Pekanbaru (ANTARA Sumsel) - Teks Soempah Pemoeda yang bermakna sangat kuat sudah seharusnya tetap teraktulisasi dalam diri pemuda kini, dan perjuangan pemuda memang masih saja tetap berat kendati tidak lagi menggunakan kekuatan fisik.
Perjuangan dalam memaknai Sumpah Pemuda itu justru butuh aktualisasi peningkatan kualitas intelektual pemuda. Dan diakui bahwa banyak sudah kaum intelektual Indonesia mengukir berbagai prestasi, contohnya di Riau, sebut saja Yurma Henny (54), Kader JKN-KIS.
Yurma Henny tidak pernah merasa lelah, kendati hingga larut malam pun masih dihubungi warga pemilik kartu BPJS Kesehatan untuk mendampingi mereka berobat ke rumah sakit. Ketika sudah di luar rumah rasa lelah itu hilang begitu saja saat sudah bisa membantu warga dalam kesusahan.
"Kuncinya adalah keikhlasan semata," kata penerima penghargaan dari BPJS Kesehatan Cabang Kota Pekanbaru itu.
Begitu pula dengan Sofia Seffen (41), hingga dirinya mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden RI dan juga hadiah haji gratis dari Gubernur Riau tahun 2015, serta penghargaan Pramakarya dari Kementrian Nakertrans.
Sofia Seffen adalah Direktur Pusat Kerajinan Sampah Plastik dan Bank Sampah "Dallang Colection" yang mengembangkan usaha kerajinan daur ulang bersmaa lima pegawai bank sampah yang telah menjaring puluhan ibu rumah tangga untuk aktif mengerjakan produk kerajinan, mulai dari taplak meja, tempat tisu, keranjang, tas tangan, dompet, tempat sepatu, dan lainnya dari bahan daur ulang.
Usaha tersebut digelutinya sejak 2012, beralamat di Jalan Gajah Ujung No.33 Simpang SPG, Kelurahan Rejosari Kulim, Kota Pekanbaru. Sudah ribuan produk yang mereka buat, hanya dengan memberdayakan 40 perajin berasal dari ibu-ibu rumah tangga di lingkungan Kelurahan Rejosari Kulim maka aneka kerajinan sudah bisa diproduksi. Para ibu rumah tangga bisa menyelesaikan pekerjaannya di rumah masing-masing.
"Sambil mengasuh anak, merapikan rumah tangga, jadwal ibu-ibu tidak terganggu untuk mencari tambahan pendapatan. Pendapatan yang diterima ibu-ibu bisa mencapai Rp300 ribu -Rp1,5 juta setiap bulan," kata.
Sofia yang juga Kasi Pengolahan Limbah Padat Domestik pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau itu mengaku ekstra ketat mengatur waktu kerjanya agar bisa mengembangkan usaha kerajinan yang berasal dari bahan sampah daur ulang itu.
Tekadnya membangkitkan kemauan ibu rumah tangga, akan diwujudkan Sofia Seffen dengan rencana membangun Kampung Kreatif Ramah Lingkungan, sebagai sarana efektif dalam membina perajin memproduksi aneka kerajinan berasal dari sampah nonorganik.
"Pencadangan lahan sudah dialokasikan berasal dari lahan milik sendiri atau pada lahan kosong masyarakat yang bisa disewa pakai," kata Sofia.
Keberadaan Kampung Kreatif ini diyakini akan mampu meningkatkan produktivitas usaha kerajinan yang bakal diproduksi oleh para ibu rumah tangga itu.
Selain itu Syarifah Anum (34), adalah penerima berbagai juara, antara lain dalam lomba kebersihan tingkat kelurahan, hingga tingkat provinsi serta peringkat harapan I tingkat nasional dalam lomba penyuluh terbaik Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) tahun 2016.
Sementara Syarifah Anum (34), seorang warga Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, sudah tidak terhitung berapa kali dirinya dicemooh, disebut gila, dilecehkan oleh warga saat menjalani akitivitasnya sebagai motivator, penyuluh dan pengelola bank sampah.
Kegigihannya sering diuji. Hanya karena niat yang tulus ikhlas ia terus menerus memotivasi warga untuk memilah sampah rumah tangga ke dalam empat bagian/jenis itu masih tetap dijalaninya, kendati tidak menerima upah sepeserpun saat tahun 2013 hingga 2015.
"Sejak 2015, jerih payah saya berbuah juga, dan alhamdulillah saya diangkat sebagai tenaga harian lepas (THL) dengan gaji Rp2 juta setiap bulan," katanya dan dengan penerimaan honor tersebut makin menguatkan tekadnya untuk terus melaksakan tugas dari Pemkot Pekanbaru sebagai Direktur Bank Sampah di dua tempat.
Aktualisasi Intelektualitas
Akademikus dari Universitas Riau Prof. HB Isyandi meminta pemuda Indonesia untuk terus berupaya meningkatkan kualitas intelektual sebagai aktualisasi dan memaknai peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dalam konteks kekinian.
"Memaknai peringatan Sumpah Pemuda penting guna menghargai dan mengenang jasa-jasa pemuda saat itu, sebab tanpa mereka RI tidak akan berdaulat," kata HB Isyandi.
Menurut dia, intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
Ia mengatakan, intelektual bisa diartikan sebagai kombinasi sifat-sifat manusia yang terlihat dalam kemampuan memahami hubungan yang lebih kompleks, semua proses berfikir abstrak, menyesuaikan diri dalam pemecahan masalah dan kemampuan memperoleh kemampuan baru.
Intelektual bisa juga diartikan sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif, kata Isyandi yang juga Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi UR itu.
Akan tetapi, katanya, tidak harus kaku apa yang dipahami oleh masyarakat bahwa kata intelektual itu hanya dimiliki oleh seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi, padahal tinggi atau tidaknya pendidikan yang ditempuh seseorang, tidak akan menjamin diri seseorang tersebut menjadi seorang yang berintelek.
Oleh karena itu, pemuda Indonesia dan Riau khususnya, harus bisa mengisi diri dengan intelektualitas yang menuntut bahwa pemuda itu harus cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan.
Pemuda, imbaunya, agar terus berupaya meningkatkan keterampilan, rajin belajar, tingkatkan kemampuan berfikir formal dan nonformal, apalagi kini pemuda berhadapan dengan persaingan teknologi yang makin maju. Di sekitar negara-negara Asia saja seperti Singapura dan Loas, Malaysia sudah mengandalkan teknologi dalam aktivitas pembangunan mereka.
Bahkan India mengandalkan teknologi dalam mengembangkan UMKM-nya atau dikenal dengan small bisnis dengan memanfaatkan berbagai teknologi digital itu.
Menurut staf ahli tidak tetap di DPRD Provinsi Riau bidang ekonomi itu, pemuda Indonesia harus berperan aktif mengangkat derajat bangsa melalui kemampuan intelektualnya, dan disadari bahwa peran tersebut dibutuhkan untuk menciptakan keluarga yang bahagia, makmur dan berkeadilan.
Pemuda harus menggagas makna perjuangan itu sendiri dan berjuang dengan sepenuh hati untuk memimpim negeri ini menjadi lebih baik lagi.
Dan untuk menjadi seorang pemimpin, katanya, mereka harus ikut berorganisasi, lambat laun pasti akan terasah menjadi pemimpin, dan itu bisa dimulai dari organisasi kampus, misalnya, pramuka, serta organisasi kepemudaan lainnya.
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, adalah bukti otentik bahwa pada 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan dengan penuh semangat perjuangan, dan seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 bulan Oktober selaku hari lahirnya bangsa Indonesia, prosedur kelahiran Bangsa Indonesia ini adalah buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas di bawah kekuasaan kolonial ketika itu.
Kondisi ketertindasan inilah yang lalu mendorong para pemuda ketika itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan juga martabat hidup manusia Indonesia. Tekad ini menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 Agustus 1945.
Mardianto Manan, pengajar dari Universistas Islam Ngeri Riau, berpendapat bahwa peringatan tiap 28 Oktober sebuah momentum untuk mengingatkan lagi memori persatuan dan kesatuan kita dari sekian tahun yang lalu.
Sebagai wujud bersatu padu adalah dengan membesarkan kata Indonesia yang waktu itu sedang dirajut dan ditumbuhkan rasa kepribumian kita.
Seharusnya, kata dia, semakin baik peranan pemuda dalam era globalisasi ini. Dulu bersatu dengan semangat dan sekarang harus bersatu dengan mengingat bahwa kita adalah bangsa yang Berbhinneka, akan tetapi tunggal dalam dalam Ika itu.
Dengan sumpah "Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia".
Makna Sumpah Pemuda, yang digagas oleh 13 tokoh pemuda zaman itu adalah Soenario,J. Leimena, Soegondo Djojopoespito Djoko Marsaid, M. Yamin, Amir Sjarifudin, W.R. Supratman, S. Mangoensarkoro, Karto Soewirjo, Kasman Singodimedjo, Moh. Roem, A.K. Gani, Sie Kong Liong, begitu dalam yang perjuangannya memang harus diteruskan oleh pemuda masa kini dan masa datang.