Waspadai tipumuslihat "dokter AI" di media sosial

id hoaks,dokter,kecerdasan buatan,deepfake

Waspadai tipumuslihat "dokter AI" di media sosial

Ilustrasi hoaks (ANTARA/HO)

Jangan sampai kita terpedaya dengan muslihat “dokter AI” yang beredar di media sosial dengan tujuan mengeruk keuntungan

Najwa Shihab dan Terawan tak sendiri. Video mantan Menkes Siti Fadilah Supari juga pernah dimanfaatkan pihak tertentu untuk mempromosikan produk kesehatan. Modusnya pun sama, menggunakan teknologi AI untuk sulih suara atau dikenal dengan deepfake.

Bisa jadi masyarakat yang menderita penyakit tertentu dengan mudah terkecoh. Apalagi yang sudah menderita penyakit menahun, kehadiran para “dokter-dokter AI” yang mempromosikan produk kesehatan tertentu ibarat “angin surga”.

Perkembangan teknologi AI pun tak luput dimanfaatkan untuk membelokkan informasi atau yang dikenal dengan istilah gangguan informasi. Wardle dan Derakhstan (2017) dan Ehrenfeld dan Barton (2019) membagi tiga jenis kekacauan informasi yakni misinformasi, disinformasi, dan malainformasi.

Apa yang membedakan ketiganya terletak pada niat. Misinformasi memiliki makna ketika informasi palsu dibagikan tetapi tidak bermaksud merugikan. Sama seperti misinformasi, disinformasi merupakan berita palsu yang dibagikan secara sengaja tapi bermaksud untuk menyebabkan kerugian. Kita mengenalnya sebagai hoaks.

Sementara malainformasi asli dibagikan untuk menyebabkan kerugian, sering kali dengan memindahkan informasi yang dirancang untuk tetap pribadi ke ruang publik.

Media sosial sebagai sarana untuk untuk membuat dan membagikan konten serta mengatur secara kolektif, menurut Albu dan Etter (2020), menjadi medium yang efektif dalam penyebaran gangguan informasi. Berbeda dengan produk jurnalistik yang menerapkan disiplin verifikasi ketat, konten di media sosial tak semuanya menerapkan disiplin verifikasi dan dapat dipertanggungjawabkan.

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat sepanjang 2023, terdapat 150 hoaks yang berkaitan dengan kesehatan. Meski lebih kecil dibandingkan hoaks politik, info palsu terkait kesehatan bisa berdampak besar pada ekonomi, politik, hingga kehidupan sosial masyarakat. Contohnya, saat seseorang tidak meyakini manfaat vaksin, maka yang terancam kesehatannya sebenarnya bukan hanya satu orang tapi bisa jadi dirasakan sebuah kelompok atau bahkan populasi.