Waspadai tipumuslihat "dokter AI" di media sosial

id hoaks,dokter,kecerdasan buatan,deepfake

Waspadai tipumuslihat "dokter AI" di media sosial

Ilustrasi hoaks (ANTARA/HO)

Jangan sampai kita terpedaya dengan muslihat “dokter AI” yang beredar di media sosial dengan tujuan mengeruk keuntungan
Ancaman serius

Indonesia merupakan salah satu pengguna media sosial tertinggi di dunia. Data "We Are Social" pada 2024 menyebutkan sebanyak 139 juta penduduk Indonesia atau 49,9 persen dari populasi merupakan pengguna aktif media sosial.

Realitas itu dihadapkan dengan tingkat literasi Indonesia yang rendah. Data Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2022 menempatkan peringkat literasi siswa Indonesia berusia 15 tahun pada posisi 71 dari 81 negara dengan skor 359. Sementara menurut data UNESCO pada 2016, hanya 0,001 atau hanya satu orang dari 1.000 penduduk Indonesia yang memiliki minat baca. Bagaimanapun literasi berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis masyarakat.

Kemampuan berpikir kritis, menurut Ehrenfeld dan Barton (2019), diperlukan untuk menciptakan publik yang kuat secara kritis dan rasional. Kemampuan berpikir kritis juga diperlukan untuk menilai keakuratan suatu berita. Tanpa kemampuan berpikir kritis, maka seseorang akan mudah menelan mentah-mentah informasi palsu yang diterimanya.

Laporan Global Risks Report 2024 yang diluncurkan World Economic Forum pada Januari lalu, mengidentifikasi gangguan informasi yakni misinformasi dan disinformasi akan menjadi ancaman serius pada tahun-tahun yang akan datang seiring meningkatnya potensi penyalahgunaan AI dan penyebaran deepfake maupun konten yang dibuat oleh AI yang semakin masif serta sulitnya membedakan konten mana yang benar dan mana yang salah.

Ada sejumlah upaya sederhana yang bisa dilakukan untuk memverifikasi suatu informasi. Misalnya, dengan memasukkan kata kunci pada mesin pencarian dan memastikan bahwa informasi itu berasal dari laman yang kredibel seperti media massa yang terverifikasi maupun dari laman resmi suatu lembaga.

Selain itu, untuk deepfake atau konten yang diproduksi oleh AI dapat diidentifikasi sebagai berikut. Dilansir Cybernews, konten teks buatan AI cenderung menggunakan pilihan kata yang konsisten pada seluruh kalimat, kurangnya sentuhan manusia, serta tidak mampu memberikan contoh yang spesifik pada kasus-kasus tertentu.

Untuk konten foto atau gambar yang diproduksi oleh AI sering kali menggunakan detail yang tidak konsisten seperti jumlah jari manusia yang melebihi normal. Sementara, untuk video yang dibuat dengan menggunakan AI, biasanya memiliki gerakan wajah yang aneh bahkan tidak konsisten, gerak bibir dan suara yang tidak sesuai, dan transisi adegan yang tidak biasa.

Sebagai pembaca, hendaknya kita jangan menelan mentah-mentah informasi yang diterima. Apa yang terpenting adalah memiliki kemampuan berpikir kritis, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar terkait informasi yang diterima.

Jika mengidap penyakit tertentu, datangilah pusat-pusat kesehatan terdekat dan percayalah kepada dokter-dokter yang memang memiliki kapasitas di bidangnya.

Jangan sampai kita terpedaya dengan muslihat “dokter AI” yang beredar di media sosial dengan tujuan mengeruk keuntungan. Jadi, waspadalah selalu wahai warganet.
 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Waspadai tipu muslihat "dokter AI" di media sosial