Gapki Sumsel minta pemerintah awasi lahan tak bertuan
Palembang (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Sumatera Selatan meminta pemerintah mengawasi lahan tak bertuan yang ditengarai kerap menjadi titik asal muasal terjadinya kebakaran.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Sumatera Selatan Alex Sugiarto di Palembang, Rabu, mengatakan pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan membagi kawasan-kawasan yang rawan itu dalam beberapa zona.
“Kami melihat lahan tak bertuan ini yang sering menjadi masalah. Api bisa bermula dari sana, kemudian tak tertanggulangi karena banyak faktor (cuaca) sehingga masuk ke areal perkebunan milik perusahaan,” kata Alex.
Ia mengatakan di kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan tersebut sepatutnya didirikan pos komando (posko) dengan menyiagakan unit sarana dan prasarana serta SDM untuk pemadaman kebakaran.
Selama ini, diakuinya, hal tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan berbagai instansi terkait termasuk perusahaan perkebunan. Hanya saja, ia menilai perlu dimaksimalkan sehingga pada 2020 ini dapat zero kebakaran hutan dan lahan.
Bagi pengusaha sawit, kebakaran hutan dan lahan ini merupakan hal yang menakutkan karena menyebabkan kerugian secara finansial.
Belum lagi, ia melanjutkan aturan hukum yang mengharuskan perusahaan bertanggung jawab penuh terhadap areal yang dikuasai.
“Namun saat ini sudah clear bahwa jika api berasal dari luar perusahaan perkebunan, maka tidak bisa secara serta merta menjerat perusahaan. Penegakan hukum juga dilakukan secara berkeadilan,” kata dia.
Akan tetapi, jika perusahaan tidak memenuhi standarisasi penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, maka jerat hukum dapat berlaku.
“Itulah kami selalu mengingatkan anggota untuk memenuhi ketentuan dari pemerintah itu, seperti keberadaan menara api, sekat kanal, hingga jumlah regu pemadamnya yang disesuaikan dengan luas lahan yang dikuasai,” kata dia.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Sumatera Selatan Alex Sugiarto di Palembang, Rabu, mengatakan pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan membagi kawasan-kawasan yang rawan itu dalam beberapa zona.
“Kami melihat lahan tak bertuan ini yang sering menjadi masalah. Api bisa bermula dari sana, kemudian tak tertanggulangi karena banyak faktor (cuaca) sehingga masuk ke areal perkebunan milik perusahaan,” kata Alex.
Ia mengatakan di kawasan rawan kebakaran hutan dan lahan tersebut sepatutnya didirikan pos komando (posko) dengan menyiagakan unit sarana dan prasarana serta SDM untuk pemadaman kebakaran.
Selama ini, diakuinya, hal tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan berbagai instansi terkait termasuk perusahaan perkebunan. Hanya saja, ia menilai perlu dimaksimalkan sehingga pada 2020 ini dapat zero kebakaran hutan dan lahan.
Bagi pengusaha sawit, kebakaran hutan dan lahan ini merupakan hal yang menakutkan karena menyebabkan kerugian secara finansial.
Belum lagi, ia melanjutkan aturan hukum yang mengharuskan perusahaan bertanggung jawab penuh terhadap areal yang dikuasai.
“Namun saat ini sudah clear bahwa jika api berasal dari luar perusahaan perkebunan, maka tidak bisa secara serta merta menjerat perusahaan. Penegakan hukum juga dilakukan secara berkeadilan,” kata dia.
Akan tetapi, jika perusahaan tidak memenuhi standarisasi penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, maka jerat hukum dapat berlaku.
“Itulah kami selalu mengingatkan anggota untuk memenuhi ketentuan dari pemerintah itu, seperti keberadaan menara api, sekat kanal, hingga jumlah regu pemadamnya yang disesuaikan dengan luas lahan yang dikuasai,” kata dia.