ACR: Jangan masukkan anak autis ke sekolah formal
Pekanbaru (ANTARA News Sumsel) - Autism Center Riau (ACR) meminta orang tua dari anak penderita autis untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah ke instansi pendidikan formal seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun ke Sekolah Luar Biasa (SLB).
"Jangan masukkan anak ke sekolah formal. Itu salah," tegas Juru bicara Autism Center Riau Chairita Miranda di Pekanbaru, Jumat.
Hal ini dikarenakan kondisi dari anak penderita autis tersebut yang memang membutuhkan penanganan khusus. Ia menambahkan bahwa dengan memasukkan anak-anak tersebut ke lembaga pendidikan formal maka sama saja para orang tua tersebut semakin memperburuk kondisi anak tersebut.
Kondisi tersebut terjadi lantaran anak-anak penderita autis memiliki keterbatasan dalam melakukan maupun mengoptimalkan kapasitas otak mereka.
Dalam hal ini pihaknya menyebut bahwa anak penderita autis yang dimasukkan ke sekolah formal akan dipaksa untuk mengejar ketertinggalan mereka dengan teman sekelasnya.
Inilah yang dikatakan Chairita Miranda dengan memperburuk kondisi dari anak penderita autis tersebut.
"Sekarang begini, otak mereka belum siap ataupun belum mampu untuk dioptimalkan. Kalau dipaksakan maka akan semakin memperburuk kondisi anak tersebut," tegasnya.
Selain itu, kesalahan lain yang kerap dilakukan orang tua adalah dengan memasukkan anak mereka ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Ia menerangkan bahwa hal tersebut juga sebaiknya tidak dilakukan oleh para orang tua.
Hal ini berkenaan dengan metode pengajaran di SLB yang juga berupaya untuk memaksimalkan kinerja otak anak tersebut. Oleh sebab itu metode paling tepat yang dapat ditempuh para orang tua ialah dengan membawa anak mereka ke klinik terapi khusus anak autis.
Miranda yang juga memiliki anak penderita autis menjelaskan bahwa awalnya ia juga melakukan kesalahan yang sama dengan orang tua lainnya. Namun kini anaknya tersebut sudah sembuh dari autis dengan perawatan intensif serta mengikuti terapi khusus.
Alhasil kini anaknya telah dapat bersekolah di sekolah formal dan melakukan kegiatan seperti anak seusianya.
"Autis bisa sembuh. Setelah sembuh baru bisa anak memaksimalkan kapasitas otaknya," ujar Miranda.
"Jangan masukkan anak ke sekolah formal. Itu salah," tegas Juru bicara Autism Center Riau Chairita Miranda di Pekanbaru, Jumat.
Hal ini dikarenakan kondisi dari anak penderita autis tersebut yang memang membutuhkan penanganan khusus. Ia menambahkan bahwa dengan memasukkan anak-anak tersebut ke lembaga pendidikan formal maka sama saja para orang tua tersebut semakin memperburuk kondisi anak tersebut.
Kondisi tersebut terjadi lantaran anak-anak penderita autis memiliki keterbatasan dalam melakukan maupun mengoptimalkan kapasitas otak mereka.
Dalam hal ini pihaknya menyebut bahwa anak penderita autis yang dimasukkan ke sekolah formal akan dipaksa untuk mengejar ketertinggalan mereka dengan teman sekelasnya.
Inilah yang dikatakan Chairita Miranda dengan memperburuk kondisi dari anak penderita autis tersebut.
"Sekarang begini, otak mereka belum siap ataupun belum mampu untuk dioptimalkan. Kalau dipaksakan maka akan semakin memperburuk kondisi anak tersebut," tegasnya.
Selain itu, kesalahan lain yang kerap dilakukan orang tua adalah dengan memasukkan anak mereka ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Ia menerangkan bahwa hal tersebut juga sebaiknya tidak dilakukan oleh para orang tua.
Hal ini berkenaan dengan metode pengajaran di SLB yang juga berupaya untuk memaksimalkan kinerja otak anak tersebut. Oleh sebab itu metode paling tepat yang dapat ditempuh para orang tua ialah dengan membawa anak mereka ke klinik terapi khusus anak autis.
Miranda yang juga memiliki anak penderita autis menjelaskan bahwa awalnya ia juga melakukan kesalahan yang sama dengan orang tua lainnya. Namun kini anaknya tersebut sudah sembuh dari autis dengan perawatan intensif serta mengikuti terapi khusus.
Alhasil kini anaknya telah dapat bersekolah di sekolah formal dan melakukan kegiatan seperti anak seusianya.
"Autis bisa sembuh. Setelah sembuh baru bisa anak memaksimalkan kapasitas otaknya," ujar Miranda.