Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin (10/5) menetapkan taipan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 1998.
Sjamsul Nursalim pada 1998 adalah pengendali pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang dalam pengembangan kasusnya diduga melakukan tindak pidana dalam pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Sjamsul yang saat ini berusia 79 tahun, disebut-sebut sudah sejak lama tinggal di Singapura.
Bagaimana gurita bisnis Sjamsul saat ini?
Berdasarkan data Forbes yang dikutip di Jakarta, Rabu, Sjamsul adalah orang terkaya nomor 36 di Indonesia, dengan total aset pada Desember 2018 sebesar 810 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp11,5 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS).
Sjamsul yang lahir di Lampung dengan nama asli Liem Tjoen Ho ini merupakan anak pedagang getah karet, lada, dan kopi.
Perjalanan bisnis Sjamsul Nursalim dimulai dari kelompok usaha Gajah Tunggal yang dirintis pada 1951.
Gajah Tunggal memproduksi dan mendistribusikan ban. Bahkan saat ini 30 persen produksinya dipasok ke pasar Afrika, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Selain ban, Sjamsul kemudian mencoba peruntungan dengan mengembangkan bisnis properti, batu bara dan sektor perdagangan ritel.
Sjamsul pemegang saham sekaligus pendiri perusahaan publik PT Mitra Adi Perksa Tbk pemilik gerai garmen terkenal Zara, Topshop, Steve Madden dan gerai terkemuka lainnya di Indonesia.
Terus berkembang, saat ini Mitra Adi Perkasa memiliki lebih dari 2 ribu gerai ritel dari beragam kategori, makanan dan minuman, fashion, olahraga, hingga department store.
Di bisnis properti, konglomerat ini pemegang saham di salah satu perusahaan real estate Singapura, bernama Tuan Sing Holdings yang dipimpin putranya yaitu William Nursalim.
Saat ini, Tuan Sing Holding memiliki 60 anak perusahaan yang tersebar di Asia Tenggara, Cina, dan Australia.
Di sektor perbankan, pada 1980-an Sjamsul menjadi pemilik BDNI.
Pada 1998, kasus BDNI menyeruak sampai saat ini, terkait kasus korupsi BLBI.
KPK kemudian menjadikan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka dengan dugaan merugikan negara sebesar Rp4,8 triliun.