan ini juga terbilang kurang maksimal karena kesulitan mendapatkan lawan uji coba yang sepadan sesuai kebutuhan.
Di dalam negeri tidak ada Liga profesional sepak bola putri sehingga kondisi ini semakin menyulitkan untuk mengasah kualitas fisik dan mental bertanding.
Walhasil, Garuda Pertiwi terpaksa beruji tanding dengan tim putra. Namun, persoalannya ketika berhadapan dengan tim laki-laki maka pemain putra juga enggan melakukan `body contack` sehingga tujuan dari latihan tidak tercapai.
Dengan demikian tidak ada pilihan lain selain mendatangkan tim dari negara lain ke Indonesia untuk menjajal kemampuan. Timnas menggelar laga persahabatan dengan Thailand di Palembang sekitar dua bulan sebelum Asian Games. Pada dua pertandingan itu, Indonesia menelan kekalahan telak 0-13 dan 0-4. M
Meski kalah, tapi banyak pelajaran yang dipetik di laga ini karena setidaknya pemain bisa mengukur kemampuan sebenarnya mengingat Thailand merupakan wakil zona Asia Tenggara ke Piala Dunia 2019.
Kemudian uji coba berikutnya pada Piala AFF, Timnas Indonesia harus puas di peringkat empat setelah hanya meraih hasil imbang 0-0 dari Singapura, kalah telak atas Vietnam 0-6, demikian pula atas Myanmar 1-6 dan meraih hasil imbang 3-3 dari Filiphina.
Pelatih Timnas Indonesia Satia Bagdja Ijatna mengatakan banyak faktor mengapa Timnas terhenti di babak penyisihan Asian Games ini. Menurutnya yang sangat mencolok yakni perbedaan level.
"Mereka-mereka ini (Korsel, Chinese Taipei) dua level di atas kami. Jadi ya sulit. Dari postur tumbuh sudah kalah, belum lagi pengalaman. Lawan-lawan ini benar-benar terasah di kompetisi," kata dia.
Ketua Asosiasi Sepak Bola Putri Indonesia Papat Yunisal sangat memahami kondisi tersebut sehingga sedari awal PSSI tidak membebani target kecuali hanya berharap bisa melaju sejauh mungkin.
"Peluang itu sebenarnya ada, tapi ini hasil terbaiknya. Semoga saja ke depan Timnas bisa lebih baik, dan mulai tahun depan sudah ada liga profesionalnya," kata dia.
Sepak bola putri Tanah Air sebenarnya sempat berjaya di pertengahan tahun 70-an hingga akhir 80-an. Bahkan sempat digelari sebagai Macan Asia karena menyabet juara kedua di Piala AFF tahun 1982 dan 1985. Kemudian peringkat empat di AFC tahun 1977 dan 1986.
Bahkan tim putri Jepang yang notabene langganan manggung di Piala Dunia saja pernah dikalahkan Indonesia dengan skor 1-0, pada AFC tahun 1977.
Namun memasuki era sepak bola modern, Garuda Putri nyaris tenggelam apalagi tidak ada liga profesional di dalam negeri.
Meski demikian Timnas Nasional putri tidak boleh berputus asa karena hidup berubah, siapa yang bisa bersaing maka dia akan menang. Jika Indonesia bisa membuat liga profesional dengan baik, maka bukan tidak mungkin pada Asian Games berikutnya bisa menjadi kandidat juara. (D019).