Bung Karno memahami momentum perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme yang terjadi pada saat itu dan karenanya ia didaulat sebagai juru bicara dari negara-negara, seperti Yugoslavia, Ghana, India, Persatuan Arab, dan Birma. Bung Karno menjadi orator di hadapan pimpinan majelis Sidang Umum PBB.
Bung Karno menggunakan kesempatan berpidato di Sidang Umum PBB untuk melawan konspirasi Barat yang telah menguasai dunia dan membawa ketidakteraturan negara-negara di dunia dengan suasana konflik yang diciptakannya.
Konflik yang berkepanjangan dari masa Perang Dunia I, Perang Dunia II, kemudian memasuki era Perang Dingin, yang sebenarnya hanyalah perang di antara mereka yang memperebutkan lahan ekonomi dan menanamkan pengaruh untuk ikut blok-blok yang bertikai.
Oleh karena itu, Bung Karno menyampaikan bahwa apabila dunia ingin damai, maka hanya Pancasila yang dapat dijadikan konsepsi, buka imperialisme dan kolonialisme, beserta turunannya yang sudah usang dan terbukti terus membuat kerusakan di Bumi, selama berabad-abad.
Pancasila dapat menjadi suatu kebenaran universal yang dapat diterima oleh setiap bangsa.
Bung Karno menunjukkan Pancasila sebagai "Ubiquitous Factor", yakni merupakan faktor yang berada di mana-mana.
Artinya Pancasila merupakan kebenaran yang didasari dari nurani manusia atau "social conscience of man", maka dari naluri alamiah manusia itu sejatinya menuju ke arah lima sila dalam Pancasila.
Kini, 63 tahun setelah pidato Sukarno di Sidang Umum PBB, kita menyaksikan bahwa tatanan pemerintahan global dan isu-isu keamanan telah berubah.
Perang Dingin telah berakhir sejak 1989. Negara adidaya pemimpin blok Timur, Uni Soviet, bubar tidak lama setelah berakhirnya Perang Dingin dan terpecah menjadi banyak negara.
Apa yang terjadi di Uni Soviet, diikuti dengan pecahnya negara-negara blok Timur lainnya, seperti Cekoslovakia dan Yugoslavia.
Negara adidaya Amerika Serikat yang memimpin blok Barat, meski masih menjadi negara terkuat, dominasinya di dunia internasional mulai disaingi oleh Tiongkok.
Sementara itu, negara-negara di Eropa Barat yang menjadi sekutu Amerika Serikat di era perang dingin, berupaya mengelompokkan diri ke dalam wadah Uni Eropa agar kuat menghadapi tantangan global, khususnya di bidang ekonomi.
Masyarakat dunia saat ini pun tidak saja dihadapkan pada isu keamanan konvensional, berupa konflik militer, seperti yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina, tetapi juga dihadapkan pada isu keamanan non-konvensional yang jauh lebih luas, seperti isu-isu penyakit menular (SARS, Flu Burung, HIV AIDS dan COVID-19), lingkungan hidup, ketahanan pangan, narkotika, dan terorisme.
Semua ini memerlukan respon cepat dan kolaborasi seluruh masyarakat berdasarkan nilai-nilai yang ditawarkan dalam Pancasila, yang mengutamakan gotong-royong dan musyawarah mufakat untuk jalan keluar dari permasalahan bangsa.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia sendiri tidak cukup menjadikan pidato Sukarno di PBB sebagai Warisan Dunia tak Benda.
Masyarakat Indonesia juga harus menjaga memori tentang ideologi Pancasila agar tidak hilang dari ingatan bangsa dan mengaktualisasikan nilai-nilainya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, mesti mengingat peristiwa pidato Bung Karno yang sangat fenomenal di Sidang Umum PBB tahun 1960 dan dianggap dunia internasional sebagai yang terbaik saat itu, agar dapat melanjutkan perwujudan cita-cita pendiri bangsa ini.
*) Aris Heru Utomo adalah Direktur Pengkajian Materi Pembinaan Ideologi Pancasila pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila