Jakarta (ANTARA) - Jumat, 30 September 1960, menjadi hari dan tanggal penting dalam catatan sejarah bangsa Indonesia di kancah internasional.
Hanya 15 tahun setelah Indonesia meraih kemerdekaan, Presiden pertama RI Sukarno atau Bung Karno menyampaikan pidato yang menggemparkan di Sidang Umum ke-15 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Di hadapan para pemimpin dunia yang menghadiri Sidang Umum PBB, dengan penuh semangat dan berapi-api, Bung Karno menyampaikan pidato sepanjang 28 halaman yang diberi judul "To Build The World Anew".
Selama sekitar 122 menit, Bung Karno mengupas tuntas sistem atau konsep yang dibangun oleh Barat selama berabad-abad serta dampaknya pada keberlangsungan dunia.
Tanpa tedeng aling-aling, Bung Karno mengkritisi kondisi zaman saat itu yang masih diwarnai imperialisme dan kolonialisme yang terpolarisasi antara dua kutub, Utara dan Selatan.
Untuk itu, Ia menginginkan adanya dunia baru yang dapat memperbaiki ketidakseimbangan yang lama.
Ia menyampaikan keinginan Indonesia untuk melihat PBB bekerja efektif dan tanggap terhadap tantangan yang berkembang.
Bung Karno kemudian memperkenalkan ideologi Pancasila dan menawarkannya sebagai jalan ketiga bagi dunia.
Ia mengenalkan Pancasila sebagai lima sendi negara Indonesia yang gagasan-gagasan dan cita-citanya sudah ada sejak berabad-abad lampau dan menjadi nilai-nilai yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
Kelima sendi negara yang diperkenalkan Bung Karno itu adalah ketuhanan, nasionalisme, internasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial. Ia ingin kelima sendi negara tersebut masuk dalam Dasar Piagam PBB.
Bukan tanpa alasan Bung Karno memperkenalkan Pancasila dan menawarkannya sebagai jalan ketiga bagi dunia.
Dalam sejarahnya di tingkat internasional, Pancasila yang tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 dan menjadi dasar terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ternyata telah dijadikan simbol perlawanan kepada kolonialisme dan imperialisme bagi bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Hal ini terjadi setelah Indonesia sukses menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung.
KAA 1955 bukan hanya sukses dari sisi penyelenggaraan, tetapi juga dari sisi substansi, dimana berhasil mengeluarkan kesepakatan berupa Komunike Akhir KAA yang di dalamnya memuat Dasasila Bandung. Dasasila Bandung isinya adalah menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB, menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
Lahirnya prinsip-prinsip dalam Dasasila Bandung tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai Pancasila yang tercakup dalam Pembukaan UUD NRI 1945.