"Dalam empat tahun terakhir, pertumbuhan industri di dalam negeri mencapai 4,9 persen, 60 persennya merupakan kontribusi dari sektor manufaktur," katanya pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) 2018 di Hotel Alila Solo, Rabu.
Ia mengatakan sejauh ini sektor manufaktur sudah menyerap lebih dari 17 juta tenaga kerja atau 60 persen dari jumlah tenaga kerja produktif di bidang sektor industri di Indonesia.
Oleh karena itu, dikatakannya untuk memastikan pertumbuhan yang optimal perlu dibarengi dengan kualitas SDM yang mumpuni.
Terkait dengan hal itu, menurut dia, saat ini Indonesia baru menyongsong era industri 4.0. Untuk bisa mencapai itu, syarat yang harus dipenuhi di antaranya tenaga kerja tidak boleh buta statistik dan buta digital.
"Capaian ini sedang dipersiapkan dalam waktu 10 tahun ke depan. Targetnya adalah adanya pengembangan daya saing dengan industri 4.0," katanya.
Selain itu, pihaknya juga menargetkan Indonesia mampu meningkatkan ekspor menjadi 10 persen. Adapun hingga saat ini kontribusi ekspor di Indonesia baru berkisar 2 persen.
"Syaratnya adalah produktivitas harus lebih dari dua kali. Selain itu biaya riset industri naik menjadi 2 persen, untuk saat ini masih 0,3 persen," katanya.
Sementara itu, lanjutnya, saat ini peringkat sektor industri Indonesia berada di posisi ke-4 terbesar di seluruh Indonesia.
"Dari data kami, jika Korea Selatan 29 persen, Tiongkok 27 persen, Jerman 23 persen, Indonesia 20 persen. Bahkan kita di atas Amerika Serikat, Inggris, dan Brasil yang juga merupakan negara produsen," katanya.
Untuk terus memperbaiki sektor industri di dalam negeri dengan menciptakan SDM andal, pihaknya membutuhkan dukungan dari pelaku industri.
"Yang sudah kami lakukan untuk industri ini adalah bagi industri yang menyelenggarakan pendidikan maka pemerintah akan memberikan fasilitas 'super deductible tax' (kebijakan pengurangan pajak di atas 100 persen, red) hingga 200 persen," katanya
Ia mengatakan fasilitas serupa juga akan diberikan kepada industri yang mendukung program "link and match", yaitu dengan memberikan fasilitas pelatihan kepada calon tenaga kerja di sekolah menengah kejuruan (SMK).
Ia mengatakan sejauh ini sektor manufaktur sudah menyerap lebih dari 17 juta tenaga kerja atau 60 persen dari jumlah tenaga kerja produktif di bidang sektor industri di Indonesia.
Oleh karena itu, dikatakannya untuk memastikan pertumbuhan yang optimal perlu dibarengi dengan kualitas SDM yang mumpuni.
Terkait dengan hal itu, menurut dia, saat ini Indonesia baru menyongsong era industri 4.0. Untuk bisa mencapai itu, syarat yang harus dipenuhi di antaranya tenaga kerja tidak boleh buta statistik dan buta digital.
"Capaian ini sedang dipersiapkan dalam waktu 10 tahun ke depan. Targetnya adalah adanya pengembangan daya saing dengan industri 4.0," katanya.
Selain itu, pihaknya juga menargetkan Indonesia mampu meningkatkan ekspor menjadi 10 persen. Adapun hingga saat ini kontribusi ekspor di Indonesia baru berkisar 2 persen.
"Syaratnya adalah produktivitas harus lebih dari dua kali. Selain itu biaya riset industri naik menjadi 2 persen, untuk saat ini masih 0,3 persen," katanya.
Sementara itu, lanjutnya, saat ini peringkat sektor industri Indonesia berada di posisi ke-4 terbesar di seluruh Indonesia.
"Dari data kami, jika Korea Selatan 29 persen, Tiongkok 27 persen, Jerman 23 persen, Indonesia 20 persen. Bahkan kita di atas Amerika Serikat, Inggris, dan Brasil yang juga merupakan negara produsen," katanya.
Untuk terus memperbaiki sektor industri di dalam negeri dengan menciptakan SDM andal, pihaknya membutuhkan dukungan dari pelaku industri.
"Yang sudah kami lakukan untuk industri ini adalah bagi industri yang menyelenggarakan pendidikan maka pemerintah akan memberikan fasilitas 'super deductible tax' (kebijakan pengurangan pajak di atas 100 persen, red) hingga 200 persen," katanya
Ia mengatakan fasilitas serupa juga akan diberikan kepada industri yang mendukung program "link and match", yaitu dengan memberikan fasilitas pelatihan kepada calon tenaga kerja di sekolah menengah kejuruan (SMK).