Islamabad (ANTARA) - Mengutuk serangan udara Israel di Gaza, Pakistan menyampaikan kepada PBB bahwa perjuangan melawan penjajah asing tidak bisa disamakan dengan terorisme.
Dalam debat tingkat tinggi pada Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di Timur Tengah pada Selasa (24/10), Wakil Tetap Pakistan untuk PBB Munir Akram mengatakan bahwa negaranya mengutuk terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Namun, di bawah hukum internasional, perjuangan melawan penjajah, menentukan nasib sendiri dan pembebasan bangsa adalah sah dan tidak bisa disamakan dengan terorisme, ujar Akram, menurut pernyataan yang disiarkan Perwakilan Pakistan di PBB.
“Penindasan terhadap perjuangan itulah yang termasuk tindakan ilegal,” kata Akram merujuk pada tindakan Israel di Gaza.
“Namun, sebuah negara, yang melakukan pendudukan paksa atas suatu wilayah asing, tidak dapat menggunakan ‘hak untuk membela diri’ terhadap mereka yang wilayahnya telah diduduki secara ilegal,” kata diplomat veteran Pakistan tersebut.
Mengutuk aksi militer Israel di Gaza dan menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat, Akram mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB: “Sepanjang sejarah, kekuatan kolonial menggambarkan gerakan pembebasan nasional sebagai terorisme. Beberapa orang di dewan ini telah menawarkan perlindungan kepada sekutu mereka yang menindas masyarakat terjajah di Palestina atau Kashmir.”
Dubes Pakistan untuk PBB menyesali "ketidakmampuan" DK PBB untuk mendesak gencatan senjata dan mengatakan: "Tanggung jawab berada di tangan mereka yang berkontribusi terhadap perpanjangan konflik.”
Konflik yang berlangsung di Gaza, yang dibombardir Israel sejak 7 Oktober, dimulai ketika Hamas meluncurkan Operasi Badai Al-Aqsa, sebuah serangan mendadak yang mencakup serangkaian peluncuran roket dan penyusupan ke Israel melalui darat, laut, dan udara.
Dikatakan bahwa serangan tersebut merupakan pembalasan Hamas atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel.
Militer Israel kemudian melancarkan operasi militer udara tanpa henti di Jalur Gaza.
Hampir 8.000 orang tewas dalam konflik tersebut, termasuk sedikitnya 6.546 warga Palestina dan 1.400 warga Israel.
Sebanyak 2,3 juta penduduk Gaza telah kehabisan makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar, dan konvoi bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza hanya membawa sebagian kecil dari apa yang dibutuhkan.
Sumber: Anadolu