Yerusalem (ANTARA) - Israel mengebom Gaza dengan serangan udara dan militan Palestina terus menembakkan roket lintas perbatasan, tanpa kepastian pada Rabu tentang gencatan senjata yang akan terjadi meskipun ada seruan internasional untuk mengakhiri pertempuran yang berlangsung lebih dari seminggu.
Para pemimpin Israel mengatakan mereka menekan dengan serangan terhadap Hamas dan Jihad Islam, tetapi seorang juru bicara militer Israel mengakui bahwa dengan sekitar 12.000 rudal dan mortir di gudang senjata kelompok itu di Gaza, "mereka masih memiliki cukup roket untuk ditembakkan".
Dua pekerja Thailand tewas dan tujuh orang terluka dalam serangan roket pada Selasa (18/5) di sebuah wilayah pertanian Israel di dekat perbatasan Gaza, kata polisi. Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, dan Jihad Islam mengaku bertanggung jawab.
Roket juga diluncurkan di kota Ashdod, Ashkelon dan Beersheba, lebih jauh ke utara, membuat penduduk berebut untuk berlindung, dalam serangan yang berlangsung hingga Selasa malam.
Pejabat medis Gaza mengatakan 217 warga Palestina telah tewas, termasuk 63 anak-anak, dan lebih dari 1.400 terluka sejak pertempuran dimulai pada 10 Mei. Otoritas Israel mengatakan 12 orang telah tewas di Israel, termasuk dua anak.
Israel mengatakan pesawatnya menyerang rumah milik beberapa militan Hamas yang digunakan sebagai pusat komando atau tempat penyimpanan senjata. Pada Rabu pagi, artileri Israel menembaki sasaran di Jalur Gaza selatan, kata saksi mata.
Hampir 450 bangunan di Jalur Gaza telah hancur atau rusak parah, termasuk enam rumah sakit dan sembilan pusat kesehatan perawatan primer, sejak konflik saat ini dimulai, kata badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekitar 48.000 dari 52.000 pengungsi telah pergi ke 58 sekolah yang dikelola PBB.
Israel mengatakan lebih dari 3.450 roket telah diluncurkan dari Gaza, beberapa gagal dan lainnya ditembak jatuh oleh pertahanan udara Iron Dome. Israel menyebutkan jumlah militan yang telah dibunuh sekitar 160 orang.
Hamas mulai menembakkan roket sembilan hari lalu sebagai pembalasan atas apa yang dikatakannya sebagai pelanggaran hak oleh Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem selama bulan suci Ramadhan.
Dengan mengaitkan konfrontasinya dengan Israel dengan masalah sensitif Yerusalem, Hamas juga menjadi tantangan bagi saingan utamanya, Presiden Mahmoud Abbas yang berbasis di Tepi Barat, yang bulan lalu membatalkan pemilihan parlemen di mana kelompok itu tampaknya akan memperoleh keuntungan.
Permusuhan saat ini adalah yang paling serius antara kelompok militan dan Israel dalam beberapa tahun, dan menyimpang dari konflik Gaza sebelumnya yang memicu kekerasan jalanan di kota-kota Israel antara orang Yahudi dan Arab.
Diplomasi
Prancis pada Selasa menyerukan resolusi Dewan Keamanan PBB tentang kekerasan antara Israel dan gerilyawan Palestina, ketika para diplomat mengatakan Amerika Serikat telah berbicara kepada badan PBB itu bahwa "pernyataan publik sekarang" tidak akan membantu meredakan krisis.
"Tujuan kami adalah untuk mengakhiri konflik ini. Kami akan mengevaluasi hari demi hari apa pendekatan yang tepat. Pendekatan ini terus berlanjut bahwa diskusi di belakang layar yang tenang dan intensif secara taktis merupakan pendekatan kami saat ini," Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada wartawan pada Selasa.
Mesir dan mediator PBB juga meningkatkan upaya diplomatik, dan Sidang Umum PBB akan membahas kekerasan pada Kamis (20/5).
Jerman menyerukan gencatan senjata dan menawarkan lebih banyak bantuan untuk membantu Palestina sebelum pembicaraan darurat Uni Eropa.
Bentrokan juga berkobar di Tepi Barat yang diduduki, tempat pasukan Israel menembak mati seorang Palestina yang mencoba menyerang mereka dengan senjata dan bahan peledak rakitan pada Selasa, kata militer.
Seorang warga Palestina lainnya dibunuh oleh pasukan Israel pada protes Tepi Barat, kata pejabat kesehatan. Militer mengatakan tentara diserang, yang melukai dua dari mereka, dan balas menembak.
Pemboman Israel di Gaza, bentrokan Ramadhan antara polisi dan jamaah di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dan kasus pengadilan oleh pemukim Israel untuk mengusir rakyat Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur yang dicaplok Israel telah memicu ketegangan di Tepi Barat.
Berita Israel N12 TV, mengutip sumber-sumber Palestina yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa Mesir, melalui "saluran rahasia", telah mengusulkan agar pertempuran Israel-Gaza diakhiri pada Kamis pagi.
Ezzat El-Reshiq, seorang anggota biro politik Hamas yang berbasis di Qatar, mengeluarkan pernyataan pada Selasa yang mengatakan bahwa laporan bahwa mereka telah menyetujui gencatan senjata semacam itu tidak benar.
“Belum ada kesepakatan yang dicapai mengenai waktu tertentu untuk gencatan senjata," katanya. "Kami menegaskan bahwa upaya dan kontak serius dan terus berlanjut dan tuntutan rakyat kami diketahui dan jelas."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan dalam sebuah unggahan di Twitter pada Selasa bahwa serangan Israel "akan terus berlanjut selama diperlukan untuk memulihkan ketenangan" bagi semua warganya.
Netanyahu mengatakan serangan Israel telah "membuat Hamas mundur bertahun-tahun" - yang menurut beberapa komentator berita Israel bisa menjadi kemungkinan awal gencatan senjata dalam beberapa hari saat dia bisa mengklaim kemenangan.
Tetapi Amos Yadlin, mantan kepala intelijen militer Israel, mengatakan gambaran situasinya lebih rumit, seraya menyebut kerusuhan sipil di Israel, meningkatnya protes oleh orang-orang Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan tembakan-tembakan roket dari Lebanon.
"Sejauh menyangkut (Hamas), apa yang terjadi di Tepi Barat dan mungkin dengan (kelompok Lebanon) Hizbullah dan warga Arab Israel - di sinilah Hamas menang," kata Yadlin di Channel 12 TV. "Dalam pertarungan militer, mereka kalah."
Sumber: Reuters