Palembang (ANTARA News Sumsel - Lembaga swadaya masyarakat peduli kegiatan usaha pertambangan dan pengelolaan sumberdaya alam Pillar Nusantara mendesak KPK melakukan penyelidikan indikasi praktik transaksional pemberian izin usaha pertambangan mineral dan batu bara di Sumatera Selatan dan provinsi lainnya
"Dalam pemberian Izin Usaha pertambangan (IUP) minerba selama ini ada indikasi praktik transaksional antara pihak perusahaan dengan institusi pemberi izin. indikasi tersebut perlu diselidiki untuk mencegah potensi sumberdaya alam tersebut dikelola oleh koruptor atau pengusaha jahat," kata Direktur Pilar Nusantara (Pinus) Sumsel, Rabin Ibnu Zainal ketika memberikan keterangan pers bersama Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri dan Direktur Hutan Kita Institut (HaKI) Aidil Fitri terkait kegiatan rakor KPK dengan Pemprov Sumsel, di Palembang, Selasa.
Selain itu, KPK juga diminta memaksimalkan penertiban izin usaha pertambangan mineral dan batu bara untuk menyelamatkan sumberdaya alam (SDA) negeri ini dari cengkraman koruptor melalui koordinasi dan supervisi (Korsup) dengan pemerintah daerah.
Mendorong institusi terkait melakukan peninjauan ulang perizinan sektor perkebunan dan kehutanan serta secara tegas mencabut izin perusahaan yang terbukti melanggar atau tidak patuh terhadap kewajibannya.
Melakukan transparansi dan akuntabilitas mekanisme perizinan sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan agar publik dapat mengetahui serta menilai siapa dan untuk apa SDA dikelola, katanya.
Menurut dia, khusus di sektor pertambangan minerba, dalam rangka koordinasi dan supervisi KPK di daerah ini, pihak pemprov melalui Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Sumsel telah melakukan upaya penataan dan penertiban IUP sejak 2014.
Berdasarkan data awal, di wilayah provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu pada 2014 terdapat 359 IUP minerba dampak adanya otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada kepala daerah tanpa adanya pengawasan.
Selama proses penataan dan penertiban itu, sebagian besar perusahaan pemegang IUP terbukti melakukan pelanggaran dengan tidak patuh membayar kewajiban untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP), IUP tidak dilengkapi izin pinjam pakai kawasan hutan.
Kemudian pemegang IUP minerba melakukan operasi penambangan di luar izin, tidak melaksanakan kegiatan reklamasi, hingga melakukan pelanggaran lingkungan dalam kegiatan pertambangan.
Proses pemberian izin tersebut diduga kuat terjadi praktik transaksional yang dapat menimbulkan kerugian negara baik dalam bentuk hilangnya penerimaan negara dan kerusakan lingkungan, katanya.
Dia menjelaskan, perusahaan pemegang IUP yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut diberikan sanksi pencabutan izin kegiatan usahanya.
Dengan tindakan penataan dan penertiban IUP atas arahan KPK kepada Pemprov Sumsel, hingga kini telah dicabut 228 IUP minerba dan 131 perusahaan pemegang IUP berhasil dibina memenuhi kewajibannya kepada negara sesuai dengan ketentuan perusahaan bersih dan klir (CNC) dengan total luas izin sekitar 490 ribu ha atau jauh menurun dari luas izin tambang pada 2014 yang mencapai lebih dari dua juta hektare.
Penataan di sektor minerba perlu dilanjutkan KPK dan Pemprov Sumsel untuk menata mekanisme perizinan tambang yang transparan dan akuntabel agar IUP baru yang akan diterbitkan tidak kembali diberikan kepada rente-rente yang hanya mengeksploitasi SDA pertambangan dan tidak memberikan keuntungan apa-apa kepada daerah dan masyarakat, kata Rabin.
Pinus Sumsel desak KPK selidiki transaksional IUP
....Dalam pemberian Izin Usaha pertambangan (IUP) minerba selama ini ada indikasi praktik transaksional antara pihak perusahaan dengan institusi pemberi izin....