“Bahwa penerimaan gratifikasi tersebut ada yang diterima terdakwa secara langsung dan ada pula yang melalui rekening bank, baik rekening bank milik terdakwa maupun rekening bank atas nama orang lain yang dikuasai oleh terdakwa,” papar jaksa.
Uang haram itu diterima Andhi dari sejumlah pengusaha atau perusahaan, mulai dari perusahaan pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), perusahaan yang bergerak di bidang ekspor-impor hingga perusahaan yang bergerak di bidang trading (jual beli), freight forwarder (penerus muatan), trucking (perusahaan truk), warehousing (pergudangan), dan intersulair.
Andhi, kata jaksa, tidak pernah melaporkan uang gratifikasi yang ia terima kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum. Oleh sebab itu, jaksa menilai perbuatan Andhi harus dianggap suap.
“Haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” imbuh jaksa.
Atas perbuatannya, Andhi Pramono didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.