Organisasi sosial di Indonesia juga sudah mempromosikan profil dan karyanya di laman web, media sosial, serta buletin digital. Tidak hanya itu, mereka juga meningkatkan penggunaan teknologi digital untuk memberikan layanan secara daring, mengintegrasikannya dengan operasional organisasi, mengembangkan kolaborasi dan memanfaatkan media sosial untuk promosi dan diseminasi informasi.
Mayoritas organisasi melakukannya dengan menggunakan perangkat lunak dasar dan hanya sebagian kecil yang menggunakan perangkat lunak mutakhir.
Hamid mencatat terdapat tiga tantangan utama yang dihadapi organisasi sosial di Indonesia dalam pemanfaatan teknologi digital, termasuk dalam menghadapi serangan siber di antaranya dana yang terbatas, rendahnya keahlian staf, serta minimnya dukungan dari donatur.
Hamid memaparkan dukungan terhadap digitalisasi pada organisasi sektor sosial bisa diberikan dalam bentuk donasi perangkat keras dan perangkat lunak, peningkatan kapasitas staf organisasi sosial, konektivitas internet yang lebih baik, serta menyiapkan organisasi menghadapi serangan siber.
"Selain memperkuat profesionalisme dan efektivitas kerja organisasi sosial, dukungan ini juga membuat masyarakat sebagai penerima manfaat bisa terlayani dengan baik," ujar Hamid.
DGI 2024 secara khusus mengkaji digitalisasi sektor sosial. Kajian 2 tahunan yang dikoordinasi oleh Centre for Asian Philanthropy and Society (CAPS) melibatkan 2.183 organisasi sebagai responden dan 140 panel ahli. Pelaksanaan riset DGI 2024 di Indonesia dilakukan berkolaborasi dengan PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan melibatkan 202 organisasi dan 11 pakar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Antisipasi terhadap serangan siber penting bagi organisasi sosial