Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menginginkan agar pemerintah perlu menyerap produk sawit dari petani rakyat kecil karena harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit mengalami penurunan setelah adanya kebijakan larangan ekspor.
"Sebaiknya pemerintah memberikan insentif kepada mereka, sebab pemerintah harus bertanggung-jawab atas kebijakan yang diputuskannya, terutama kepada pihak yang paling rentan terdampak," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Menurutnya, salah satu insentif penting untuk meringankan petani sawit rakyat adalah menyerap TBS tersebut dengan harga yang wajar, misalnya dengan membeli dan mengolah biofuel yang bersifat mandatori dari sawit rakyat.
Apalagi, lanjutnya, Komisi VII DPR bersama Kementerian ESDM telah menyepakati untuk meningkatkan kuota solar bersubsidi menjadi sebanyak 17 juta kiloliter untuk tahun 2022 dari sebelumnya yang sekitar 15 juta kiloliter.
Dengan program 30 persen biofuel (B30), lanjutnya, maka dapat diserap minyak sawit mentah lebih dari 5 juta kilo liter, terutama kalau program ini dapat ditingkatkan menjadi B40 atau B50, maka serapan minyak sawit mentah rakyat dapat ditingkatkan.
Selain itu, ujar dia, BUMN perkebunan dan anak perusahaannya yang mengolah hasil perkebunan harus didorong pemerintah untuk meningkatkan serapan TBS petani sawit rakyat tersebut.
Langkah ini, menurut Mulyanto, akan cukup menolong para petani sawit rakyat tersebut selama masa pelarangan ekspor CPO dan turunannya.
Untuk diketahui dari data Kementerian Pertanian, pada tahun 2019 luas lahan sawit rakyat sebesar 5,9 juta hektare atau sekitar 41 persen dari luas total lahan sawit nasional.
Sedangkan lahan BUMN hanya sebesar 4 persen. Sisanya sebesar 55 persen adalah lahan sawit dari swasta besar. Dengan kebijakan pelarangan ekspor, maka proporsi sawit rakyat yang terdampak dinilai cukup besar.
Sebelumnya,Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menginginkan agar kebijakan terkait dengan sawit jangan sampai merugikan kalangan petani dalam rangka menjaga tingkat kesejahteraan mereka.
"Kebijakan sektor sawit jangan sampai merugikan petani. Kebijakan pemerintah untuk melakukan setop ekspor bahan baku minyak goreng dan juga ekspor minyak goreng untuk mengatasi stok di dalam negeri telah berdampak merugikan bagi para petani sawit," kata Ketua DPN HKTI Fadli Zon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (27/4).
Menurut dia, larangan ekspor bukanlah solusi, karena penyebab kelangkaan minyak goreng di dalam negeri bukanlah jumlah stok, melainkan soal penegakan hukum terkait kewajiban DMO (Domestic Market Obligations).
Untuk itu HKTI mendesak kepada pemerintah untuk segera merevisi kebijakan larangan ekspor tersebut.
HKTI mencatat bahwa sepanjang pandemi COVID-19, semua sektor kehidupan terdampak sangat keras. Namun, di tengah pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen itu, sektor pertanian justru bisa terus tumbuh positif 1,75 persen dan bahkan melakukan ekspor.
Berita Terkait
Harga beli TBS di Bengkulu Rp2,57 ribu per kilogram
Jumat, 3 Mei 2024 19:49 Wib
Harga CPO Jambi naik Rp96 per kilogram
Senin, 22 April 2024 7:40 Wib
Harga CPO di Sumsel turun Rp136 menjadi Rp10.619 per kilogram
Rabu, 11 Oktober 2023 21:01 Wib
Harga CPO di Sumsel turun Rp106 per kilogram
Sabtu, 30 September 2023 20:40 Wib
Harga CPO di Sumsel naik Rp366 per kilogram
Selasa, 12 September 2023 9:13 Wib
Harga cpo di Jambi turun tipis Rp30per Kg
Sabtu, 19 Agustus 2023 15:33 Wib
Harga CPO di Sumsel naik Rp312 per kilogram jadi Rp10.617
Kamis, 20 Juli 2023 19:24 Wib
Harga CPO Sumsel naik Rp829 per kilogram jadi Rp10.305
Selasa, 11 Juli 2023 20:28 Wib