Palembang (ANTARA) - Lembaga sosial kemasyarakatan Women Crisis Center Palembang merespons positif pernyataan Presiden Joko Widodo yang mendesak DPR RI segera membahas RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Dewan Pengurus Women Crisis Center Palembang Yenni Roslaini Izzi di Palembang, Rabu, mengatakan, pernyataan pemerintah ini yang sejak lama dinantikan para aktivis perempuan karena sejatinya pembicaraan mengenai adanya aturan hukum (UU) yang khusus mengatur tentang TPKS sudah terjadi sejak satu dekade terakhir.
“Memang sudah jadi Rancangan UU (RUU) sejak 2016, tapi sebenarnya ini sudah jadi pembicaraan kami (aktivis perempuan) sejak 10 tahun terakhir,” kata aktivitas perempuan sejak tahun 1993 ini.
Ia mengatakan kalangan penggiat perempuan menilai hadirnya UU TPKS ini sudah sangat mendesak karena kasus kekerasan seksual di Tanah Air terhadap perempuan yang terdata di berbagai lembaga resmi seperti Komnas Perempuan dan sejumlah LSM itu sudah demikian luar biasa.
“Dengan adanya respon Presiden atas maraknya kasus ini, tentunya kami sangat mengapresiasi sekali,” kata dia.
UU TPKS ini diharapkan dapat menjadi ruang bagi korban untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan.
Selama ini, kasus hukum seperti pemerkosaan diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menetapkan harus ada keterangan saksi dan bukti.
Jadi jika hanya menghadirkan korban dan hasil visum maka hal itu belum bisa menjerat pelaku.
Padahal, menurutnya, hasil visum sudah bisa dijadikan bukti yang kuat untuk menjerat pelaku karena dapat teramati bahwa adanya pemaksaan yang mengakibatkan terjadi luka, robek hingga kerusakan organ intim.
“Bagaimana mungkin pemerkosaan itu ada saksinya. Ini yang terkadang membuat pelaku lepas dari jerat hukum meski korban sudah memiliki bukti visum,” kata Yenni.
Lemahnya aturan hukum, pada akhirnya membuat kejadian kembali berulang lantaran tidak ada hukuman yang memberikan efek jera pada pelaku.
Padahal tindak kekerasan seksual itu bukan sebatas pemerkosaan, tapi dalam beragam bentuk termasuk yang marak seperti saat ini yakni kekerasan melalui media berbasis IT.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memerintahkan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rabu, untuk segera berkoordinasi dengan DPR RI untuk mempercepat pembahasan RUU TPKS agar ada kepastian hukum dan perlindungan terhadap korban.